Bangsa Arab pra Islam menggunakan sistem penanggalan lunisolar dan tahunnya dihubungÂkan dengan peristiwa terpenting dalam tahun itu. Misalnya Nabi Muhammad dilahirkan pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun GaÂjah. Disebut Tahun Gajah karena pada tahun itu terjadi kejadian dahsyat, yaitu musnahnya pasukan bergajah yang dipimpin Raja AbraÂhah dari Yaman. Tahun-tahun berikutnya dicari lagi peristiwa penting yang terjadi di kawasan jazirah Arab yang bernilai penting. Sampai pada masa Rasulullah saw, para sahabat serÂing menggunakan momentum itu sebagai penÂanda tahun, misalnya kejadian Bai’atul ’Aqabah pertama terjadi pada bulan Zulhijjah tahun ke 11 dari kenabian, Bai'atul 'Aqabah kedua (kuÂbra) terjadi dalam bulan Zulhijjah tahun ke-14 dari kenabian. Sahabat lain secara tradisional masih menggunakan penanggalan tradisi Arab. Ketika dunia Islam semakin meluas sampai keÂluar dari jazirah Arab, terutama pada zaman pemerintahan Khalifah Umar (635-645 M) yang meluas sampai ke Mesir, Persia, dan berbagai wilayah di luar Arab lainnya.
Khalifah Umar mulai menertibkan administraÂsi pemerintahan dengan mengangkat beberapa sahabat untuk menjadi Gubernur di antaranÂya: Muawiyyah diangkat menjadi Gubernur di Syiria, termasuk wilayahnya adalah Yordania. Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur MeÂsir. Musa Al-As’ari diangkat menjadi Gubernur Kuffah. Mu'adz bin Jabal diangkat menjadi GuÂbernur Yaman. Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain. Dalam mengatur pemerinÂtahan, timbul berbagai persoalan, termasuk di antaranya sistem penanggalan yang tidak seÂragam. Dalam tahun ke 5 pemerintahan KhalÂifah Umar, beliau mendapat surat dari Musa Al-Asy’ari Gubernur Kuffah, salahsatu yang dipersoalkan ialah sistem kalender pemerintahÂan. Dalam isi suratnya disebutkan:
"Gubernur Musa Al As'ari menulis surat keÂpada Umar bin Khatthab. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya."
Setelah itu, Khalifah Umar bin Khatthab mengumpulkan para tokoh dan para sahabat yang berada di Madinah untuk menyepakaÂti sistem penanggalan pemerintahan. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam. DaÂlam musyawarah itu muncul berbagai usul tenÂtang momentum yang akan digunakan sebaÂgai penanggalan H. Setidaknya ada lima usul yang muncul dalam musyawarah itu, yaitu:1) Momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW. ('Aam al-Fill, 571 M). 2) Momentum pengangÂkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul (‘Aam al-Bi’tsah, 610 M). 3) Momentum Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw. 4) Momentum waÂfatnya Nabi Muhammad SAW. 5) Momentum Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah atau pisahnya negeri syirik ke negÂeri mukmin. Pada waktu itu, Makkah dinamakan Negeri Syirik atau bumi syirik. Pendapat teraÂkhir ini diusulkan oleh Ali ibn Abi Thalib. AkhÂirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin, Umar Ibn Khatthab sepakat memiÂlih momentum yang dijadikan awal kalender IsÂlam ialah Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal kalender Islam. ***