Selamat Merayakan Hari Raya Idul Adha

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Jumat, 01 September 2017, 10:03 WIB
<i>Selamat Merayakan Hari Raya Idul Adha</i>
Jaya Suprana/Net
SEORANG tokoh pejabat tinggi yang namanya tidak perlu saya sebut di naskah yang dimuat atas budi baik RMOL ini, pernah sesumbar bahwa pembangunan mutlak membutuhkan pengorbanan.

Yang mengerikan sanubari,  ternyata yang harus siap berkorban bukan pihak pemerintah sebagai pelaksana pembangunan namun rakyat yang dianggap sekedar sebagai obyek bahkan tumbal alias korban pembangunan.

Saya bersyukur bahwa satu di antara sekian banyak pelajaran tentang Islam yang diwariskan oleh almarhum mahaguru Islam saya, Cak Nur alias DR. Nurcholis Madjid kepada saya adalah mengenai makna pengorbanan  yang terkandung di dalam Idul Adha.
 
Nabi Ibrahim
Alkisah, Nabi Ibrahim membawa puteranya, Nabi Ismail ke Mina. Setiba di Mina, Nabi Ibrahim bertanya kepada Nabi Ismail  “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102). Nabi Ismail menjawab ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102). Nabi Ismail juga memohon  “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan.

Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.

Tajamkanlah pedang dan goreskan segera di leherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulkan rasa sedih di hati ayah.”

Setelah mendengar keikhlasan putranya, Nabi Ibrahim terharu “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!” Kemudian Nabi Ibrahim menggoreskan pedangnya ke leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun gagal menggoresnya.

Nabi Ismail

Nabi Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.” Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau gagal  melakukannya karena pedangnya selalu terpental.

Kemudian Nabi Ibrahim menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” . Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 106).

Pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir mengagungkan kebesaran Allah atas ketaatan kedua umat-Nya dalam menjalankan perintah-Nya. Peristiwa memuliakan Allah Yang Maha Kasih itu kemudian dirayakan sebagai hari raya Idul Adha.

Pengorbanan
Dalam menghayati makna kisah mengharukan tersebut dapat ditafsirkan bahwa makna pengorbanan yang terkandung di dalam hari raya Idul Adha pada hakikatnya merupakan pengorbanan secara murni sukarela dan tulus ikhlas oleh pihak yang meyakini diri siap bahkan ikhlas untuk dikorbankan tanpa indoktrinasi apalagi paksaan dari pihak mana pun.

Kesepakatan pengorbanan didahului proses dialog musyawarah-mufakat antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sehingga menjadi suatu kesepakatan pengorbanan yang bukan berdasar instruksi apalagi paksaan namun benar-benar murni tulus ikhlas dipersembahkan oleh manusia kepada Allah SWT. Selamat merayakan hari raya Idul Adha.[***]


Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan



< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA