WC Rusak

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Minggu, 07 Agustus 2016, 10:35 WIB
WC Rusak
Jaya Suprana/Net
SEBENARNYA saya merasa diri bukan tipe manusia pemarah. Namun pada suatu pagi hari saya sempat tidak mampu menahan nafsu amarah saya. Celakanya, pada saat itu saya merasa cukup beralasan untuk meledakkan angkara murka amarah saya. Bagaimana saya tidak marah akibat mendadak saluran air WC saya rusak!

Memang pada kenyataan saya tinggal di sebuah rumah susun yang keren disebut sebagai apartemen di kawasan dianggap elit ibukota negara Republik Indonesia maka di apartemen saya tersedia dua WC. Sebenarnya saya masih bisa menggunakan sebuah WC saya yang satu lagi yang tidak rusak. Namun sebagai penghuni rumah susun bukan akibat terkena penggusuran namun atas kehendak saya sendiri dengan mengeluarkan dana untuk biaya perawatan, keamanan, listrik, air dan lain-lain yang total jumlahnya sama sekali bukan kecil, saya merasa berhak untuk marah-marah apabila WC saya rusak meski sebenarnya masih ada satu WC lagi yang sebenarnya siap saya gunakan.

Pendek kata saya memang mau marah-marah maka langsung memanggil petugas perawatan apartemen saya demi memperbaiki WC saya yang rusak itu! Amarah saya makin memuncak ketika sang petugas ternyata tidak berhasil memperbaiki WC saya dengan alasan bahwa salah satu komponen mekanisme saluran air WC brengsek saya itu rusak.

Amarah saya makin memuncak akibat ternyata di gudang manajemen apartemen tidak tersedia komponen yang rusak tersebut. Maka saya panggil manajer apartemen untuk melaporkan kerusakan WC saya yang tidak bisa langsung teratasi. Tergopoh-gopoh sang manajer datang ke unit rusun keren saya bukan untuk membantu perbaikan WC saya namun sekadar menganjurkan agar saya menggunakan WC saya yang satu lagi yang kebetulan memang tidak rusak maka sebenarnya memang siap digunakan.

Amarah saya meledak menjadi hujan cacimaki terhadap kebrengsekan manajemen pelayanan apartemen yang saya bayar mahal itu. Pendek kata saya tidak melewatkan kesempatan untuk pamer kekuasaan demi mengejawantahkan angkara murka arogansi kebendaan diri saya yang merasa berhak asasi untuk marah-marah akibat WC saya rusak tanpa bisa langsung segera diperbaiki meski sebenarnya masih ada satu lagi WC siap digunakan.

Akibat kebetulan saat makan siang sudah tiba maka saya makin pamer kemarahan dengan sengit pergi ke luar apartemen meninggalkan manajer dan teknisi apartemen yang sedang ketakutan menghadapi badai cacimaki amarah saya akibat WC saya rusak! Dalam perjalanan ke restoran kebetulan saya harus melewati kawasan istana negara. Kebetulan di pelataran di depan istana negara tampak ada belasan insan sedang berkumpul. Ternyata mereka adalah petugas keamanan sedang bersitegang berhadapan dengan rakyat terdiri dari para tukang becak, PKL dan warga tergusur yang ingin menghadap presiden sambil membawa lembaran kertas yang ternyata copy Kontrak Politi  yang ditandatangani Ir. H. Joko Widodo sebagai calon gubernur menjanjikan para tukang becak, PKL dan rakyat miskin tidak akan digusur apabila Joko Widodo terpilih menjadi gubernur Jakarta. Petugas keamanan sedang menghalang-halangi rakyat yang ingin menghadap presiden.

Saya membenarkan upaya para petugas keamanan sebab rakyat memang tidak boleh begitu saja masuk istana kepresidenan untuk menjumpai presiden. Saya menjanjikan kepada rakyat untuk menyampaikan hasrat mereka berjumpa presiden kepada staf kepresidenan dan minta agar rakyat kembali ke rumah masing-masing. Ternyata rakyat menyambut permintaan saya dengan membisu setriiun bahasa dan mereka tetap tidak beranjak dari tempat mereka menunggu kesempatan menghadap presiden yang sangat mereka cintai dan harapkan.

Terpaksa saya mengulang permintaan saya agar para tukang becak, PKL dan rakyat tergusur kembali ke rumah masing-masing. Para petugas keamanan juga mendukung permintaan saya sebab tampaknya mereka sudah kelelahan bertugas. Baru pada saat itu lah rakyat berpadusuara dalam pertanyaan "Rumah siapa?". Langsung wajah saya terasa tertampar, tenggorok tersumbat, leher tercekik, mata memejam akibat susah-payah menahan jangan sampai air mata berlinang apalagi menetes.

Saya baru tersadar bahwa saudara-saudara saya sebangsa, senegara dan setanah-air itu ternyata tidak punya rumah akibat rumah mereka sudah tergusur. Agar tidak ketahuan betapa terpukulnya sanubari dan nurani saya, cepat-cepat saya meninggalkan kawasan pelataran istana kepresidenan untuk kembali ke apartemen untuk memohon maaf kepada manajemen apartemen mengenai saya telah lupa daratan maka marah-marah akibat WC saya rusak meski saya masih punya WC satu lagi . Kemudian setelah saya sendirian berada di dalam apartemen nan sejuk berAC, saya berdoa mengucapkan terima kasih dan syukur-alhamdullilah kepada Yang Maha Kasih bahwa Beliau masih memperkenankan saya belum tergusur demi pembangunan kota Jakarta menjadi lebih tertib, bersih, sehat dan sejahtera. AMIN. [***]

Penulis adalah pembelajar makna kemanusiaan adil dan beradab

< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA