WAWANCARA

Hasyim Asy'ari: Kalau UU Pemilu Molor, Konsekuensinya Harus Ada Penataan Ulang Tahapan Pemilu

Selasa, 23 Mei 2017, 08:44 WIB
Hasyim Asy'ari: Kalau UU Pemilu Molor, Konsekuensinya Harus Ada Penataan Ulang Tahapan Pemilu
Hasyim Asy'ari/Net
rmol news logo Bekas Anggota KPUD Jawa Tengah ini menjelaskan, apa­bila pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu molor, maka tahapan Pemilu harus ada yang ditata ulang. "Dari sekian macam tahapan yang paling memungkinkan untuk ditata ulang skala waktu­nya ialah kampanye," jelasnya. Berikut penuturan Hasyim se­lengkapnya;

Pembahasan RUU Pemilu molor, apakah ada langkah antisipasi dari KPU?
KPU merupakan pelaksana undang-undang. KPU kan bek­erja apabila undang-undangnya telah diundangkan. Bahwa ke­mudian ini molor, itu kan kon­sekuensinya tahapan pemilu dari segi skala waktunya ada yang harus ditata ulang.

Apa yang mungkin bakal ditata ulang?
Kampanye. Formatnya seperti apa nanti kita diskusikan lagi. Tapi dari sekian macam tahapan yang paling memungkinkan un­tuk ditata ulang skala waktunya ialah kampanye.

Salah satu penyebab dari molornya pembahasan RUU lantaran adanya isu-isu kru­sial. Bagaimana KPU menang­gapinya?
KPU tidak membahas itu. KPU itu membahas seperti apa sih yang dimaksud dengan kes­erentakan. Kalau keserentakan dimaksud dengan mencoblos di hari yang sama itu pertanyaan pemilih akan memilih berapa lembaga itu. Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kota.

Lantas dari pengertian keserentakan itu apa persoalan utama yang akan menjadi pokok pembahasan KPU?
Misalnya begini, dengan pemilu serentak itu kira-kira setiap pemilih dalam satu TPS itu berapa durasi waktunya. Dari situ KPU bisa meran­cang satu TPS ini bisa kita atur biliknya mau tiga atau lima bilik. Jadi sekian pemilih bisa memilih bersamaan. Kemudian dari situ kita akan menghitung, dari TPS dibuka mulai jam 7 pagi selesai berapa jam, masih cukup kah kalau menggunakan di hari yang sama. (Aturan) pemungutan dan penghitungn suara dilakukan di hari yang sama, apakah formula itu masih tepat atau tidak. Kalau misalnya memilih lima jenis lembaga dan membutuhkan waktu.

Selain persoalan di TPS, persoalan apalagi yang akan dihadapi?
Sistem memilih proposional dengan calon terbuka, itu kan artinya pemilih akan memilih tanda gambar partai atau calon, karena nama calon dimunculkan di surat suara. Itu artinya desain surat suara kan berpengaruh. Kemudian pemilih yang akan memilih juga akan berpengaruh. Karena pemilih tidak hanya memilih tanda gambar partai tapi juga memilih calon. Gagasan-gagasan seperti ini yang kami sampaikan kepada pembentuk undang-undang tentang TPS ini 300 atau 500 pemilih per TPS. Karena ada perhitungan skala waktu pemungutan suara.

Bagaimana dengan jumlah petugas di TPS?

Kalau formatnya satu TPS tujuh orang (petugas), itu kan tidak mungkin kerja full time 24 jam. Karena teman-teman ang­gota KPPS kan manusia biasa juga yang perlu istirahat. Nah kalau perlu istirahat, pemungutan suara hari H, lalu dilanjutkan penghitungan suara hari kedua. Pertanyaannya, kotak-kotak su­ara akan disimpan di mana? Yang begitulah konsekuensinya.

Oh ya mengenai uji ma­teri Pasal 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ten­tang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi, bagaimana kelan­jutannya?
No comment lah. Kita kan sudah mengajukan. Terserah MK kapan mau memutuskan dan hasilnya apa.

Bukannya lebih baik jika diputuskan segera, kan RUU Pemilunya sedang dibahas juga?
Penting juga ya untuk disegerakan. Karena RUU sedang dibahas, sehingga norma apa yang perlu diadopsi, itu sejalan dengan putusan MK. Karena kan dalam Undang-Undang Pemilu ke depan pasti dibahas juga bagaimana format, bagaimana Undang-Undang KPU.

Bagaimana dengan Peraturan KPU untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019?
Untuk Pilkada 2018 sudah kita siapkan drafnya. Kemudian PKPU-PKPU (Peraturan KPU) yang lain yang mengatur tahapan maupun non tahapan sudah kita siapkan. Khusus yang PKPU tahapan karena kan Undang-Undang Pilkada kita ini kan ng­gak ada perubahan ya, sehingga kan rujukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Nomor 8 Tahun 2015 dan Nomor 10 Tahun 2016. Berdasarkan tiga Undang-Undang itu, peraturan KPU agak berserakan, misalnya mengatur satu topik pencalo­nan itu ada beberapa peraturan sehingga untuk memudahkan nanti kita akan menjadikan satu naskah.

Maksudnya naskah seperti apa?
Misalnya, Peraturan KPU nomor sekian tahun 2017 ten­tang pencalonan, itu yang sudah merangkum PKPU awal sampai PKPU akhir dan sudah mengi­kuti perkembangan undang-undang awal hingga undang-undang akhir.

Supaya bagi kita KPU mau­pun bagi para pemangku ke­pentingan yang berkepentingan dengan pilkada itu ketika mem­baca satu naskah tersebut, pasal awal hingga pasa akhir sudah mencakup semuanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA