Hujatan tetap gencar dihantamkan ke pejuang kemanusiaan dari Jeneponto yang di usia jenja makin sakit-sakitan akibat tak kenal lelah dalam membela rakyat tergusur sehingga lalai merawat kesehatan diri sendiri.
Tampaknya Sandyawan Sumardi yang gigih membela warga Bukit Duri mulai dari lapangan sampai ke meja hijau memang diyakini sebagai "duri dalam darah daging" para penggusur dan para pendukungnya.
Hujatan yang semula "hanya" terdiri dari "Bodoh", "Guobluok", "Serigala Berbulu Domba", "Ketahuan aslinya setelah dibuka kulitnya oleh Ahok", "Bunglon", "Pencari kekuasaan belaka", "Penjual kemiskinan", "Sosialis", "Komunis", "Murtad ", “Pengkhianat Katolik" kemudian diperkaya dengan "Mualaf", "Koruptor", "Penghasut" bahkan "Kriminal".
Bahkan para penghujat tidak puas dengan kreatifitas menggubah hujatan atau merekayasa fitnah maka menggunakan kemampuan teknologi dunia maya untuk menghapus dan melenyapkan data-data prestasi pengabdian nyata Sandyawan Sumardi seperti misalnya anugerah gelar "Star Of Asia" dari majalah Asiaweek dari dunia maya.
Secara sistematis dan masif para pendukung angkara murka penggusuran melakukan pembunuhan karakter terhadap Sandyawan Sumardi hanya gara-gara pejuang kemanusiaan kurus kering sakit-sakitan ini gigih membela rakyat miskin dari angkara murka penggusuran dengan kedok pembangunan kota Jakarta menjadi lebih bersih, tertib, sehat dan terutama bebas banjir yang terbukti tetap membanjiri Jakarta meski warga Bukit Duri sudah nyata digusur secara sempurna melanggar hukum dan HAM pada tanggal 28 September 2016.
Meski pun yang dihujat dan difitnah bukan diri saya namun sebagai insan yang tumbuh-kembang di bumi Jawa sehingga batiniah diresapi sukma kebudayaan Jawa semisal "roso jiniwit katut" maka saya ikut merasakan rasa sakit Sandyawan Sumardi dihujat dan difitnah.
Apabila judul naskah RMOL 11 Februari 2017 masih dilengkapi tanda tanya: "Sandyawan Sumardi Layak Dihujat?" maka judul naskah
RMOL 25 April 2017 ini bertanda seru demi tegas menegaskan bahwa Sandyawan Sumardi memang tidak layak dihujat!".
Saya belajar sukma kemanusiaan adil dan beradab dari keteladanan sikap dan perilaku nyata sang bagi saya mahaguru kemanusiaan, Sandyawan Sumardi maka kini ambang kesabaran saya sudah terlampaui.
Silakan, naskah "Sandyawan Sumardi Tidak Layak Dihujat!" ini menjadi bahan tertawaan para penggusur rakyat beserta barisan laskar pendukung kebijakan menggusur rakyat atas nama pembangunan.
Namun apabila masih ada yang menghujat Sandyawan Sumardi, saya siap berkonsultasi dengan Menhukham, Dr. Yasonna Laoly, mantan Ketua MK Prof. Dr Mahfud serta teman-teman sepaham dalam membela kaum tertindas yang tergabung di LBH Jakarta untuk melaporkan para penghujat Sandyawan Sumardi ke Bareskrim atas pelanggaran Undang-Undang yang melindungi setiap warga Indonesia, termasuk Sandyawan Sumardi dari angkara murka pencemaran nama baik.
Sebagai sesama warga Indonesia, saya dan teman-teman sepaham dalam keberpihakan terhadap kaum tertindas merasa wajib membela sesama warga Indonesia, termasuk Sandyawan Sumardi, dari angkara murka hujat dan fitnah yang mencemarkan nama baik sesama warga Indonesia selaras sukma kemanusiaan adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
[***]Penulis adalah berguru kemanusiaan pada Sandyawan Sumardi