Belum duapuluhempat jam terlewati sudah muncul badai reaksi terutama melalui media alam maya elektronis. Mayoritas reaksi bersifat negatif dalam bentuk yang kini disebut bullying dari mereka yang kini disebut buzzers . Sifat bullying bukan debat mengenai materi yang diajukan di dalam Surat Terbuka yang diajukan oleh FKK namun lebih cenderung ejekan, cacimaki, hujatan sampai cemooh bukan terhadap pribadi mereka yang terlanjur ikut menandatangani Surat Terbuka.
Kebetulan saya kenal sebagian besar tokoh penandatangan surat terbuka kepada Presiden Jokowi dan Ibu Mega itu. Para beliau saya kagumi sebagai para cendekiawan, aktivis dan pembela kemanusiaan tanpa pamrih kekuasaan, jabatan, hartabenda atau apa pun kecuali pamrih dapat berbuat sesuatu demi membela sesama manusia yang sedang membutuhkan pembelaan.
Setelah membaca Surat Terbuka para beliau, saya juga tidak menemukan hujatan terhadap siapa pun kecuali memanfaatkan suasana kebebasan berpendapat di alam demokrasi untuk mengungkapkan pendapat yang menguatirkan apabila kembali menjadi Gubernur Jakarta, Ahok akan melanjutkan bahkan meningkatkan penggusuran tehadap rakyat yang tidak berdaya melawan penggusuran. Bahkan di dalam Surat Terbuka itu, sebenarnya para anggota FKK bersikap adil dengan memuji semangat Ahok melawan korupsi dan meningkatkan mutu pelayanan masyarakat oleh Pemprov DKI Jakarta.
Apabila memang mau mencari-cari kesalahan di dalam Surat Terbuka FKK itu, maka saya hanya mampu menemukan satu kesalahan saja. Tetapi satu-satunya kesalahan ini justru merupakan kesalahan yang paling fatal! Kesalahan paling fatal tersebut adalah kesalahan Forum Kampung Kota dalam memilih sasaran penolakan! Andaikata sasaran penolakan mereka adalah Yusril Isra Mahendra, Ahmad Dani, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, Sjafrie Samsuddin, Taufiequrachman Ruki, Biem Benyamin, Boy Sadikin, Ridwan Kamil, Adhyaksa Dault, Ratna Sarumpaet dan lain-lainnya asal bukan Ahok maka terjamin bahwa tidak akan ada dampak bullying . Alih-alih bullying malah pujian dan dukungan yang diperoleh.
Tidak kurang dari mantan Gubernur Jakarta yang kini Kepala BIN, Bang Yos sempat berkisah bagaimana beliau terkagum-kagum ketika berkunjung ke kantor Gubernur Jakarta di masa kini ternyata dipadati anak-anak muda senantiasa siap siaga di hadapan komputer masing-masing demi sigap secara profesional menangkis serangan kritik lewat alam maya terhadap Gubernur Jakarta masa kini. Belum terhitung lagi para Ahokers, Teman Ahok, Die Hard Cheeleaders yang secara hermetis melindungi Ahok dari serangan kritik. Mereka semua memang secara mendalam sangat mencintai Ahok dengan segenap jiwa raga dan lahir-batin maka siap rawe-rawe-rantas-malang-malang-putung sampai tetes keringat, air mata dan darah terakhir gigih melindungi Ahok dari serangan kritik! Tampaknya, peribahasa Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai di zaman internet memang sudah mentransformasi diri menjadi Siapa Menabur Kritik Akan Menuai Badai Bullying.
[***]
BERITA TERKAIT: