Zaman Edan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Minggu, 15 Januari 2017, 08:29 WIB
Zaman Edan
Ilustrasi/Net
ADALAH sahabat merangkap mahaguru saya dalam pemahaman Islam, Dr Hidayat Nur Wahid yang mengingatkan saya  (yang sedang kebingungan terhadap apa yang sedang terjadi di negeri tercinta kita) ke  Zaman Edan mahakarya Ronggowarsito: Amenangi zaman edan / Ewuh aya ing pambudi  / Melu edan ora tahan  / Yen tan melu anglakoni / Boya keduman milik / Kaliren wekasanipun / Ndilalah kersaning Allah / Begja begjaning kang lali / Luwih begja kang eling lan waspada.

Apabila dialih-bahasakan ke Bahasa Indonesia maka kira-kira lebih kurangnya adalah sebagai berikut:  Menyaksikan zaman edan / Tidaklah mudah untuk dimengerti / Ikut edan tidak sampai hati / Bila tidak ikut / Tidak kebagian harta / Akhirnya kelaparan / Namun kehendak Allah / Seberapapun keberuntungan orang yang lupa / Masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada.  

Syair tembang Ronggowarsito itu tidak lekang di makan zaman bahkan tetap aktual di lokasi mana pun di planet bumi ini. Mahakarya pujangga Jawa ini bukan saja luar biasa indah namun mengandung wejangan budi pekerti bagi umat manusia maka pada hakikatnya merupakan filsafat hidup adhiluhur. Dalam hal sambegana, tidak terbantahkan lagi bahwa Ronggowarsito memang tokoh yang mumpuni di zamanna dalam ilmu bahasa dan sastra Jawa kuno.

Dalam Javaansche Zamenspraken deel 1, budayawan Belanda, Carel Frederik Winter Sr.  mengakui bahwa Adapun Rd.Ng. Ronggowarsito hingga kini masih menjadi tempat saya belajar, dan banyak membantu saya memahami huruf Kawi dan melakukan koreksi terhadap cara penulisannya. Menurut saya karena bahasa Kawi dapat dikatakan sudah punah, dan di Surakarta tidak ada yang menguasai selain guru saya Rd.Ng Ronggowarsito. Secara pribadi saya memang sempat membaca mahakarya-mahakarya Shakespeare, Goethe, Tolstoy, Hugo, Sartre, Steinbeck,  Kawabata dan lain-lain serta mencoba mempelajari filsafat Plato, Kant, Schopenhauer, Kierkegaard, Heidegger, Russel, Whitehead dan lain-lain.

Saya mengagumi para beliau yang masing-masing berakar di kebudayaan bukan Nusantara itu. Namun saya selalu merasa ada jarak antara sukma diri saya dengan mahakarya-mahakarya sastra serta filsafat para beliau. Akibat saya memang dilahirkan dan tumbuh-kembang di lingkungan kebudayaan Jawa maka sukma saya secara kodrati terasa lebih dekat pada mahakarya Ronggowarsito.

Keabadian mahakarya Ronggowarsito terbukti pada  makna Zaman Edan yang digubah sebagai bagian dari Kalatidha pada abad XIX melukiskan apa yang terjadi bukan hanya di pulau Jawa namun juga di berbagai pelosok planet bumi abad XXI. Lihat saya apa yang sedang terjadi di Amerika Serikat, Suriah, Irak, Turki, Venezuela, Ukraina, Sudan dan entah mana lagi.

Dan tidak usah jauh-jauh kita menyimak sebab Zaman Edan juga sedang merundung persada Nusantara. Maka marilah kita bersama menyimak dan menghayati makna syair Zaman Edan mahakarya Ronggowarsito:  Menyaksikan zaman edan / Tidaklah mudah untuk dimengerti / Ikut edan tidak sampai hati / Bila tidak ikut  / Tidak kebagian harta / Akhirnya kelaparan / Namun kehendak Allah / Seberapapun keberuntungan orang yang lupa / Masih lebih beruntung orang yang  ingat dan waspada” sebagai pedoman menempuh perjalanan hidup menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah dicengkeram angkara murka kerakusan ini.rmol news logo article

Penulis pembelajar makna kehidupan



< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA