"Pak Anis dan pak Ahok, dengan lega dan bangga, saya menyatakan, saya telah menggunakan hak politik untuk menentukan pilihan pribadi dalam Pilkada DKI 2017 yaitu Ahmad Taufik."
Surel terbuka tersebut ditebarluaskan di dunia maya oleh para tokoh pejuang kemanusiaan dan kerakyatan seperti Sandyawan Sumardi, Mujtahid Hashem, Hadi Joban, Evi Mariani Sofian, Elisa Sutanudjaja, Marco Kusumawijaya, Isnu Handono, Roy Murtadho, Bilven Sandalista, Fransiskus Xaverius Angga, Theresia Ajeng Ahimsa, Sri Suryani, Ivana Felicia, Nining Inovasia.
Surel terbuka tersebut menjadi kontroversial campur misterius beraroma horor sebab Ahmad Taufik adalah seorang calon calon gubernur yang tidak lolos babak penyaringan awal pilkada DKI Jakarta sekaligus sudah almarhum.
Wartawan senior sekaligus salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ahmad Taufik menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 23 Maret 2017. Pria yang akrab disebut Ate ini meninggal di usia yang ke-51 tahun di RS Medistra. Ate lahir di Jakarta, 12 Juli 1965. Selama mahasiswa, Ate aktif memperjuangkan hak-hak rakyat serta pembelaan terhadap hak-hak sosial, ekonomi, politik dan hak asasi warga tertindas.
Ate juga aktif dalam pers mahasiswa. Ate memulai karier jurnalistik di Majalah Bulanan Generasi Muda Islam Estafet dan sempat bekerja untuk Majalah Berita Mingguan TEMPO. Sederet prestasi pernah diterima Ate, salah satunya memenangkan beberapa lomba dan anugerah jurnalistik pada tahun 2008, 2009, 2010 dan penghargaan Mochtar Lubis Award bidang penulisan Pelayanan Publik 2011.
Ate juga dikenal pernah mengarang beberapa judul buku. Selain itu, ia pernah 40 hari meliput di perbatasan Pakistan-Afganistan pada saat Amerika Serikat menyerang Pemerintahan Taliban di Afganistan tahun 2001 hingga meliput pemilihan umum di Irak, 24 Januari - 1 Maret 2005.
Selama menjadi advokat, Ate aktif membela orang-orang yang disingkirkan karena diskriminasi agama, rakyat miskin, dan orang-orang dizalimi. Dalam dunia advokasi dan pembelaan kemanusiaan, Ate juga bergabung dalam Koalisi Advokat Internasional untuk pembelaan hak-hak bangsa Palestina.
Pada hakikatnya yang dilakukan para tokoh kemanusiaan pada pilkada putaran dua Jakarta 2017 itu bukan golput (golongan putih) namun goltam (golongan hitam). Sebab memilih calon yang tidak masuk daftar resmi palon bahkan sudah almarhum. Bahwa para tokoh kemanusiaan ternyata memilih bersikap goltam jelas merupakan sesuatu misteri yang memicu kontroversi.
Tampaknya para pejuang kemanusiaan sudah terlalu dikecewakan para pilkada masa lalu sehingga memilih untuk tidak memilih para calon yang resmi dipilih oleh KPUD Jakarta namun sengaja memilih sikap untuk memilih seorang calon pilihan mereka sendiri yang bahkan sudah almarhum namun lebih bisa mereka percaya .
Insya Allah, mas Anies Baswedan dan mas Sandiaga Uno sebagai palon yang berdasar quick count telah terpilih oleh rakyat Jakarta untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta masa bakti 2017-2022 berkenan tabayyun untuk berdialog dengan para tokoh kemanusiaan yang memilih sikap untuk tidak memilih Anies-Sandi demi memperoleh masukan bahan introspeksi diri agar dapat berupaya memenuhi harapan para tokoh pejuang kemanusiaan yang memilih sikap goltam untuk memilih almarhum Ahmad Taufik.
[***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan serta Pusat Studi Kelirumologi
BERITA TERKAIT: