Pengusaha Tambang Nakal Mending Disanksi Black List

Tagihan Piutang PNBP Macet

Senin, 20 Maret 2017, 08:43 WIB
Pengusaha Tambang Nakal Mending Disanksi <i>Black List</i>
Foto/Net
rmol news logo Kementerian ESDM diminta lebih berani memberikan perlakuan khusus, seperti penyusunan daftar hitam (blacklist) perusahaan dan pencabutan izin usaha serta penegakan hukum pengusaha bermasalah.

Bermasalah, maksudnya adalah pelaku usaha sektor per­tambangan mineral dan batubara (minerba) yang tidak mau melu­nasi kewajiban tunggakan utang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Hal ini dinyatakan Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah. Langkah ini, ujarnya, sebagai dukungan terhadap langkah Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba Kementerian ESDM.

Pelaku usaha tambang yang tidak patuh dan 'membandel', lanjut Maryati, harus diberikan sanksi tegas sekaligus dimasuk­kan ke daftar hitam. "Skema blacklist bisa didorong melalui koordinasi, serta kerja sama dan pertukaran informasi dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM untuk menge­tahui siapa legal owner dari usaha pertambangan tersebut," katanya.

Di sektor migas, SKK Migas telah memulai melakukan kerjasama pertukaran informasi den­gan Dirjen AHU. Hal ini bagus untuk dicontoh di sektor Minerba, dimana mereka yang telah di-blacklist harus ditembuskan kepada aparat penegak hukum, juga institusi regulator keuangan serta perbankan agar ditindak dan menjadi catatan khusus bagi dunia perbankan dan keuan­gan untuk memberikan akses modal.

PWYP Indonesia juga mengapresiasi proses penyelesaian piutang yang tengah berlang­sung, data tunggakan tersebut berkurang dari yang sebelumnya mencapai Rp 26 triliun.

"Koordinasi dan supervisi (Korsup) Minerba yang diinisiasi oleh KPK bersama Kementerian ESDM telah berjalan lebih dari 3 tahun dan mengungkapkan ban­yak hal, termasuk soal sengkarut kepatuhan dalam kewajiban keuangan pelaku usaha, salah satunya mengenai tunggakan PNBP ini," ujar Maryati.

Peneliti Tata Kelola Minerba PWYP Indonesia, Agung Budiono mengungkapkan, potensi terbesar piutang tak dapat tertagih sangat besar angkanya mencapai Rp 3,9 triliun yang berasal dari pemilik Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang menunggak. Terutama yang belum mengantongi sertifikat Clean and Clear (CNC) yang jumlah­nya mencapai 3.000-an izin.

Dia menilai, ancaman dead­line bisa jadi belum menjamin para penunggak akan lekas membayar. Karena itu, upaya penegakan hukum sesuai dengan UU no. 20 tahun 1997 tentang PNBP perlu ditempuh untuk menimbulkan efek jera bagi perusahaan penunggak.

"Tanpa adanya tindakan tegas dari pemerintah, permasalahan ini akan kembali berulang dan daerah selaku penerima manfaat PNBP akan terus dirugikan," katanya.

Seperti diketahui, Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Jonson Pakpahan, menuturkan per-Februari 2017 total tunggakan PNBP dari pelaku usaha pertambangan ditaksir mencapai sekitar Rp 5,072 triliun.

Piutang tersebut dikontribusi­kan dari berbagai jenis rezim per­izinan, yaitu piutang dari ribuan pelaku usaha IUP sekitar Rp 3,949 triliun, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sekitar Rp 1,101 triliun dan Kontrak Karya (KK) sekitar Rp 20,636 milyar.

Pemerintah saat ini telah mem­berikan tenggat waktu penyele­saian piutang PNBP tersebut pal­ing lambat 31 Maret 2017. Ditjen Minerba juga telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Piutang PNBP ke seluruh Gubernur di Indonesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA