Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Zikrul Qalbi Di Malam Ramadhan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Selasa, 06 Juni 2017, 20:59 WIB
Zikrul Qalbi Di Malam Ramadhan
"NGAJI Pasanan libur." Kata Tarjo kepada santri yang lain, layaknya penyambung lidah Kiai Daman.
"Kenapa?" Tanya salah seorang santri yang masih ngucek matanya menahan kantuk.
"Kiai sedang pergi." Jawab Tarjo.

Kiai Daman yang dikabarkan pergi ternyata masih ada di rumahnya. Malam itu ada lelaku tidak rutin pada kiai yang tidak pernah pakai sorban ini. Tidak seperti biasanya, Kiai Daman malam itu ingin menyendiri dari hiruk-pikuk santrinya yang tak kenal lelah mengaji kepadanya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Seakan ada kerinduan yang mendesaknya, dalam kesendirian itu ia bergegas mengambil air wudhu. Lalu diteruskan dengan salat sunnah dua rakaat. Sehabis salat, ia duduk bersila, hanyut dalam kekhusu’an wirid.

Selang beberapa lama Kiai Daman tampak tertidur duduk sambil mulutnya terus berkomat-kamit. Dalam tidurnya, Kiai Daman merasakan ada orang yang membangunkannya. Ia dipaksa beranjak dari tempat duduknya.

"Siapa Anda memaksa saya bangun?" Tanya Kiai Daman mengibaskan tangannya menolak. Orang misterius itu tidak menjawab, bahkan justru menggaetnya.
"Mari ikut saya." Tanpa kompromi lagi Kiai Daman dipaksa ikut. Kiai Daman terbawa dalam ajakannya.

Sungguh suatu perjalanan yang aneh, Kiai Daman terangkat ke atas kira kira seratus meter. si misterius terus menggandeng tangannya seakan menerobos langit. Sesekali Kiai Daman memandang ke bawah dan ia dapati jasadnya tetap duduk bersila.

"Apa yang terjadi pada diri saya ini?" Tanya Kiai Daman dalam hati.

Setelah beberapa lama perjalanan mengarah lurus ke atas, orang misterius tersebut mengarah bergerak horizontal menuju arah barat. Tidak lama kemudian berbelok lagi meluncur ke bumi. Begitu mendekati dataran bumi, Kiai Daman mengenali bahwa daerah yang akan ia injak adalah kompleks pemakaman guru-guru pesantrennya sekeluarga.

Saat akan menjejakkan kakinya di bumi, Kiai Daman melihat salah satu kuburan tepat di bawahnya tiba-tiba terbuka. Tanpa mampu lagi menghindar, ia dan si misterius pun masuk dalam petak kuburan itu. Bak orang mati yang menunggui pengadilan, Kiai Daman duduk dalam kesendirian.

Cukup lama Kiai Daman memperhatikan sekeliling ruangan kuburan itu. Luasnya tidak jauh beda dengan luas kamar tidur sederhana. Suasananya cukup bersahabat, tenang dan terdapat sinar kira-kira sebesar lampu lima watt. Di salah satu dinding ruang kuburan, ternyata ada sebuah pintu masuk. Lamat-lamat Kiai Daman mendengar ada suara di balik pintu itu. Benar saja, orang misterius tadi muncul dari balik pintu. Ia menghampiri Kiai Saridin dan mengajaknya keluar lewat pintu tersebut.

"Mari Aku ajak kamu menemui beberapa orang pilihan." Masih dalam ketidakmengertian, Kiai Daman mengikutinya. Alangkah terkejutnya Kiai Daman, ternyata di luar dinding ruang kuburan itu terdapat area yang cukup luas. Lebih menakjubkan lagi, di situ telah duduk melingkar belasan orang-orang berwajah suci yang telah menunggu Kiai Darman
"Siapakah mereka?" Tanya Kiai Darman tepada teman misteriusnya.
"Ucapkan salam dan kenalilah beliau-beliau," Jawab si misterius.

Tanpa menunggu lama lagi, Kiai Daman menyalami orang-orang suci bersih yang selalu sumringah itu. Wajah Kiai Daman sendiri serta merta tampak berbinar bahagia manakala satu-persatu orang itu menyebutkan nama. Ternyata lingkaran orang-orang suci itu adalah kiai-kiainya di pesantren yang selama ini ia kenali hanya sebatas nama dari satu silsilah.

"Sebuah anugerah Allah yang tiada tara. Hari ini Aku telah mengenal guruku yang telah wafat ratusan tahun yang lalu." Bisik Kiai Daman, entah kepada siapa.

Kiai Daman tak henti-hentinya memuji kebesaran Tuhan atas apa yang telah ia saksikan. Si misterius yang berada tak jauh darinya bertanya, "Sudah cukupkah ini untukmu?" Kiai Darman mengangguk, meski sebenarnya hatinya terasa berat beranjak dari lingkaran guru-gurunya.

Begitu dirasakan cukup, bergegas si misterius membawa Kiai Daman keluar kuburan dan kembali menempuh perjalanan seperti saat pergi pertama kali. Akhirnya Kiai Daman pun dikembalikan ke tempat duduknya, di mana ia dipaksa ikut beberapa waktu lalu. Mulut Kiai Daman masih komat kamit. Matanya juga masih terpejam.

"Pak, ayo kita sahur." suara lembut bu Nyai Daman membangunkannya. Bu Nyai Daman menunggu suaminya beranjak dari tempat duduk. Beberapa saat ditunggu, Kiai Daman masih duduk terpekur dengan mulut tetap komat kamit.
"Atau saya bawa kemari saja, Bapak mau minum apa?" Tawar Bu Nyai Darman.
"Minum la ilaha illallah." Jawab Kiai Darman sambil sedikit menoleh.

Selamat Berpuasa.

Penulis adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA