Stop Pembangunan Pabrik Semen Kendeng Permanen

Bukan Sementara

Rabu, 22 Maret 2017, 08:41 WIB
Stop Pembangunan Pabrik Semen Kendeng Permanen
Pabrik Semen Kendeng/Net
rmol news logo Keputusan pemerintah menyetop sementara operasional pabrik Semen Indonesia tak membuat para petani di sekitar Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, senang. Mereka menginginkan penyetopan berlaku permanen.

Sudah seminggu, puluhan petani Kendeng melakukan aksi mengecor kaki di depan Istana Negara. Mereka berharap Pegunungan Kendeng yang merupakan sumber air bagi lahan-lahan petani dapat dijaga kelestariannya.

Perwakilan komunitas adat Sedulur Sikep, Gunretno, menu­turkan aksi menolak pemban­gunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia itu tidak se­mata bertujuan untuk memper­tahankan hak hidup petani yang ada di Kabupaten Rembang saja, melainkan demi kelestarian alam di Jawa Tengah.

Diterangkannya, aktivitas penambangan di kawasan karst memiliki dampak yang merusak bagi keberadaan sum­ber air di bawah Pegunungan Kendeng. "Sementara, sudah puluhan tahun para petani di Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan bergantung pada sumber air dari Pegunungan Kendeng," katanya.

Gunretno menuturkan, saat pertemuan pada 2 Agustus 2016, Presiden Jokowi menyepakati bah­wa harus ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebelum pabrik semen beroperasi di ka­wasan Kendeng.

Presiden bahkan menjamin KLHS yang berada di bawah tim dari Kantor Staf Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dilakukan secara terbuka.

Tak hanya itu, dalam putusan peninjauan kembali (PK) pada 5 Oktober 2016, Mahkamah Agung memenangkan gugatan petani Pegunungan Kendeng dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap PT Semen Indonesia. Putusan itu menyatakan izin lingkun­gan yang diterbitkan Gubernur Jawa Tengah untuk PT Semen Indonesia harus dibatalkan.

Namun pada 23 Februari lalu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo justru mengeluarkan izin baru untuk PT Semen Indonesia di wilayah Pegunungan Kendeng. "Padahal Presiden Jokowi menyepakati bahwa harus ada kajian di Kendeng dan jangan ada izin baru sebelum KLHS selesai dilaku­kan," sebut Gunretno.

Ketua Komnas Perempuan, Azriana, dalam keterangan per­snya menyebutkan pihaknya te­lah melakukan pemantauan ter­hadap pengelolaan sumber daya alam, terutama di Pegunungan Kendeng.

"Ibu-ibu yang tinggal di sekitar pegunungan Kendeng juga meng­khawatirkan udara yang polusi, panen yang gagal serta aneka tumbuh-tumbuhan jamu dan obat yang semakin langka," katanya.

Menurutnya, yang meng­khawatirkan adalah terjadinya penggusuran warga dari sum­ber kehidupannya, kebijakan otonomi daerah yang mengaki­batkan perusakan lingkungan, polusi udara dan tanah (dan air), potensi hilangnya situs bersejarah, makam leluhur dan mata air, konflik horisontal antar warga, bahkan perubahan grand design pembangunan dari daerah pertanian menjadi daerah tambang dan industri­alisasi.

"Kesemuanya berdampak pada perempuan, dimana bagi perempuan, air tidaklah sekedar air, air adalah hak," tegasnya.

Termasuk di dalamnya, hilangnya pengetahuan asli perempuan, lemahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputu­san, perempuan mengalami kerumitan ekonomi, potensi pekerja migran dan trafficking perempuan meningkat, stigma pada perempuan pembela HAM sebagai anti pembangunan kek­erasan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki memastikan, operasional PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, dihentikan sementara.

"Tadi pagi (20/3) kami pang­gil PT Semen Indonesia, hadir juga pihak dari Kementerian BUMN dan Kementerian ling­kungan hidup. Disepakati, PT Semen Indonesia menghenti­kan sementara proses penam­bangannya," ujar Teten, di Kantornya.

Pihak perusahaan, lanjut Teten, akan menunggu ha­sil Kajian lingkungan hidup Strategis (KLHS) yang di­targetkan selesai pada April 2017 mendatang. Dia bilang, perusahaan juga bersedia mem­perbaiki infrastruktur yang rusak akibat dari aktivitas pertambangan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA