Kelompok radikalisme selalu berusaha dan berjuang untuk membentengi umat dengan berbagai jargon, seperti kembali kepada Qur'an dan sunÂnah, kelompok pembela Islam, amar makruf nahi munkar,
fi sabilillah, kelompok mujahidin, pembela Islam, dan berbagai jargon keagamaan lainnya. Yel-yelnya juga menggunakan kalimat-kalimat suci seperti
"Allahu Akbar", dan yel-yel lainnya. KelomÂpok ini juga biasanya memiliki atribut-atribut pakaian dan identitas fisik yang gampang dikenali bahwa mereka adalah bagian dari kelompok itu. Ciri-ciri gerakan mereka memiliki kelompok jamaah dan memang sering melakukan berbagai kegiatan denÂgan cara berjamaah. Mereka memiliki semangat juang dan semangat pengorbanan yang kuat. SoliÂdaritas antara sesama kelompok sangat kuat. BuÂkan hanya di kalangan kaum pria tetapi juga kaum wanitanya. Fenomena terakhir kelompok ini juga mendirikan kelompok-kelompok bisnis untuk menÂciptakan kesejahteraan kepada sesama anggotanya. Di samping itu dibentuk kelompok-kelompok advokasi untuk membela dan memperjuangkan seÂgenap anggotanya jika ada yang terlibat dalam perÂsoalan hukum. Kelompok ini tidak mau tahu, apalaÂgi tidak mau takluk dengan kekuatan dan pengaruh barat. Mereka sangat
self confident karena meÂmang mereka sangat yakin terhadap keyakinannya bahwa Islam adalah paling tinggi dan tak akan perÂnah ada yang mengalahkannya (
al-islam ya'lu wa la yu'la 'alaih).
Kelompok liberalisme, yang biasa juga diseÂbut kelompok JIL(Jaringan Islam Liberal), selalu berusaha untuk memperkenalkan ide-ide di daÂlam masayrakat bahwa Islam adalah agama keÂmanusiaan. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai logika dan kemanusiaan. Jika seÂandainya ada dali-dalil agama yang bertentangan atau tidak sejalan dengan perinsp-perinsip kemaÂnusiaan maka yang harus dimenangkan ialah peÂmahaman yang pro-kemanusiaan. Al-Qur’an dan hadis untuk manusia dan kemanusiaan, bukan seÂbaliknya. Kelompok ini memang tidak sebesar dan tidak sefanatik dengan kelompok pertama tetapi anggota-anggotannya kebanyakan dari kelas meÂnengah dari kelompok silent majority. Mereka tidak memiliki atribut dan identitas resmi, namun aktivitas mereka mudah dilihat karena domain kegiatannya lebih banyak di level penguatan intelektual dan peÂmikiran. Mereka memiliki atau akrab dengan berbaÂgai media, karena pada umumnya mereka memiliki kemampuan menulis dan diskusi yang lebih baik. Meskipun anggotanya terbatas tetapi mereka tidak gampang ditaklukkan secara hukum dan logika. Mereka juga sangat percaya diri dan sangat yakin kalau pemikirannya benar. Mereka juga tidak takut untuk dikafirkan atau dimurtadkan karena mereka tahu itu hak proregatif Tuhan yang tidak bisa diamÂbil alih oleh manusia, apalagi oleh kelompok yang dinilainya berpandangan sempit.
Sebetulnya kedua kelompok ini secara objektif bisa dinilai tidak berbeda jauh, apalagi jika diliÂhat dari sudut substansi yang diperjuangkannya. Keduanya sama-sama ingin meninggikan kaliÂmat Allah (li I'la'I kalimatillah) dengan cara, takÂtik, strategi, dan metodologi yang berbeda. KedÂuanya sama-sama ingin mewujudkan umat yang sejahtera lahir dan batin. Keduanya juga memÂpunyai keinginan kuat untuk melihat umat Islam memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa atau agama-agama lainnya.