Harapan Dunia terhadap Indonesia (3)

Membahas Muhajirin & Anshar Di Yordania (1)

Rabu, 26 Oktober 2016, 09:56 WIB
Membahas Muhajirin & Anshar Di Yordania (1)
Nasaruddin Umar/Net
KONFERENSI ulama dan cendekiawan muslim yang diberi nama "The 17th General Conference" kini se­dang digelar di Yordania atas prakarsa Amman-The Hashmite Kingdom of Jor­dan, mengambil tema khusus: Towards a Historical Timetable for the Events of the Seerah. Peserta yang diundang kurang lebih 100 orang mewakili berbagai negara dan undangan personal tertentu. Kebetulan penulis diundang mewakili Indonesia.

Di antara pembahasan menarik dalam konfe­rensi ini ialah bagaimana kehidupan sehari-hari Nabi bisa diaktualisasikan dalam kehidupan in­dividu, keluarga, masyarakat, dan berbangsa dan bernegara. Rupanya dunia Islam mengalami persamaan mendasar tentang relasi-relasi keluarga yang semakin rapuh. Perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kek­erasan terhadap anak, menjadi tema pembicar­aan para peserta. Masalah yang terkait dengan ini adalah bagaimana membalikkan suasana keakraban antar individu dalam setiap keluarga melalui peran para ulama dengan bekerja sama yang baik dengan mereka. Bagaimana peran ulama dan umara menjembatani antara ke­modernan dan pembinaan generasi muda. Ba­gaimana menjembatani antara lingkungan pacu umat yang cenderung semakin liberal, semen­tara nilai-nilai perkembangan pemikiran agama cenderung lebih statis, atau paling tidak, tidak simertis dengan harapan generasi muda.

Masalah lain yang diangkat dalam konferensi ini ialah bagaimana rahasianya Nabi keluar dari masalah ekonomi Yatsrib (kemudian diubah menjadi Madinah oleh Nabi) yang dibanjiri pen­gungsi (muhajirin). Di masa Nabi ada berbagai kelompok etnik yang secara kuantitatif besar, seperti suku Khazraj dan Suku 'Aus, namun ada juga sejumlah etnik minoritas seperti kelompok Yahudi, Nashrani, dan Zoroaster. Meskipun et­nik kecil tetapi secara kualitas sangat baik. Ada tujuh oasis di sekitar Yatsrib, hampir semuanya dikuasai kelompok minoritas Yahudi. Pertan­yaan kita ialah rahasia apa yang dimiliki Nabi Muhammad sehingga dalam waktu singkat Ma­dinah bisa lebih maju.

Yang paling menarik dalam pembahasan topik ini ialah menanggapi kurang lebih sembi­lan juta pengungsi Irak dan Syiria? Apakah para pengungsi itu bisa disebut kaum muhajirin? Ka­lau iya, maka siapa yang menjadi kaum anshar-nya? Tingkat penderitaan para pengungsi saat ini mungkin tidak kalah menderitanya daripada kebanyakan pengungsi yang meyertai Nabi ke Yatsrib saat itu. Negara-negara tetangga kedua negera yang dilanda perang saudara ini seperti­nya sudah cukup kewalahan. Kalangan pejabat di Amman, Yordania betul-betul mengeluhkan semakin bertambahnya pengungsi memban­jiri negerinya. Itu belum pengungsi dari Afgani­stan dan Yaman. Jika mereka dianggap muha­jirin, maka siapa yang akan menjadi kelompok anshar-nya? Negara-negara muslim tetangga seperti Turki, Iran?

Ketika Rasulullah beserta sahabatnya hi­jrah ke Yatsrib (Madinah), warga Yatsrib tidak ada masalah. Bahkan kehadiran Nabi di ten­gah-tengah mereka sudah suatu kebahagiaan tersendiri karena permohonan mereka untuk dipimpin Nabi Muhammad melalui Bai'ah al-'Aqabah I dan Bai'ah Agabah II. Meskipun de­mikian, Nabi tetap memikirkan masa depan Yatsrib jika dari hari ke hari dibanjiri pendatang baru. Nabi mengkhawatirkan akan terjadinya kecemburuan sosial satu sama lain. Akhirnya Nabi menjalankan program Al-Ikha', persaudaraan antara kaum pengungsi (muhajirin) di satu pihak dan tuan rumah (Anshar). Laki-laki dari kaum Muhajirin dikawinkan dengan perempuan kaum Anshar, demikian pula sebaliknya. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA