Hal itu diungkapkan mantan atlet bulutangkis Indonesia, Hariyanto Arbi. Juara All England tahun 1993 dan 1994 itu tak pernah meragukan loyalitas dan dedikasi para pebulutangkis terhadap NKRI.
"Kalau kita lihat di bulutangkis, kami sudah mengalami sendiri. Kami beda agama, beda golongan, beda ras, tapi bisa tetap satu untuk kejayaan Indonesia," ujar Hariyanto kepada Kantor Berita Politik RMOL usai konferensi pers dalam rangka Hari Kelahiran Pancasila bersama Komunitas Bulutangkis Indonesia, di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (1/6).
Salah satu peserta Kontingen Piala Thomas 1998 itu menceritakan, misalnya, dalam ajang Piala Thomas yang diikutinya itu Indonesia diperkuat para pemain dari berbagai daerah.
"Asal saya Kudus, Sigit Budiarto (asal) Yogyakarta, Rexy dan Marlev Mainaky dari Ternate. Tapi demi merah putih kami buang jauh-jauh segala perbedaan itu. Semangat Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika menjadi pemersatu kami," tuturnya.
Menurutnya, bulutangkis bisa memberi contoh dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, juga toleransi keberagaman.
"Iya, pasti. Contohnya kan sudah ada di bulutangkis. Dari generasi om Joe Hok (Tan Joe Hok) sampai sekarang," tutupnya.
Tan Joe Hok merupakan atlet bulutangkis Indonesia era 1950-an. Ia menjadi atlet bulutangkis pertama di Indonesia yang menjadi juara All England tahun 1959. Joe Hok juga masuk dalam kontingen saat Indonesia meraih Piala Thomas pertama kalinya tahun 1958 di Singapura.
[ald]
BERITA TERKAIT: