Namun yang kalah, harta kekayaannya cenderung menuÂrun, bahkan jadi banyak utang. Berikut tanggapan Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar terkait temuan KPK tersebut.
Apa tanggapan Anda atas temuan KPK tersebut? Saya kurang bisa memberiÂkan pandangan ya soal riset itu. Karena kan saya juga belum lihat hasil penelitian KPK nih. Kami sudah pernah minta KPK untuk memberikan input terkait pilkada. Tapi kami belum tahu hasil penelitiannya.
Menurut Anda kenapa pihak yang kalah LHKPN-nya bisa menurun?
Mungkin akibat dari biaya pilkada yang tinggi yang harÂus ditanggung seorang calon. Karena kan memang menurut undang-undang ada batasan sumbangan dana dari pihak lain. Tapi kan penggunaan dana pribadi seorang calon tidak diÂbatasi, sehingga dia bisa bebas menggunakan harta pribadinya untuk membiayai kampanye. Mungkin itu penyebabnya.
Kenapa biaya pilkada bisa tinggi? Itu sebenernya saya juga binÂgung ya. Karena sebenarnya kan alat peraga dibiayai oleh KPU. Mungkin itu dalam rangka untuk membiayai tim kampanyenya kali. Tim kampanye kan harus di-support, sehingga di situ dia banyak mengeluarkan dana. Sedangkan untuk alat peraga enggak perlu lagi, karena sudah dibiayai oleh KPU kan.
Biaya tim kampanye yang besar untuk apa, sehingga ongÂkos pencalonan bisa tinggi? Kurang tahu persis juga ya. Kalau iklan-iklan itu kan sudah dibiayai sama KPU. KPU puÂnya kebijakan terkait iklan para calon, dan itu memakai dana APBN untuk membiayai itu. Mungkin dananya besar untuk menggerakan tim kampanyenya ke bawah. Tim kampanye ini juga kan suka terpecah jadi tim kecil yang turun sampai ke paling bawah. Jadi biayanya mungkin besar di situ.
Mungkinkah biaya pilkada mahal karena ada mahar politik? Wah, kalau soal mahar poliÂtik saya juga tidak tahu mas. Penelitian KPK memang meÂnyatakan hasil itu berhubungan dengan mahar politik. Tapi kami kan belum pernah terima hasil penelitian dari KPK. Jadi kalau dibilang mahal karena mahar politik saya enggak tahu.
Kalau pantauan dari Bawaslu, mahar politik sebetulÂnya masih marak enggak? Saya juga kurang tahu soal itu. Masalahnya orang kami panggil juga kan enggak mau mengungÂkapnya. Jadi kami tahunya ada dugaan mahar politik cuma dari sosial media saja. Tidak ada temuan, tidak ada laporan, tidak ada bukti dan lain sebaÂgainya. Jadi kami enggak tahu persis, apakah mahar politik itu benar-benar terjadi atau tidak. Makanya Bawaslu tidak bisa menyatakan terjadi atau tidak terjadi.
Besarnya ongkos politik diyakini juga karena money politic’s di masyarakat. Apa yang Bawaslu lakukan untuk meminimilisirnya? Kalai meminimalkan itu kami mengadakan gerakan partisiÂpatif masyarakat. Masyarakat kami libatkan dalan pengawasan pemilu dan pilkada. Masyarakat kami berikan pengetahuan, suÂpaya apabila menemukan orang yang melakukan hal itu bisa segera melapor ke Bawaslu unÂtuk dijadikan temuan.
Gerakan partisipatif itu yang kami butuhkan, makanya keÂmudian kami menyiapkan pojok pengawasan. Kami ingin menÂgajak masyarakat untuk sama-sama aktif di dalam melakukan pengawasan pemilu.
Pojok pengawasan itu untuk 2018? Enggak, kalau pojok pengaÂwasan itu sudah dari September 2017. Sementara untuk gerakan partisipatifnya sendiri sebetulÂnya sudah lama.
Kalau masyarakat meneÂmukan dugaan kecurangan, lapornya ke pojok pengaÂwasan? Begini, gerakan partisipatif masyarakat itu ada dua. Pertama, kami memberikan pendidikan kepada masyarakat. Kami meliÂbatkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam mengawasi pemilu. Untuk itu kami mendirikan pojok-pojok pengawasan.
Artinya, masyarakat kaÂlau mau belajar pengawasan pemilu dia selalu ada. Kami juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk mendidik masyarakat. Saya rasa itu benÂtuk pendidikan politik kepada masyarakat. Kalau melaporkanÂnya itu bisa dimana saja.
Bisa di Banwaslu tingkat kaÂbupaten/kota bisa, di Bawaslu tingkat provinsi juga bisa. Lalu kalau mau lapor ke Panwascam (Panwaslu Kecamatan-red) yang dibentuk juga bisa.
Pojok politik ada di mana saja? Pojok pengawasan itu adanya di tingkat provinsi. Kami sudah instruksikan supaya dibangun di tempat publik yang muÂdah diakses, seperti di mall. Kami harap dengan begitu masyarakat semakin berperan aktif untuk mengawasi jalanÂnya pemilihan. ***
BERITA TERKAIT: