Fenomena itu agaknya linier dengan laporan yang diterbitkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tengok saja, sepanjang tahun 2016 lalu KPAI mengantongi 181 laporan kasus anak yang menjadi korban tindak kejahatan seksual dari mulai peÂmerkosaan, pencabulan, sodomi hingga paedofilia. Predator anak bertebaran mengintai mangsa.
Ketua KPAI Asrorun Niam geram melihat kasus tersebut. Berikut pernyataan Asrorun terkait fenomena grup Facebook predator anak
Official Candy’s. Dalam kesempatan wawancara
by phone tersebut, Asrorun pun maparkan terkait penanganan kasus buku bacaan anak bermuaÂtan pornografi dan peredaran narkoba pada anak;
Polri berhasil membongkar praktek predator anak di daÂlam Grup Facebook Official Candy's. Bagaimana anda menanggapi hal itu?Pertama kita apresiasi langkah Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah penegakan huÂkum. Kita harapkan agar kasus ini dibongkar secara lebih utuh, termasuk juga pelaku dan para pihak yang terlibat, baik langÂsung maupun tidak langsung. Serta pihak yang mengambil keÂuntungan dari tindak paedofilia itu. Karena pasti itu memiliki rangkaiannya, tidak hanya empat pelaku yang bertindak sebagai admin, tetapi pasti ada orang yang mengambil keuntungan di balik itu, baik material secara ekonomi maupun non ekonomi, termasuk user-nya.
Siapa saja yang mengambil keuntungan dari kejahatan seksual terhadap anak?Kita akan jalin terus komuÂnikasi dengan aparat penegak hukum ya. Makanya penguatan patrol berbasis cyber ini menjadi sangat penting.
Hukuman apa yang sesuai bagi para pelakunya?Saya kira nanti akan dikenaÂkan pasal berlapis. Ada Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), ada Undang-Undang Pornografi, ada Undang-Undang KUHP, ada Undang-Undang Perlindungan Anak.
Apa mungkin diberikan hukuman kebiri? Iya, saya rasa bisa itu. Kan satu rangkaian dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sata ini kasus kejahatan seksual kepada anak seperti mewabah hingga ke ranah dunia maya. Apa yang mesti dilakukan pemerintah ke deÂpan untuk mengeleminir hal tersebut?Akses media cyber menjadi mudah bagi anak, apalagi muÂdah dan murahnya jangkaun pemanfaatan media cyber itu bagi masyarakat Indonesia, itu tak terkecuali bagi anak. Namun sayangnya itu tidak diimbangi dengan literasi yang belum memadai. Inilah PRkita sekarang. Untuk itu harus ada langkah-langkah pencegahan agar media cyber ini tidak meÂnyisakan masalah yang akhirnya akan menjadi killing done bagi anak-anak dengan terjadinya tidak kekerasan, tindak kejahaÂtan berbasis seksual dan kemuÂdian menjadi salah satu sarana menghimpun anak-anak untuk dijadikan korban paedofilia.
Langkah apa yang mesti ditempuh untuk melakukan penguatan di masyarakat agar kasus-kasus kejahatan seksual kepada anak tidak terjadi lagi?Agenda penguatan ini antara lain penguatan ketahanan keluÂarga, pembangunan kesadaran dalam memberikan pengasuhan secara baik, sosialisasi anak secara sehat dan baik, memilih permainan kepada anak yang baik. Sebenarnya pada akhir 2014 ada komitmen serius daÂlam pencegahan melalui pemÂbangunan infrastruktur hukum yaitu, dengan revisi undang-undang perlindungan anak dan kemudia pada tahun 2015 akhÂir ada perhatian secara lebih massif, termasuk penerbitan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), juÂga penguatan lembaga-lembaga pengontrol berbasis cyber, terÂmasuk penguatan unit cyber di Mabes Polri menjadi Direktorat. Dengan begitu tingkat perhatian ada kasus-kasus cyber menjadi lebih tinggi.
Soal lain. Beberapa waktu lalu muncul buku berkonten pornografi dengan judul 'Aku Berani Tidur Sendiri'. Terkait kasus itu apakah sudah ada penangan khusus dari KPAI? Setiap kita punya tanggung jawab termasuk di dalamnya adalah buku. Sehingga perlu kontrol yang serius dari buku ‘Aku Berani Tidur Sendiri’. Ini ada buku yang seharusnya memÂperoleh pengawasan dan juga kontrol dari Kemendikbud
KPAI sudah ada pertemuan dengan penulis belum? Iya sudah. Dari klarifikasi yang kita lakukan diperoleh informasi bahwa penulis, editor, pihak penerbit mengaku salah dan minta maaf.
Maksud penulis membuat konten itu apa sih sebenarnya? Dari alur secara utuh, dia tidak memiliki ideologi yang memÂbolehkan aktivitas menyimpang. Kalau itu salah satu fragmen yang kemudian bahwa tindakan itu tidak benar. Di dalam buku itu ada. Setelah kita konfirmasi juga, setelah buku tersebut terbit di akhir tahun 2016, dia sudah tarik. Berarti ada kontrol secara internal.
Kemudian ada bocor, itu karena dijual secara online. Saya kira munculnya masalah ini setelah dijual secara online. Kita minta dipastikan bahwa buku-buku yang beredar yang belum ditarik itu bisa dikontrol untuk penarikan.
Lantas sejauh ini peran pemerintah dalam melakukan sensor terhadap buku bacaan anak seperi apa sih? Ini sebagai salah satu wujud belum hadirnya negara di daÂlam kontrol pada materi bacaan yang layak bagi anak karenanya harus ada reformasi perbukuan nasional yang menjamin terlakÂsananya jargon revolusi mental, salah satunya dengan pengadaan buku yang ramah bagi anak.
Terkait temuan kasus bayi berusia lima bulan di Kalimantan Tengah yang terindikasi positif narkoba itu bagaimana KPAI menanggapinya? Yang pati di situ orang tua teledor. Tanggung jawab adalah pemastian, pencegahan hal-hal yang membahayakan keselemaÂtan anak, bagian dari hal dasar anak. Yang harus dilindungi adaÂlah hak dasar kesehatan dengan memberikan lingkungan yang baik untuk anak, dengan asupan gizi yang memadai, yang sehat dan halal.
Kalau dia masih usia ASI, dia harus memenuhi hak ASI ekslusifnya dan juga melindungi dari hal kejahatan, termasuk di dalamnya adalah narkotika. Nah, jika itu terjadi maka orang tua yang seharusnya memberikan pengasuhan akan tetapi teledor, bahkan hingga terjadinya kekÂerasan, ketelantaran, maka dia bisa dikenai hukuman.
Hukuman apa? Tidak hanya sekedar hukuman biasa. Tapi diperberat dari hukuÂman normal. ***
BERITA TERKAIT: