Pancasila & Nasionalisme Indonesia (78)

Mendalami 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab': Menghindari Kekerasan Berbasis Gender: Kekerasan Fisik

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 23 Oktober 2017, 08:22 WIB
Pancasila & Nasionalisme Indonesia (78)
Nasaruddin Umar/Net
KEKERASAN yang bebasis gender banyak sekali men­jadikan perempuan sebagai korban. Di antara kekeras­an tersebut ialah kekeras­an fisik, kekerasan seksual, kekerasan akibat poligami, kekerasan 'Wali Mujbir', kekerasan talak, kekerasan politik, kekerasan ekonomi, dan kekerasan budaya, dan berbagai bentuk kekerasan lain­nya dari tingkat perkotaan sampai di pelosok pedesaan. Jelas berbagai kekerasan tersebut bukan hanya tidak sesuai dengan sila kedua Pancasila tetapi tidak sejalan dengan tujuan agama (maqashid al-syari’ah).

Kekerasan fisik mencakup pemukulan, pe­namparan, penendangan anggota fisik perem­puan, baik yang dilakukan secara kolektif atau individu-individu. Bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan terkadang ada yang meng­gunakan alat bantu dan ada yang mengguna­kan tangan kosong. Temuan di dalam penelitian lapangan, seperti telah dilakukan oleh berba­gai pusat kajian wanita dan pusat kajian gen­der, angka kekerasan fisik terhadap perem­puan masih sangat tinggi dan angka-angka itu terutama terjadi di lingkungan keluarga. Yang menarik dari hasil penelitian itu, umumnya sua­mi sebagai tindak kekerasan tidak merasa ber­dosa atas perlakuannya karena ada legitimasi agama yang membenarkan pemukulan terh­adap istri, seperti yang dipahami secara harfiah dalam ayat Al-Qur'an: "Kaum laki-laki itu ada­lah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (la­ki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Al­lah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mer­eka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pi­sahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka (wa idhribu hunn). Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Se­sungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Be­sar. (terjemahan Departemen agama). (Q.S. al-Nisa'/4:34).

Kata idlribuhunna dalam ayat tersebut di atas diartikan oleh tim penerjermah Dep. Agama dengan "pukullah mereka". Pengertian ini tidak salah, tetapi kata tersebut tidak mesti diartikan demikian. Dalam kamus Lisan al-'Arab, ka­mus bahasa Arab paling standar hingga saat ini, memberikan beberapa pengertian dlaraba antara lain, berarti bersetubuh (nakaha), mel­erai (kaffa), mencampuri (khalatha), menjelas­kan (bayyana, washafa), menjauhi (ba'ada/ cooling down), dan memukul. (Ibn Mandhur, Lisan al-'Arab, Juz I, h. 543-55).

Dari beberapa pengertian dlaraba tersebut dimungkinkan ada pengertian lain selain arti "memukul", yang riskan dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak keras terhadap istrinya. Dimungkinkan ayat tersebut diterjemakan "… perempuan-perempuan yang kamu khawat­irkan menentang, berkomunikasilah dengan mereka dengan baik-baik, kemudian tinggal­kanlah di tempat tidur sendirian (tanpa menga­niayanya), kemudian cooling down-lah."

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA