Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rumah Sakit Dan Orangtua Dirikan Posko Yang Berbeda

Di RS Harapan Bunda, Ciracas

Rabu, 20 Juli 2016, 09:05 WIB
Rumah Sakit Dan Orangtua Dirikan Posko Yang Berbeda
foto:net
rmol news logo Posko pengaduan juga didi­rikan di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (18/7). Rumah sakit tersebut merupakan salah satu yang diduga menggunakan vaksin palsu.

Tak pelak, posko di rumah sakit tersebut dijejali orangtua pasien yang ingin melaporkan bahwa anaknya mendapatkan vaksin palsu.

Tidak hanya satu, tapi dua posko sekaligus didirikan. Satu posko didirikan pihak rumah sakit, persisnya di halaman be­lakang yang sehari-hari sebagai tempat parkir motor. Posko ini berupa tenda peleton. Puluhan kursi ditata rapi di dalamnya. Puluhan orangtua balita mengantredi meja pengaduan yang dijaga lima petugas.

Satu posko lagi didirikan aliansi orangtua di lobi RS Harapan Bunda. Hanya ada meja panjang dan enam kursi untuk orangtua yang berjaga dan yang mengadu. Sebuah banner kecil dipasang didekat meja pengad­uan. Isinya, "Crisis Center korban vaksinasi palsu. Dari kita untuk kita. Save our children".

Tak kalah pamor, posko yang didirikan aliansi orangtua, dijejali lebih banyak orangtua yang men­gadukan nasib anaknya. Mereka mengisi formulir pernyataan di atas meterai Rp 6 ribu.

Di tengah riuhnya pelapor, sempat terjadi kericuhan.Penyebabnya, orangtua kesalkarena tidak ada akses yang dibuka pihak rumah sakit. Mereka menuntut naik ke lantai dua rumah sakit untuk menemui pihak manajemen. Beberapa orangtua sempat berdiskusi dengan polisi yang bertugas agar dapat menemui manajemen rumah sakit tersebut.

Namun, pembicaraan war­ga dengan Kapolsek Ciracas Komisaris Tuti Aini berlangsung alot. "Ibu bisa menghadirkan mereka ke sini untuk beri pen­jelasan atau kami naik ke atas," teriak salah satu orangtua. Tuti lantas meminta para orangtua pasien tetap tenang.

Setelah itu, para orangtua kembali berjalan mengelilingi gedung untuk mencari cara menemui pejabat rumah sakit. Personel Kepolisian yang ber­tugas di lokasi tetap mengawasi aktivitas para orangtua.

Namun, semua akses untuk naik ke lantai atas tertutup. Hal itu membuat para orangtua se­makin kesal. "Ini perlakuan yang tidak benar. Kita mencari orang yang bertanggung jawab, tapi semua akses ditutup, lift ditutup, pintu ditutup, tangga ditutup," teriak seorang warga.

Karena situasi semakin tidak kondusif, sejumlah pelayanan akhirnya ditutup untuk semen­tara. Seperti loket, kasir, labora­torium, dan ruangan dokter ahli dari berbagai bidang di lobi RS. Tidak terlihat pegawai yang bekerjadi ruangan tersebut. Yang terlihat hanya sejumlah satpam rumah sakit.

Di sejumlah pintu masuk ruangan terpasang pengumu­man, bahwa sejumlah bagian pelayanan medis ditutup untuk sementara waktu. RS Harapan Bunda hanya melayani pasien emergency via IGD, pasien he­modialisa dan pasien yang masih rawat inap.

Selain itu, pihak RS juga menutup akses ke lantai atas rumahsakit, lewat tangga mau­pun lift. Penutupan itu terkait dengan warga yang sempat berniat naik ke lantai atas untuk menemui pejabat rumah sakit.

Padahal, di lantai dua se­dang berlangsung vaksin ulang bagi anak-anak yang sebelum­nya mendapat vaksin palsu. "Bapak dan ibu, sudah ditelepon Kemenkes untuk vaksin ulang di sini atau belum? Kalau belum, tidak boleh naik," cegah salah seorang petugas keamanan yang tidak mau disebut namanya.

Di tengah berjubelnya ke­luarga korban yang mengadu, muncul ibu paruh baya yang berjalan tergopoh-gopoh. Sambil menggendong cucunya yang ba­ru berusia dua tahun. Nenek yang mengenakan jilbab ini, terlihat gusar dan panik. Keringatnya bercucuran di tengah panas terik matahari yang menyengat.

Ibu bernama Sri ini mondar-mandir sambil terus mencari posko pengaduan yang berada di belakang rumah sakit. Setelah ketemu, Sri bernafas lega sambil duduk di kursi. "Bagaimana ini cucu saya. Kena vaksin palsu tidak?" tanya Sri dengan nada marah. "Sabar bu. Tenang. Ibu sekarang isi daftar hadir dulu, nanti kita tindaklanjuti keluhan ibu," ujar salah satu petugas pengaduan yang bernama Wati.

Tak lama kemudian, Sri mengisi daftar hadir sambil meny­erahkan buku imunisasi cucunya kepada petugas untuk diperiksa. Sri khawatir, cucunya mendapat vaksin palsu berjenis Pediacel dan Tripacel. Pasalnya, sejak Mei 2014 hingga April 2016, cucunya ditangani Dr Indra, dokter yang ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri.

"Cucu saya hampir 10 kali vaksin berbagai macam ke dok­ter Indra," sebutnya.

Menurutnya, harga vaksin yang ditawarkan dr Indra tergo­long mahal, sebesar Rp 1 juta setiap kali vaksin. "Uangnya dibayarkan langsung ke suster yang menjadi asisten dokter Indra," sebutnya.

Sri mengaku terpaksa mem­beli vaksin yang ditawarkan dr Indra karena tidak menimbulkan efek panas. "Kata suster, kalau vaksin murah biasanya efeknya panas. Demi cucu, saya pilih yang bagus," ucapnya.

Kendati mendapat vaksin pal­su, Sri mengaku tidak ada yang aneh dengan peberkembangan cucunya. "Cucu saya sekarang sudah bisa bicara lancar dan tumbuh sehat," tuturnya.

Namun, dia tetap khawatir dengan perkembangan cucunya. Ia takut ada masalah kesehatan cu­cunya di kemudian hari. "Kami tetap minta pertanggungjawaban rumah sakit. Cucu saya harus divaksin ulang," tandasnya.

Senada, Mila, salah satu keluarga korban vaksin palsu juga khawatir anaknya yang baru berusia dua tahun terkena vaksin palsu. Alasannya, kata dia, selama hampir setahun pertama, anaknya terus mendapat vaksin dari dr Indra. "Sekali vaksin ma­hal, Rp 500 ribu. Anak saya sudah enam kali vaksin termasul Pediacel dan Tripacel," sebut Mila.

Namun, Mila mengaku ber­syukur sejak setahun terakhir ini, sudah tidak pernah melakukan vaksin dengan dr Indra. Karena kurang cocok, dia beralih ke dokter yang lain. "Tapi masih di tempat yang sama, di Harapan Bunda," sebutnya.

Dia mengaku kaget dan sangat shock saat dr Indra ditetapkanmenjadi tersangka oleh Bareskrim Polri. "Saya hampir pingsan mendengar itu. Jadi ingatperkembangan anak," keluhnya dengan suara bergetar.

Untuk itu, dia meminta per­tanggungjawaban pihak rumah sakit dan meminta ganti rugi. "Saya tak mau vaksin ulang di sini. Yang penting saya minta uang kembali. Saya sudah kapok imunisasi di rumah sakit ini," tegasnya.
 
Latar Belakang
Ada Empat Tempat Vaksinasi Ulang


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan vak­sin ulang kepada anak-anak yang diduga mendapat vaksi palsu.

Tahap pertama, 36 anak menjalani vaksinasi ulang di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (18/7). Sementara di RS Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur sebanyak 20 anak.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, pendataan pasien korban vaksin palsu terus dilakukan hingga saat ini. Data yang terkumpul sementara, sebanyak 197 pasien korban yang akan mendapat vaksin ulang di Puskesmas Ciracas. Pasien tersebut merupa­kan korban vaksin palsu yang terungkap di klinik bidan Elly Novita Ciracas.

Sementara di RS Harapan Bunda ada 160 pasien yang terdata korban vaksin palsu. Sedangkan di RS Sayang Bunda Bekasi terdapat 20 anak. "Kami sudah menerima daftarnya, kemungkinan masih bisa bertam­bah lagi," ujar Nila.

Nila menyebut ada empat tem­pat pelaksanaan vaksin ulang. Yaitu di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Rumah Sakit Umum Kecamatan Ciracas, Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur serta Rumah Sakit Sayang Bunda, Bekasi.

Nila mengatakan, Kemenkes akan memperluas posko vaksin ulang di sejumlah daerah. Selain itu, Kemenkes juga menye­diakan ruang pengaduan warga korban vaksin palsu. "Saat ini sebanyak mungkin posko kami buka. Masyarakat bisa hubungi di Halo Kemkes di nomor 1500-567, bisa tanya di sana untuk kemana perginya," jelasnya.

Dalam vaksinasi ulang ini, kata dia, Kemenkes memberikanlima vaksin dasar penta bio. Yaitu vaksin DPT, campak, influenza, hepatitis B dan polio. "Kita mem­berikan vaksinasi ulang agar ibu-ibu merasa aman," ujarnya.

Nila menambahkan, vaskin yang diberikan merupakan imu­nisasi wajib, bukan imunisasi pilihan. Sesuai ketentuan, imu­nisasi wajib terdiri dari imunisa­si rutin, tambahan dan khusus. Jenis vaksin yang diberikan nantinya menyesuaikan kategori imunisasi wajib tersebut.

Nila menegaskan, vaksinasi ulang dari pemerintah ini asli dan gratis untuk warga. "Kami minta masyarakat bisa memanfaatkan program ini," harap dia.

Lebih lanjut, kata Nila, me­kanisme vaksin ulang dimulai dengan proses pendataan dan verifikasi . Pasien korban yang sudah terverifikasi akan di­panggil berdasar nomor telepon seluler yang disetorkan orangtua atau wali pasien kepada pihak faskes. "Dari kemarin satgas sudah melakukan kontak kepada anak-anak yang mau dilakukan imunisasi wajib," terangnya.

Vaksinasi ulang akan dilaku­kan sesuai jadwal yang ditentu­kan. Untuk menjamin keaslian vaksin, lanjut dia, proses vaksi­nasi akan mendapat pendampingan dokter anak di bawah naungan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dokter anak nantinya juga akan mengawasi pemberian vaksin sesuai dengan pedoman yang berlaku.

Selain itu, Nila meminta masyarakat tenang dan tidak melakukan tindakan anarkistis terkait masalah ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA