Kata Muhadjir, aturan delaÂpan jam belajar sehari justru akan memasukkan kultur itu ke dalam penilaian guru terhadap siswanya. Berikut penjelasan Muhadjir terkait aturan delapan jam belajar dalam sehari;
Apa sih alasan Anda ngotot menerapkan aturan delapan jam belajar per hari dalam lima hari sepekan?Ini sebetulnya terkait Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubaham atau Revisi Beban Kerja Guru. Beban kerja guru kita samakan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lainnya yang sudah diberÂlakukan di beberapa kantor, yakÂni terkait lima hari kerja. Kenapa itu diberlakukan? Karena setelah sekian puluh tahun (aturan yang lama itu) berjalan, kriteria peÂnilaian terhadap kinerja guru dirasa kurang sesuai di lapangan. Yaitu minimum 24 jam tatap muka itu tidak mencerminkan tugas pokok guru secara keseluruhan.
Lho memang selama ini guru tidak diberikan petunjuk teknis mengenai job descripÂtion-nya?
Jadi sebetulnya tugas pokok guru itu tidak hanya sekadar mengajar di kelas. Akibatnya selama ini banyak tugas-tugas guru yang tidak diakui. Karena itu kita mencari alternatif agar lebih longgar di dalam menilai kinerja guru, kita menyepaÂdankan kinerja guru dengan standar-standar yang berlaku di dalam aturan ASN pada umumÂnya. Sehingga munculah aturan masuk lima hari kerja bagi guru. Kemudian bagi sekolah juga harus menyesuaikan lima hari sekolah itu.
Banyak kalangan khawatir aturan ini justru akan membeÂbani siswa yang kebanyakan terbiasa sekolah hanya enam jam per hari?Insya Allah tidak. Ini memang masih banyak persepsi yang salah di sebagian masyarakat, seolah-olah anak-anak masuk di kelas selama depalan jam, diberÂikan pelajaran terus menerus, itu sama sekali tidak benar. Jadi sekali lagi, pelajaran itu tetap mengacu pada kurikulum 2013, namun nanti akan diperbanyak dengan kegiatan ekstrakuliÂkuler sebagai pemenuhan dari visi Presiden yang menetapkan bahwa untuk pendidikan dasar terutama SD dan SMP itu harus diperkuat, diperbanyak pada pembentukan karakter dan peÂnanaman budi pekerti.
Memang mestinya berapa persen porsi program pemÂbentukan karakter dan peÂnanaman budi pekerti yang diamanatkan oleh Presiden?Itu kita usahakan mencapai 60-70 persen, sehingga kegiatan transfer pengetahuan oleh guru hanya 30 persen saja, sisanya aktivitas murid untuk membenÂtuk karakter yang bersangkutan dan di dalam program kita sudah ditetapkan ada lima karakter priÂoritas dari 18 karakter yang ada. Antara lain keagamaan, nasionÂalisme, gotong royong, integritas dan pribadi seperti jujur, pantang menyerah dan lainnya. Sekali lagi delapan jam itu anak-anak tidak harus di kelas, tapi bisa di lingkungan sekolah, yang pentÂing semuanya harus menjadi tanggung jawab sekolah.
Anda tidak khawatir aturan ini akan membentur kebiÂasaan orang tua yang selalu melibatkan anaknya untuk membantu bekerja sepulang sekolah?Justru (aturan ini) membantu orang tua. (Aturan) ini akan menjadi penilaian dari kita unÂtuk menilai karakter anak yang bersangkutan.
Tapi kan kegiatan itu terjadinya di luar jam sekolah, bagaimana cara monitoringnya?Jadi delapan jam itu bisa terÂjadi di dalam kelas, bisa terjadi di luar kelas. Itu tetap tanggung jawab guru dan sekolah. Justru guru, masyarakat dan orang tua harus bersentuhan dong dengan sekolah.
Misalnya ada anak bekerja membantu orang tua, itu diÂmasukan dalam penilaian?Iya itu bagian dari proses pemÂbentukan karakter. Yang penting harus dari bagian yang dinilai, dipantau oleh guru. Sebab guru itu disamping sebagai pengajar, dia juga kan sebagai fasilitaÂtor. Jadi guru itu juga harus bisa menggali potensi anak. Siapa tahu masa kecilnya sudah mambantu orang tua, besarnya menjadi pengusaha besar. Itu guru sudah membibit sejak dini dengan memberikan arahan-arahan.
Dalam proses penerapan aturan ini, apakah Anda suÂdah diuji coba terlebih dulu?Sudah dilakukan uji coba sejak kita gulirkan penguatan karakter itu. Bahkan sempat jadi heboh juga itu, kan saya dipangÂgil oleh Presiden supaya dibikin piloting dulu, diuji coba dulu. Kemudian waktu itu kita memilÂih 1.500 sekolah, kemudian tahun pembelajaran ini kita memiliki target sebetulnya hanya 5.000 tapi ternyata ada 9.300 sekolah. Kemudian ada pemerintah daerah yang sudah mengadopsi secara suÂkarela. Ada sembilan kabupaten kota mengadopsi program penÂguatan karakter ini. ***
BERITA TERKAIT: