WAWANCARA

Anis Hidayah: Presiden Harus Segera Evaluasi Secara Komprehensif Kebijakan Moratorium TKI

Jumat, 17 Februari 2017, 08:38 WIB
Anis Hidayah: Presiden Harus Segera Evaluasi Secara Komprehensif Kebijakan Moratorium TKI
Anis Hidayah/Net
rmol news logo Kebijakan moratorium pen­giriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pembantu rumah tangga ke Timur Tengah yang sudah berlangsung sejak 2015 dinilai tidak efektif. Sebab meski mora­torium diberlakukan, namun aliran pengiriman TKI ke Timur Tengah tetap saja besar melalui jalur ilegal. Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care, LSM pemerhati TKI.

Apa alasan anda mengang­gap kebijakan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah sudah tidak efektif lagi?
Sebab meski moratorium ber­laku, pengiriman pembantu rumah tangga migran tetap ber­langsung ke Timur Tengah. Pada kenyataannya, Timur Tengah akan tetap menjadi negara tu­juan TKI. Yang kedua baru Malaysia.

Apa dasarnya bisa berkata seperti itu?
Berdasarkan survei Migrant Care di Bandara Soekarno Hatta, pada tahun 2015-2016 ada se­banyak 2.793 pekerja migran di bidang rumah tangga yang akan berangkat ke sana.

Itu baru satu titik, belum lainnya. Kenyataannya pasti lebih banyak lagi, dan kami kha­watir jika tidak diambil langkah yang tepat, ke depan akan terus meningkat.

Mengapa anda bisa berang­gapan begitu?
Karena jalur resminya ditutup, sementara mereka butuh men­cari pekerjaan. Dengan demikian pasti ada oknum - oknum yang mencari celah untuk memanfaat­kan kondisi tersebut.

Modus pengiriman TKI ilegal seperti apa sih?

Modusnya biasanya meng­gunakan visa umroh, ziarah/ visit, mengunjungi keluarga dan menjadi cleaning service.

Memang modus tersebut tidak bisa dicegah oleh imi­grasi?
Imigrasi kita itu bermasalah, kerjanya enggak bagus. Para calo merekrut orang, dan se­rampangan memalsukan doku­men. Pemerintah harusnya bisa membangun suatu mekanisme migrasi yang aman, murah, dan bisa diakses warga. Supaya me­matikan jalur-jalur yang tidak sesuai standar.

Menurut Anda apa alasan utama pemerintah mener­bitkan moratorium itu?
Pemerintah hanya ingin lepas tanggung jawab saja soal TKI di Timur Tengah, karena masalahnya sangat komprehen­sif. Makanya diambil jalan pintasnya.

Terbukti dengan tidak adanya pengawasan, tidak ada evaluasi padahal hampir dua tahun ber­jalan. Jadi seperti ada pembiaran dan terkesan menutup mata be­gitu ya. Pemerintah seharusnya tahu, implikasi dari moratorium ini cukup serius, yaitu menin­gkatnya potensi perdagangan manusia.

Mungkin karena saat ini masih proses, sehingga bisa dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab?
Okelah masih dalam tahap proses. Tapi kan kebijakan ini sudah diambil sejak 2015. Harusnya pemerintah sudah memiliki instrumen - instrumen yang ingin dicapai.

Seperti ini targetnya sampai kapan, bagaimana mengevalu­asinya, bagaimana mengawasi, mengkoordinasikannya sampai daerah basis bagaimana. Lalu kalau terjadi kebocoran ba­gaimana strateginya, bagaimana mengantisipasi penegakan hu­kumnya. Itu kan enggak ada sama sekali. Jadi seperti cuma kebijakan di atas kertas.

Lalu menurut Anda, apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini?
Kami menyarankan agar Presiden segera mengevaluasi secara komprehensif kebijakan moratorium. Pemerintah perlu mengevaluasi apa tujuan yang ingin dicapai atas kebijakan moratorium.

Lalu exit strateginya seperti apa dalam menghadapi kebijakan-kebijakan dari negara yang ada di zona merah tersebut. Pemerintah harus menyiapkan negara alternatif, sebagai tempat penyaluran TKI apabila negara tujuan tidak bisa menjamin per­lindungan yang memadai.

Apalagi kebetulan sekarang kan revisi undang - undang TKI sedang digodok di DPR. Segera tuntaskan itu, supaya pemerintak bisa memberikan perlindungan kepada para TKI. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA