WAWANCARA

Wiranto: Kalau Musyarawah Mufakat Bisa, Kenapa Harus Dibawa Ke Pengadilan

Kamis, 06 Oktober 2016, 09:52 WIB
Wiranto: Kalau Musyarawah Mufakat Bisa, Kenapa Harus Dibawa Ke Pengadilan
Wiranto/Net
rmol news logo Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memastikan pemerintah tidak abai terkait pelanggaran HAM masa lalu. Wiranto memastikan, pelanggaran HAM masa lalu seperti tragedi 1965 hingga yang terjadi di Papua dan Papua Barat akan tetap diselesaikan.

Namun langkah yang akan ditempuh pemerintah tidak melalui pengadilan yudisial. Pemerintah lebih mempriori­taskan penyelesaian pelang­garan HAM tidak melalui jalur pengadilan. "Non-yudisial itu kan berarti kita tidak masuk pada wilayah peradilan kan. Berarti masuk pada wilayah yang lebih soft," ujarnya.

Ketua Umum Partai Hanura non aktif ini menuturkan, jalur non yudisial dipilih pemerintah untuk memberikan solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Berbeda bila permasalahan ini diselesaikan melalui jalur yudisial.

"Kalau peradilan kan pada wilayah kalah dan menang. Kalau non-yudisial kita menang dan menang, alias win win solu­tion. Artinya bahwa masa lalu kita selesai dengan cara yang cukup arif," jelasnya.

Berikut wawancara lengkapnya:

Seperti apa menyelesaikan masalah dengan win-win so­lution?
Caranya diselesaikan melalui musyarawah mufakat.

Kenapa harus dengan cara musyawarah mufakat?
Agar tercapai win-win solu­tion itu tadi. Dahulu berbagai daerah di Indonesia selalu memi­liki yang namanya adat. Ada hukum adat, dan itu biasanya menyelesaikan konflik horizon­tal di antara mereka dengan cara damai, musyarawah mufakat un­tuk menjaga kerukunan warga, apakah dendam, kerja sosial.

Budaya itu sekarang hilang tatkala budaya saat ini win orloose. Apa-apa pengadilan, akibatnya banyak konflik yang tidak terselesaikan. Di sinilah diperlukan musyawarah mu­fakat. Maka dari itu pemerintah sekarang sedang menggalakkan soal musyawarah mufakat dalam penyelesaian berbagai kasus, salah satunya masalah HAM.

Bukankah masalah HAM hingga mengakibatkan kor­ban jiwa yang tidak sedikit adalah pelanggaran berat. Tentunya melalui pengadilan yudisial tepatnya...
Tatkala pengadilan tidak bisa menyelesaikan konflik, maka se­harusnya kita kembali apa yang sudah ada pada kita yakni tadi dengan cara musyawarah mu­fakat. Kalau di tiap suku bangsa sudah ada. Nah, ini yang tengah kita rancang secara nasional. Win-win solution supaya bisa diperoleh

Apakah anda sebagai Menko Polhukam yang nantinya ber­tugas menyelesaikan masalah non yudisial itu?

Bukan. Nanti akan ada badan khusus yang menangani kasus pelanggaran HAM yang belum selesai. Badan inilah yang akan mencari solusi penyelesaian ka­sus melalui non yudisial.

Badan ini nantinya akan meng­inventarisir permasalahan HAM masa lalu yang perlu ditemukan jalan keluar. Jalan yang diambil sangat soft. Artinya soft itu tidak menimbulkan konflik baru.

Badan khusus ini nanti ang­gotanya siapa saja?
Anggotanya gabungan dari perwakilan pemerintah dan masyarakat. Nanti akan ada pe­nyaringan dari berbagai elemen di masyarakat.

Kapan badan khusus ini resmi dibentuk?
Sedang dalam proses pemben­tukan. Kami upayakan secepat­nya lah, biar bisa segera bekerja. Karena kasus - kasus HAM ini kan juga sudah lama.

Kita tahu kasus pelang­garam HAM sudah cukup lama terjadi, tapi tanpa ada penyelesaian hingga seka­rang. Sebenarnya pemerintah serius tidak sih tangani kasus ini?
Bukannya tidak serius, tapi karena memang tidak mudah. Peristiwanya kan sudah terjadi di masa lampau, tahun 1990-an, aw­al-awal tahun 2000. Itu kan perlu bukti dan mencari bukti itu juga banyak hambatan. Tapi intinya adalah kami tidak meremehkan. Kami serius menangani itu.

Selama ini kan pemerintah kerap berjanji menuntaskan kasus HAM masa lalu, tapi kenyataannya tidak pernah terselesaikan...

Penyelesaian kasus HAM berat itu bukan janji, melainkan amanat dari satu kebijakan pe­merintah untuk menyelesaikan semua tuduhan dugaan pelang­garan HAM masa lalu, baik di nasional maupun di Papua. Tunggu saja. Sebentar lagi akan kami ungkap beberapa kasus pelanggaran HAM yang ditan­gani dan sudah diselesaikan.

Kami jelaskan mana yang masuk pelanggaran HAM berat, dan kira-kira penyelesaiannya seperti apa. Supaya tidak ada prasangka buruk, bahwa seakan-akan pemerintah membiarkan, pemerintah tak mengacuhkan. Bukti, kalau pemerintah sung­guh-sungguh mencoba untuk menyelesaikan kasus HAM.

Enam negara di Sidang Umum PBB menuding Indonesia membiarkan pelangga­ran HAM di Papua dan Papua Barat...

Menurut saya apa yang dis­ampaikan negara-negara di PBB itu tidak benar. Pemerintah di bawah Presiden Jokowi telah melakukan yang terbaik un­tuk Papua dan Papua Barat .

Tapi itu disampaikan dalam forum PBB loh. Masak sih tidak benar?
Tidak semua yang disampai­kan oleh dunia internasional itu benar adanya. Kita harus percaya pada diri kita sendiri, bahwa kita sudah melakukan yang terbaik bagi Papua. Seperti wilayah lainnya baik dari segi ekonomi, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Saat ini banyak pejabat RI yang sudah berkunjung ke Papua untuk melihat langsung kenyataannya. Salah satunya Presiden Jokowi. Sejak jadi Presiden, Jokowi sudah 4 kali berkunjung ke Papua. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA