Apabila setiap orang bisa dan boleh membuat berita maka setiap orang bisa dan boleh membuat berita sesuai kenyataan namun sayang juga berita tidak sesuai kenyataan alias apa yang kini mewabah dengan sebutan
hoax.
Dapat dikatakan bahwa
hoax adalah anak haram demokrasi.
Contoh berita
hoax paling legendaris dalam sejarah dunia hiburan adalah ketika Orson Welles "memberitakan" novel science-fiction HG Wells "The War of the Worlds" lewat sebuah radio show yang sempat (dikononkan) menghebohkan publik New York pada tahun 1938.
Meski pemberitaan tentang dampak radio show "The War of The Worlds" juga bisa dianggap sebagai
hoax sebab diragukan kebenarannya namun memang ulah Orson Welles terlanjur legendaris sebagai contoh
hoaxyang menimbulkan histeria massa.
Pada hakikatnya
hoax mirip dengan dongeng. Maka berita
hoax memang potensial berfungsi sebagai semacam dongeng yang menghibur yang potensial mendongkrak omset industri jurnalistik.
Namun di alam demokrasi yang belum mantap, memang
hoax rawan memicu berbagai reaksi emosional publik mulai dari sekedar bingung namun bisa juga kecewa sampai amarah bahkan benci. Kebencian rawan memicu kekerasan mulai dari yang batiniah sampai ke yang ragawiah.
Bukan mustahil jurnalisme
hoax bisa memicu perang seperti berita
hoax bahwa Saddam Husein diam-diam membangun industri senjata nuklir yang secara politis dimanfaatkan USA sebagai alasan untuk membom Irak.
Atau pemprov DKI Jakarta menganggap naskah-naskah saya yang memohon agar Bukit Duri jangan digusur sebab bangunan dan tanah di sana masih dalam proses hukum di PN dan PTUN sekedar sebagai
hoax belaka, terbukti 28 September 2016 para penggusur dikawal polisi dan TNI giat menggusur para gubuk warga Bukit Duri secara sempurna melanggar hukum dan HAM.
Syukur alhamdullilah, jurnalisme Indonesia memiliki jati diri khas yang unik mandiri yaitu jurnalisme
tabayyun. Sebenarnya cukup banyak daya kesaktian mandraguna dimiliki jurnalisme
tabayyun. Satu di antaranya adalah kesaktian mandraguna melawan jurnalisme
hoax. Ditambah bekal semangat jihad Al-Nafs sebagai perjuangan menaklukkan diri sendiri, para jurnalis
tabayyun tidak akan tega hati mengarang berita
hoax.
Maka tidak ada salahnya jurnalisme
tabayyun perlu bahkan wajib dihayati oleh para jurnalis Indonesia agar mereka tidak memproduksi misproduk anak haram demokrasi yang disebut sebagai
hoax.
Dipandang dari aspek semangat Kebanggaan Nasional, para jurnalis Indonesia membedakan jati diri secara unik dari para rekan jurnalis mancanegara dalam hal hanya para jurnalis Indonesia yang menghayati dan mengejawantahkan jurnalisme
tabayyun menjadi kenyataan.
[***]
Penulis adalah Anggota Dewan Penasehat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)