Kenapa tiba - tiba syarat itu dibatalkan? Sejak diterbitkan pada 24 Februari 2017, kami memantau reaksi media dan masyarakat. Kami bisa melihat kecenderunÂgan sentimen negaif dan positif. Sebagai pembuat kebijakan, kami tentu tidak boleh tutup mata, kami harus melihat. Sampai di sini dipuÂtuskan kata Rp 25 juta didrop.
Syarat tersebut dihapus perÂmanen apa ada kemungkinan diberlakukan lagi? Belum tahu. Tapi sementara ini kami akan proses pembuatan paspor seperti biasa.
Kalau ketentuan ini diberlakuÂkan lagi suatu saat nanti tentuÂnya dikhawatirkan mempersulit masyarakat untuk mendapatkan paspor. Tanggapan Anda? Kami tidak pernah mempersuÂlit pembuatan paspor. Pembuatan paspor itu kan melalui pemerikÂsaan formil dan materil. Kalau menyampaikan motif dengan benar saat wawancara, datanya benar, enggak akan ada masalah. Paspornya pasti bisa didapat.
Sebelumnya apa sih tujuan Imigrasi membuat syarat tersebut? Syarat tersebut sebetulnya hanya bertujuan untuk mencegah TKI nonprosedural ke luar negeri. Apabila seseorang dicurigai, ada indikasi untuk menjadi TKI nonprosedural, maka petugas imigrasi bisa menegaskan denÂgan mengajukan persyaratan ini saat wawancara. Sebab, di lapangan kami menemukanbanyak WNI yang ke luar negeri bilangnya mau wisata, mau umroh, tahu -tahu tidak kemÂbali lagi dan menjadi TKI di sana. Nah modus ini coba kami eliminasi. Sebab TKI prosedural yang dilindungi negara saja suka bermasalah, apalagi yang tidak dilindungi.
Memang ada berapa banyak warga yang membuat paspor dengan alasan wisata atau umÂroh, tahu - tahu jadi TKI? Banyak. Pada periode Februari-Juni 2016 saja ada 416 jemaah umrah menghilang, dan tidak kembali ke Indonesia. Itu yang ketahuan ya. Yang belum ketahuan entah ada berapa jumÂlah pastinya. Tapi kami perkiraÂkan sepanjang 2016 terdapat sekitar 2 ribu orang jadi TKI nonprosedural di jazirah Arab.
Selain dari Arab Saudi, kaÂsus penyalahgunaan paspor juga banyak terjadi pada TKI di Malaysia. Januari-Maret 2017 itu kita sudah mendeportasi 3.049 orang dari Johor. Ini TKI nonprosedural.
Tapi kenapa dananya harus sampai Rp 25 juta? Rp 25 juta hasil formulasi. Ketika surat edaran muncul, ada masalah yaitu bagaimana menentukan indikator, apakah orang ini betul mau berwisata, betul mau umroh, atau malah ternyata mau jadi TKI nonproseÂdural. Kami butuh alat untuk memastikan supaya para petugas kami tidak berimprovisasi. Nah jumlah Rp 25 juta kami anggap pas, karena bisa memastikan living cost mereka di luar negeri. Sebab, kami sering menemukan salah satu yang terjadi kepada WNI ketika bermasalah di luar negeri itu mereka terlantar, akibat enggak punya uang. Kita memang pasti bantu. Tapi dana itu dibutuhkan sebagai langkah pencegahan.
Kini ketentuan Rp 25 juta itu dibatalkan. Apakah masih ada cara lain untuk mencegah TKI nonprosedur mendapatÂkan paspor? Proses administrasi pembuatan paspor akan kami perketat. Selain melampirkan persyaratan umum seperti KTP, Kartu Keluarga, dan Akte Kelahiran, setiap WNI yang akan membuat paspor diwajibkan melampirkan Surat Rekomendasi Paspor yang diterbitkan. Buat yang akan kerja atau magang ada surat dari Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Untuk haji dan umroh itu rekomendasi dari kanwil Kemenag. Kalau TKI harus ada surat dari BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia).
Hanya untuk wisata yang tidak ada rekomendasi tambahan. Syarat lain, surat telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Sarana Kesehatan (SARKES) yang ditentukan oleh Kementérian Kesehatan.
Tadi anda katakan paspor wisata kerap digunakan oleh TKI nonprosedural. Apa ada upaya khusus untuk menceÂgahnya? Ada. Kami akan memperketat proses wawancaranya. Saat meÂwawancarai pemohon, petugas akan memperhatikan seluruh karakteristik diri pemohon.
Profiling, gesture atau
body language, di mana Petugas harus memperoleh keyakinan terhadap maksud dan tujuannya ke luar negeri adalah sebagai
genuie traveller. ***
BERITA TERKAIT: