WAWANCARA

Tjahjo Kumolo: Ada Seorang Dekan, Pas Mau Dilantik Baru Ketahuan Ternyata Penganut ISIS

Jumat, 02 Juni 2017, 08:43 WIB
Tjahjo Kumolo: Ada Seorang Dekan, Pas Mau Dilantik Baru Ketahuan Ternyata Penganut ISIS
Tjahjo Kumolo/Net
rmol news logo Politisi PDI Perjuangan ini mengusulkan agar kewenan­gan menentukan rektor perguruan tinggi diberikan kepada Presiden Jokowi, bukan lagi dipegang Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti).

Apa saja alasan dibalik usu­lan tersebut, berikut penuturan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Selain bicara soal usulannya Menteri Tjahjo juga memaparkan terkait perkembangan pembahasan tambahan kursi tambahan parlemen dan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Berikut penuturan Menteri Tjahjo selengkapnya;

Kabarnya Anda mengusul­kan agar kewenangan pe­nentuan rektor diberikan ke Presiden saja, bukan kepada Menristekdikti. Benar begitu?
Betul, selama ini Dikti. Hasil komunikasi kami dengan Pak Mensesneg dan Presiden serta Menristekdikti. Kami kira sudah keputusan terakhir harus dari Pak Presiden. Penentuan rek­tor juga akan diambil langsung oleh Bapak Presiden, tidak boleh Menristekdikti.

Ini yang kami usulkan, syukur bisa di istana pelantikannya, karena apapun peran perguruan tinggi adalah sangat sentral un­tuk membangun bangsa ini semakin baik. Saya kira surat dari Mensesneg dan Setkab sudah disampaikan Menristekdikti su­paya dalam upaya tentukan rektor yang sekian persen kewenangan Menristekdikti itu hukumnya wa­jib konsultasi dengan Presiden. Inilah saya kira hal yang ingin kita bangun dalam upaya wujud­kan kebersamaan kita.

Memang pertimbangan dari usulan Anda itu apa saja?
Supaya utuh sajalah. Saya tidak bisa definisikan. Saya kira ada forum konsultasi antara Dikti, Menko dan Presiden sebelum putuskan siapa yang jadi rektor.

Apa usulan Anda ini juga terkait adanya kekhawati­ran adanya infiltrasi paham radikalisme masuk kampus?
Salah satunya. Proses gera­kan-gerakan aktualisasi kam­pus memang harus dicermati. Memang Pak Menristekdikti sudah sampaikan bahwa rektor harus tanggung jawab. Tapi da­lam proses penyeragaman saya kira harus Presiden.

Itu ditujukan kepada per­guruan tinggi negeri atau per­guruan tinggi swasta juga termasuk?
Arahnya memang Pak Menristekdikti juga soal bantuan, ker­jasama, kontribusi itu jangan dibedakan antara negeri dan swasta. Apapun mereka juga punya program dan komitmen yang sama.

Nanti aturan baru itu kelak akan dituangkan dalam ben­tuk keppres atau apa?
Silakan tanya Menristekdikti sebab mekanisme baku sudah ada tapi sama dengan Sekda, Bupati, Walikota, Gubernur itu harus sepengetahuan Presiden.

Berarti regulasi harus dibuat lagi ?
Saya kira tidak. Regulasi sudah ada, hanya proses meka­nismenya.

Tapi apakah sudah ada kasus temuan soal adanya ancaman radikalisme di kampus?
Ada seorang dekan yang su­dah mau jadi pimpinan PT (Perguruan Tinggi), pada saat mau pelantikan baru ketauan bahwa dia adalah penganut ISIS. Itu yang disampaikan oleh Menristekdikti pada saat itu.

Oh itu di kampus mana?
Tanya Pak Menristekdikti ya.

Memang sudah berapa ban­yak kasus seperti itu?
Tanya Pak Menristekdikti. Tadi hanya sebagai contoh. Itu saat mau disahkan oleh Menristekdikti baru ketauan dia ISIS. Satu kasus pun harus dicermati. sebab menyangkut mahasiswa, masyarakat, maka peran PTsama dengan peran pers. Dia bisa berkomunikasi dengan masyarakat semua lapisan, bisa ikut menggerakkan, mengorga­nisir, membangun pola pikir.

Oh ya terkait dengan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), persiapan Kemendagri seperti apa?
Persiapan sudah matang. Tinggal menanti hari H, nanti pak Menkopolhukam mengu­mumkan.

Kalau dari Kemendagri sendiri apa yang disiapkan?

Pertama kami siapkan dari semua daerah masukan-masu­kan daerah, dari Kesbangpol, kita serahkan semua di posko Kemenkumham dan kepolisian, ada BIN, ada kejaksaan semua sudah matang dan tinggal ambil sikap. Mudah-mudahan tidak terlalu lama.

Selain HTI, ada apa lagi organisasi masyarakat yang akan dibubarkan?

Sementara baru HTI.

Soal lain. Terkait penam­bahan 15 kursi di parle­men kabarnya pemerintah akhirnya menyetujuinya. Bukankah dengan begitu be­ban keuangan pemerintah bertambah?
Pemerintah prinsipnya mema­hami keinginan aspirasi seluruh fraksi-fraksi Pansus (panitia khusus) Rancangan Undang-Undang Pemilu bahwa pertim­bangan tambah kursi dipahami karena terkait tingkat kemahalan kursi di daeral pemilihan (Dapil) yang berbeda, ditambah karena pemekaran daerah. Lalu koreksi terhadap DOB yang lalu seperti jumlah Provinsi Maluku diambil provinsi Maluku Utara dan lain-lain. Memang pemerintah sepa­kat kalau tambahan komprominya maksimal 15 kursi. Sebelumnya fraksi-fraksi Pansus RUU Pemilu meminta 19 kursi, namun keputu­san Pansus RUU Pemilu menerima 15 kursi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA