Karena apa yang dilakuÂkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebenarnya untuk melakukan pemetaan dalam rangka vaksinasi ulang. Berikut uraiannya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Pemerintah akhirnya menÂgumumkan fasilitas kesehaÂtan (faskes) yang terindikisi menggunakan vaksin palsu, tanggapan Anda?Ini kan sudah kelihatan di lapangan ya. Setelah dikeluarÂkan daftar tersebut kan timbul kegaduhan di masyarakat ya. Jadi memang dalam menangani hal ini, sebaiknya kita semua pihak, apakah itu pemerintah, penegak hukum, pihak mana pun termasuk masyarakat, harus lebih bijak.
Maksudnya?
Ya harus lebih hati-hati dalam melihat kasus ini. Karena apa yang diumumkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, saya tangkap secara pribadi, itu sebenarnya untuk melakukan pemetaan dalam rangka vaksiÂnasi ulang. Tetapi opini yang muncul di masyarakat adalah, yang diumumkan itu adalah yang sudah pasti melakukan kesalahan.
Bukankah itu memang suÂdah berdasarkan penyelidikan Kepolisian?Kita harus teliti lebih lanjut, apakah memang faskes dan tenaga kesehatan tersebut telah melakukan kesalahan, atau jusÂtru mereka sebagai korban peniÂpuan. Penipuan yang dilakukan oleh produsen atau distributor dari vaksin palsu tersebut. Itu sebenarnya yang harus ditetapÂkan dulu.
Bedanya adalah, kalau dia melakukan kejahatan, dia melakukannya dengan sengaja. Tetapi kalau faskes atau tenaga kesehatan tidak tahu kalau yang digunakan atau dibeli itu palsu, saya rasa itu bukan tindak piÂdana. Malah saya rasa, faskes dan tenaga kesehatan itu sebagai korban penipuan.
Bukankah faskes atau tenaga kesehatan seharusnya tahu obat yang dibeli dan digunaÂkan?Nah, asumsi seharusnya tahu kalau menurut saya asumsi yang keliru. Karena di lapangan, faskes atau tenaga kesehatan sebagai pembeli, melihat vakÂsin itu dari kemasan, dari label, dari nomor register. Kalau seÂmuanya itu sama, dia tidak akan bisa membedakan, apakah itu asli atau palsu. Itu persoalan di lapangan begitu.
Lantas bagaimana seharÂusnya?Makanya harus lebih diperdaÂlam. Apakah faskes atau tenaga kesehatan itu sengaja membeli, atau memang mereka tidak mengetahui.
IDI sudah mengindikasiÂkan tenaga kesehatan yang terlibat?Jadi begini, yang berhak melakukan investigasi kan penegak hukum, Kemenkes dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Ini menurut penjelasan yang kami dengar dari Bareskrim, ini kan masih mau diperdalam. Apakah ada unsur kesengajaan atau bukan. Artinya jangan samÂpai ada justifikasi, karena masih didalami. Karena kalau terlanjur menjustifikasi, akhirnya seperti sekarang, jadi gaduh. Orang tua ada yang menganiaya dokter, sampai menuntut macam-macam. Ini kan terganggu pelayanan kesehatan ke depannya.
BPOM sebagai pengawas kecolongan, apakah ke depan perlu diubah struktur pengaÂwasannya?Ini kan memang persoalan sekarang ini, bukan persoalan di pelayanan. Kalau mau jujur, persoalan vaksin palsu ini kan di pengawasan. Dan (pengawasan) itu ada di hulu dan di hilir. Ada manajemen pengelolaan dan pengadaan obat di hilir oleh rumah sakit dan klinik. Nah untuk pengawasan di hilir itu yang yang bertugas dinas kota atau kabupaten. Itu sepertinya lemah dan perlu diperkuat.
Tapi yang paling penting, yang menyebabkan persoalan ini adalah sumbernya di hulu sebenarnya, yakni distributor dan produsen, dan ini ranahnya Kemenkes dan BPOM. Dan ini yang perlu diperbaiki. Kenapa kok bisa ada produsen dan ada distributor yang bisa bebas. Ke mana BPOM dan Kemenkes. Saya kira harus diperkuat ke depannya.
Artinya tidak perlu menÂgubah struktur pengawasnya?Tidak perlu. Hanya perlu ada pembagian tugas dan penguatan pengawasan. Kemenkes dan BPOM harus lebih tegas dan cermat.
Banyak pihak menyebut vaksin palsu berbahaya, sebeÂnarnya bagaimana efeknya?Kalau vaksin palsu, efek segeranya tergantung zatnya yang ada. Vaksinnya diisi apa. Kalau diisi zat berbahaya atau infeksi, itu menjadi racun dan berbahaya. Tapi kalau isi dari zat itu air, tidak berbahaya. Seperti hasil invesÂtigasi BPOM ini, cairan infus, dan itu tidak berbahaya, tapi ada risiko potensial, yakni tidak ada kekebalan bagi si pasien. Tapi masyarakat tidak perlu panik, karena hasil penyelidikan isinya itu tidak membahayakan. Saya kita masyarakat perlu mendatangi faskes agar bisa divaksin ulang. Selain itu, pemerintah dan semua pihak harus berani mengakui adanya kebocoran pengawasan dan harus memperkuatnya. ***
BERITA TERKAIT: