WAWANCARA

Krisna Murti: Pertarungan Sesungguhnya Kasus Reklamasi Ada Di Pengadilan...

Rabu, 03 Agustus 2016, 08:12 WIB
Krisna Murti: Pertarungan Sesungguhnya Kasus Reklamasi Ada Di Pengadilan...
Krisna Murti/Net
rmol news logo Kasus dugaan suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategi Pantai Utara Jakarta yang tengah dig­arap KPK kian heboh. Kasus tersebut menjadi perhatian serius semua pihak, tak terkecuali kalangan DPR, para pengamat, hingga kepala negara ikut bicara.
 
"Kasus tersebut juga sering menjadi topik utama di berbagai media, dibandingkan kasus yang lain seperti Sumber Waras, operasi tangkap tangan (OTT) ok­num jaksa dan hakim oleh KPK, penetapan tersangka anggota DPR, dan kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Kumala Wongso," ucap Krisna Murti, pengacara eks Ketua Komisi D DPRD KIM Sanusi.

Menurut Krisna, kasus tersebut menjadi rame setelah kliennya ditangkap KPK dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sanusi diduga men­erima suap Rp 2 miliar dari PT Agung Podomoro Land (APL) terkait pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI.

Namun, kata Krisna, kehebohan kasus ini, bukan akhir pertaru­angan. Pertaruangan sebenarnya baru akan terjadi saat persidan­gan nanti. Berikut penjelasan lengkap Krisna mengenai per­taruangan yang dia maksud:

Menurut Anda, mengapa kasus ini menjadi begitu heboh?
Sebab, banyak nama-nama besar dan orang terpengar­uh kerap disebut terlibat. Di antaranya ada pengusaha ter­nama yang juga Chairman PT Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto dan juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ada juga nama Sunny Tanuwidjaja yang merupak­an orang kepercayaan Ahok dan beberapa pimpinan DPRD DKI, seperti Ketua DPRD Edi Prasetyo dan Wakil DPRD MTaufik. Mereka saat ini sering bolak-balik ke KPK untuk me­menuhi panggilan sebagai saksi. Mereka juga beberapa kali hadir di persidangan sebagai saksi atas terdakwa Ariesman Widjaja.

Dengan banyaknya nama-na­ma besar itu apa anda gentar?
Saya tidak gentar sama sekali. Saya sangat yakin dapat me­matahkan sangkaan KPK terh­adap Sanusi yang diduga telah menerima suap Rp 2 miliar dari Agung Podomoro.

Apa strategi Anda untuk mematahkan sangkaan itu?

Strateginya sudah disiapkan. Di persidangan nanti saya dan Sanusi akan menjelaskan kasus yang sebenarnya terang benerang. Semua pembuktian di pengadilan nanti. Di persidangan nanti akan ada titik terang. Karena itu, saya optimis dapat menuntaskan perka­ra klien saya hingga terbebas dari jeratan hukum.

Apa Sanusi sudah siap men­jalani persidangan?

Sejak awal ditetapkan sebagai tersangka, M Sanusi selalu ko­operatif bilamana keterangannya dibutuhkan KPK. Sehingga set­elah berkasnya sudah dilimpah­kan KPK ke pengadilan, Sanusi siap menjalankan persidangan.

Apa ada saksi yang bisa meringankan Sanusi?
Tentu ada. Intinya, pada per­sidangan mendatang, klien kami siap memberikan jawaban dari hakim dan jaksa sesuai dengan fakta. Tentunya kami juga su­dah mempersiapkan saksi-saksi pendukung yang meringankan sangkaan KPK.

Alasan apa yang membuat Anda begitu yakin bisa mema­tahkan sangkaan KPK?
Berkaca pada sidang yang tengah berlangsung atas terdak­wa Areisman Widjaja, terlihat bahwa fakta persidangan dari keterangan saksi yang dihadir­kan, dugaan suap atas ijin rekla­masi itu tidak terbukti. Lihat saja saat Ahok dan Aguan bersaksi, sudah jelas bahwa yang dilaku­kan Kapuk Niaga Indah (KNI) ijinnya sesuai dengan prose­dur, yakni sudah ada Peraturan Daerah Nomor 8/1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.

Agung Sedayu juga sudah memberikan kontribusi dengan total Rp 220 miliar yang diper­untukkan pembangunan fasilitas umum dan sosial di DKI Jakarta. Bahkan, dalam persidangan juga disebutkan dengan jelas semua izin prinsip KNI diperolehnya di era Gubernur Sutiyoso, dan untuk izin pelaksanaan diper­oleh saat Fauzi Bowo menjabat gubernur DKI Jakarta. Pulau C dan D sudah dikerjakan. Pulau C sudah selesai dan Pulau D baru setengah jadi. Sedangkan Pulau Ebelum dikerjakan. Itu juga diakui Ahok saat memberikan keterangan di pengadilan.

Kemudian, Aguan juga me­nyebut bahwa Ahok kerap minta kontribusi tambahan untuk proses PTKNI (Kapuk Naga Indah). Dengan begitu, pihak Agung Sedayu mengaku tidak memper­masalahkan tambahan tersebut. Karena menurut Pak Aguan sudah ada PKS (Perjanjian Kerja Sama) sendiri. Seperti pada 2014, kon­tribusi sudah dikerjakan, yakni permintaan bangun jalan, rumah susun, sudah kita bangun.

Lalu, kenapa Sanusi men­erima uang dari Ariesman?
Itu sama sekali tidak terkait pembahasan Raperda. Uang itu merupakan bantuan dana untuk pencalonan kliennya dalam pemilihan gubernur pada 2017. Jadi, itu uang pribadi Ariesman sebagai kawan. Wajar saja kalau kawan membantu, dan memang belum sempat dilaporkan. Kan proses pencalonannya juga be­lum berlangsung. Karena itu, tidak ada uang mengalir kepada M Sanusi dalam pembahasan Raperda. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA