Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh menilai, wacana tersebut harus melalui kajian yang utuh. "Kebijakan pendidikan apalagi yang bersifat nasional tidak bisa didasarkan pengalaman orang per orang. Pengambilan kebiÂjakan nasional juga tidak boleh parsial," kata Ni'am saat berbinÂcang dengan
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin. Berikut ini petikan wawancaranya.
Mendikbud Muhadjir mewacanakan satu hari penuh di sekolah bagi pelajar, tangÂgapan Anda?Wacana belajar sehari penuh di sekolah atau dikenal
fullday school implementasinya harus didahului kajian yang utuh.
Bisa dijelaskan?
KPAI menilai, menteri baru tidak harus membuat kebijakan baru. Apalagi tanpa didahului kaÂjian yang matang. Akibatnya justru akan merugikan anak. Kebijakan pendidikan apalagi yang bersifat nasional tidak bisa didasarkan pengalaman orang per orang.
Seharusnya bagaimana?Pengambilan kebijakan naÂsional tidak boleh parsial. Tidak boleh hanya berdasar kepada pengalaman pribadi. Jangan sampai tiba masa, tiba akal. Kebijakan yang diambil akan berdampak sangat luas, jadi butuh kajian utuh.
Memang seperti apa dampakÂnya dalam pandangan KPAI?Masing-masing siswa memiÂliki kondisi yang berbeda-beda. Siswa yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamarataÂkan. Menghabiskan waktu denÂgan durasi panjang di sekolah dapat mengganggu intensitas interaksi anak.
Bukankah lebih baik di sekoÂlah daripada interaksi yang tidak dapat diawasi di luar?Anak-anak memang butuh interaksi dengan teman sebaya di sekolah, teman di lingkunÂgan tempat tinggal, dan dengan keluarga di rumah. Tapi dengan kebijakan
fullday school, pasti intensitas pertemuan anak dan orang tua juga akan berkurang. Apalagi, tidak semua orang tua bekerja keluar rumah. Ini akan berpengaruh dalam proses tumÂbuh kembang anak.
Masing-masing keluarga itu memiliki kondisi yang berbeda, tidak bisa digeneralisasikan bahÂwa
fullday school itu menyelesaiÂkan semua masalah anak. Tidak semua orang tua (siswa) itu bekÂerja. Artinya jangan dibayangkan kondisi seluruh orang tua di Indonesia hanya seperti yang dialami Mendikbud. Kebijakan nasional harus didasarkan kepada kajian yang utuh.
Bukankah dengan tambahan waktu di sekolah, bisa digunaÂkan siswa untuk belajar?Soal itu KPAI melihat tidak banyak menjadi masalah. Tapi seiring dengan keragaman kondisi anak, orang tua, dan masyarakat, sudah terfasilitasi dengan model pembelajaran yang beragam, ada yang normal dan ada yang
fullday school. Sehingga orang tua diberikan keleluasaan untuk memilih. Bahkan, dalam kondisi tertentu, anak jangan lama-lama di sekolah, agar cepat berinterÂaksi dengan orang tua. apalagi yang kelas 1 SD.
Lantas bagaimana kebijakan yang seharusnya diambil?Untuk menjawab perÂmasalahan anak, perbaikan kebijakan harus berporos pada anak. Membaca pertimbangan Mendikbud dalam mengusulkan kebijakan ini, lebih karena faktor menyesuaikan dengan orang tua yang bekerja, sehingga jadwal anak diubah.
Memang kenapa kalau sepÂerti itu?Dari sisi paradigma sudah bermasalah. Penerapan suatu program harus diikuti dengan perbaikan yang memadai. Tidak hanya dengan mengandangkan anak di sekolah semata. Tanpa ada perbaikan sistem pendidikan dengan spirit menjadikan lingÂkungan sekolah yang ramah bagi anak, maka memanjangkan waktu sekolah malah akan menyebabkan potensi timbulnya kekerasan di lingkungan sekolah. Ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan daÂlam wacana
fullday school. Apa itu?Satu, penambahan beban guru. Dua, penambahan biaya untuk kegiatan. Tiga, penyesuaian kegiatan anak dan orang tua yang sudah ada. Empat, orang tua yang tidak bekerja. Lima, anak yang harus membantu orang tua dan enam, keragaman kondisi sosial di berbagai daerah. ***
BERITA TERKAIT: