Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hari Kejepit, Farhat Abbas Tak Penuhi Panggilan KPK

Kasus Merintangi Penyidikan E-KTP

Sabtu, 19 Agustus 2017, 08:57 WIB
Hari Kejepit, Farhat Abbas Tak Penuhi Panggilan KPK
Farhat Abbas/Net
rmol news logo KPK melanjutkan kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP. Sejumlah saksi pun dipanggil untuk diperiksa pada hari Jumat kemarin yang merupakan hari kejepit setelah libur 17 Agustus.
Selamat Berpuasa

Salah satu saksi yang di­panggil adalah Farhat Abbas. Namun pengacara kondang itu tak memenuhi panggilan KPK. "Hingga sore tadi (kemarin— red) saksi tidak datang," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Menurut Febri, Farhat Abbas tak hadir memenuhi panggi­lan pemeriksaan tanpa alasan. Penyidik pun menjadwalkan ulang pemeriksaan Farhat Abbas pekan depan.

Febri mengimbau Farhat Abbas agar memenuhi panggilanpemeriksaan pekan depan. Kesaksiannya dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara ter­sangka Markus Nari.

Hingga tadi malam, Farhat Abbas belum bisa dikonfirmasi mengenai ketidakhadirannya memenuhi panggilan KPK.

Sebelumnya, Farhat pernah diperiksa KPK dalam kasus ke­saksian palsu di sidang perkara korupsi e-KTP dengan tersang­ka anggota DPR Miryam S Haryani.

Farhat menjadi kuasa hukum Elza Syarief yang juga dipang­gil KPK untuk menjadi saksi kasus kesaksian palsu Miryam S Haryani.

Ia sempat mendampingi pe­meriksaan Elza Syarief di KPK pada 17 April 2017 lalu. Usai pe­meriksaan, Farhat mengungkap­kan Elza sempat dikonfirmasi mengenai pertemuan dengan Miryam S Haryani dengan pen­gacara bernama Anton Taofik di kantor Elza.

Farhat mengungkapkan ada petinggi partai yang mengini­siasi pertemuan tersebut. "Pokoknya, dalam pemeriksaan lalu, Ibu Elza dikejar, termasuk petinggi partai yang dianggap mengatur pertemuan," beber Farhat di Gedung KPK, Senin, 17 April 2017.

Pada pemeriksaan sebelum­nya, 5 April 2017, Elza membenarkan Miryam bertemu Anton di kantornya. Pada pertemuan tersebut, Elza mengatakan Miryam sempat bercerita mengenai kasus e-KTP.

Namun Elza membantah menyarankan Miryam men­cabut keterangan yang tertuang dalam berita acara pemerik­saan (BAP) saat proses pe­nyidikan kasus e-KTP. Anton diduga sebagaiorang yang mempengaruhi Miryam untuk mencabut BAP.

Untuk membongkar kasus ini, KPK telah memeriksa Robinson, pengacara di kantor advokat Alfonso & Partners. Ia diduga terlibat konspirasi agar Miryam mencabut keterangan di persidangan kasus e-KTP.

Robinson telah beberapa kali dipanggil KPK. Sebelumnya, dia pernah diperiksa untuk perkara Miryam. Begitu pula, Anton Taofik, anak buah Rudy Alfonso lainnya.

KPK telah menggeledah kan­tor Rudy di lantai 15 Suite G, The H Tower, Kuningan Jakarta Selatan, rumah Anton Taofik di Jalan Lontar Lenteng Agung Residence, Jakarta Selatan dan rumah Robinson di Jalan Semen Perumahan Pondok Jaya, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Dari penggeledahan itu, pe­nyidik menyita sejumlah doku­men penting terkait konspirasi untuk menghalangi penyidikan dan penuntutan kasus e-KTP. Robinson lalu dipanggil KPK untuk diminta penjelasan mengenai dokumen hasil sitaan.

KPK menetapkan anggota DPR Markus Nari sebagai ter­sangka kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP. Markus diduga terlibat konspirasi agar Miryam mencabut kesaksiannya soal kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Latar Belakang
Penyidik Temukan BAP Miryam

Geledah Rumah Markus Nari
 
KPK mengusut keterlibatan ang­gota DPR Markus Nari dalam mengatur kesaksian Miryam S Haryani di sidang korupsi e-KTP. Penyidik telah menggeledah ru­mah Markus dan menemukan fo­tokopi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi kasus e-KTP.

Penggeledahan dilakukan di kediaman pribadi Markus di Pancoran, Jakarta Selatan dan rumah dinas anggota DPR. Dalam penggeledahan itu, penyidik juga menyita sebuah flash disk dan telepon genggam Markus.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, pe­nyidik masih menelusuri keterlibatan Markus berdasarkan se­jumlah barang bukti yang disitadari penggeledahan. "Sedang dikembangkan apa saja isi dan dua alat bukti yang disita dari rumah saksi," katanya.

Rencananya, Markus bakal kembali diperiksa untuk dimintai klarifikasi atas sejumlah barang bukti yang disita dari rumahnya. "Dalam waktu akan dikonfir­masi kepada saksi MN dan orang-orang yang diduga berkaitan dengan dengan barang yang disita penyidik," kata Febri.

Markus pernah dipanggil untuk menjadi saksi kasus pem­berian keterangan palsu yang dilakukan Miryam di sidang korupsi e-KTP. Ia dijadwalkan diperiksa pada 9 Mei 2017, na­mun tak datang.

Sepekan kemudian, anggota Komisi II DPR 2009-2014 itu memenuhi panggilan KPK.

Untuk menelusuri keterlibatan Markus, KPK bakal memanggil orang-orang dekatnya. Penyidik telah meminta data staf Markus di Senayan dari Sekretaris Jenderal DPR.

Dalam sidang perkara korupsi e-KTP, Markus pernah dipang­gil menjadi saksi. Namanya disebut dalam surat dakwaan pernah meminta uang kepada terdakwa Irman (bekas Dirjen Administasi Kependudukan & Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri) sebesar Rp 5 miliar pada Maret 2012.

Untuk memenuhi permint­aan itu, Irman memerintah­kan Sugiharto (bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan) memintanya dari Anang S Sudiharjo, Direktur UTama PT Quadra Solution. PT Quadra adalah anggota konsor­sium PNRI, pemenang tender e-KTP.

Di persidangan, Markus men­gaku kenal dengan Sugiharto dan pernah bertemu di kantor Ditjen Adminduk. Namun dia membantah pernah menerima uang dari Irman dan Sugiharto.

"Saat saya datang ke kantor Pak Irman itu, tidak pernah saya bicarakan uang untuk teman-te­man. Saya fokus untuk program ini, makanya saya datang sama tim," kata Markus.

Ia juga membantah ikut mem­bahas anggota proyek e-KTP ketika menjadi anggota Komisi II DPR 2009-2014. "Berarti Saudara ngantuk kalau di kantor. Ada pem­bahasan anggaran yang akan dilun­curkan tahun 2013 sebesar Rp 1,45 triliun dibahas di sepanjang tahun 2012, kok Saudara nggak tahu?" cecar jaksa KPK.

Markus tetap berkelit. Ia hanyamengakui ikut pembahasan ang­garan e-KTP pada April sampai Juli 2012.

Di persidangan ini, Markus mengakui pernah bertemu dengan Miryam di Pacific Place dengan Miryam. Ia membicarakansejumlah proyek, namun bukan e-KTP.

Terdakwa Sugiharto menyang­gah kesaksian Markus uang soal. Ia menegaskan pernah menyer­ahkan langsung uang Rp 4 miliar ke tangan Markus.

"Jadi, setelah disampaikan Pak Irman, segera saya tindaklanjuti. Saya sampaikan kepada Markus Rp 4 miliar di Senayan. Setelah itu saya serahkan langsung ke Pak Markus," kata Sugiharto.

Meski demikian, Markus tetap berkelit pernah menerima fulus dari Sugiharto. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA