Dalam sidang perdana kasus e-KTP, Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaanny mengungkap nama-nama besar yang diduga tuÂrut menerima duit haram tersebut. Mereka adalah; bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, bekas Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua DPR Setya Novanto
Marzuki buru-buru memÂbantah isi dakwaan tersebut. Berikut penjelasan politisi Partai Demokrat tersebut;
Kenapa Anda tidak meÂnyangka akan terseret dalam kasus ini? Karena sepanjang di DPR, saÂya tidak pernah mau main-main anggaran, proyek. Silakan tanya teman-teman di Badan Anggaran (Banggar), dan Kementerian. Pernahkah Marzuki Alie selaku ketua DPR meminta alokasi anggaran, mengawal proyek, atau memperjuangkan proyek, mengamankan proyek. Saya yakin nama saya pasti dicatut ini, makanya lapor ke Bareskrim.
Atas dasar apa Anda mengatakan nama Anda telah diÂcatut? Karena tidak sekali ini saja nama saya disebut terlibat dalam bagi-bagi jatah suap. Contoh soal pembangunan gedung DPR dengan anggaran Rp 2 triliun. Saat itu saya memperhatikan betul proyek tersebut, karena menilai anggarannya terlalu maÂhal. Akhirnya pada saat Review saya tanya, bisa 1 triliun saja? Katanya bisa. Artinya sudah ada space Rp 1 triliun untuk bagi-bagi. Tapi kemudian kan saya juga yang disalahkan. Dalam kasus ini sama.
Sebagai Ketua DPR saat itu, Anda kan harusnya tahu kalau proyek ini bermasalah? Saya tidak tahu, karena tidak pernah terlibat mulai dari perenÂcanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan proyek. Semua proyek itu dikerjakan langsung oleh komisi-komisi di DPR, berÂsama dengan mitranya dari peÂmerintah. Terkecuali, jika dalam proyek-proyek itu bermasalah, barulah mendapat perhatian khusus pimpinan DPR. Misalnya deadlock antara komisi dengan pemerintah, lapor ke pimpiÂnan lalu diambil alih, dipanggil menteri dan komisinya dicari solusinya. Nah program e-KTP waktu itu enggak dapat perhatian, karena enggak ada laporan kalau saat itu proyeknya bermasalah.
Sebagai pimpinan, Anda harus dapat laporan? Iya. Banyak kasus yang samÂpai ke pimpinan, tapi yang nggak sampai ke pimpinan ya kami juga nggak cari-cari, karena bukan kapasitas kami untuk mencari-cari. Kan sudah ada koordinatornya. Makanya saya yakin dan percaya tidak mungkin nama saya disebut, saya kaget makanya.
Nilai proyek ini kan besar. Anda sebagai pimpinan tidak tergerak untuk mengawasi? Tidak. Kalau bicara nilai proyek yang Rp 5,9 triliun itu, sebetulnya sama dengan proyek lainnya. Yang berhak mengadakan pengawasan adaÂlah mitranya. Sebagai pimpinan DPR, saya tetap tak berwenang untuk menelusuri satu per satu permasalahan di komisi. Kecuali ada masalah yang dilaporkan.
Anda pernah dimintai ketÂerangan oleh KPK terkait kasus ini? Saya tidak pernah dipanggil KPK dan saya pastikan itu tidak benar kalau ada yang bilang saya sudah dipanggil.
Tapi nama Anda kok bisa masuk dalam dakwaan. Tanggapannya? Menurut saya keterangan ini tidak didasari, saya mohon maaf kepada KPK, mungkin sahabat-sahabat KPK bekerja secara profesional, hendaklah yang belum dikonfirmasi, yang belum diklarifikasi, belum dilihat aliran uangnya, janganlah dulu disebut nama Marzuki Alie.
Di dalam dakwaan Anda kan disebut menerima uang dari Andi Narogong? Saya tidak kenal dengan dia. Saya tidak pernah bicara apa pun tentang e-KTP, saya tidak pernah bermain proyek-proyek yangg terkait dengan siapa pun.
Tapi anda kenal dengan Andi Narogong? Enggak. Bagaimana bentuk mukanya, bagaimana sosoknya saya enggak tahu. Saya baru taÂhu namanya kemarin. Ngapalin namanya saja susah.
Anda siap dipanggil ke pengadilan? Saya siap jadi saksi. Kalau diÂmintai keterangan, saya akan daÂtang. Sebagai warga negara saya wajib datang. Jadi saya minta keÂpada KPK untuk membuktikan, kepada saudara Andi Narogong untuk membuktikan, bahwa dia betul-betul menyerahkan uang. Ini tantangan kepada Andi Narogong, ini tantangan kepada kedua terdakwa, untuk membukÂtikan apakah ada hubungannya dengan Marzuki Alie. ***
BERITA TERKAIT: