WAWANCARA

Andi Eka Sakya: Indonesia Itu Super Market Bencana, Kita Harus Punya Literasi Kebencanaan Tinggi

Jumat, 24 Juni 2016, 08:40 WIB
Andi Eka Sakya: Indonesia Itu Super Market Bencana, Kita Harus Punya Literasi Kebencanaan Tinggi
Andi Eka Sakya:net
rmol news logo Laporan terakhir, sebanyak 56 orang tewas, sembilan orang hilang, 22 orang luka-luka dan 395 orang men­gungsi akibat banjir dan longsor di Jawa Tengah. Di Kabupaten Purworejo, terdapat 42 orang tewas, enam orang hilang dan 19 luka-luka.

Pertanyaannya, apakah tidak ada peringatan dini sebe­lum bencana terjadi? Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengaku telah menyam­paikan informasi dan berkoordi­nasi dengan pihak-pihak terkait iklim dan potensi bencana. Dia juga mengaku tidak ada misko­munikasi. "Tetapi ambang kritis daya dukung alamnya memang menjadikan respons terhadap peringatan dini menjadi tidak terkejar," ujarnya kepada Rakyat Merdeka. Berikut penjelasan selengkapnya;

Bagaimana Anda menyikapi bencana banjir rob dan long­sor yang menelan korban jiwa di beberapa daerah?

Prihatin....

Kok bisa itu terjadi? Bukankah BMKG sebelum bencana sudah menyampaikan perin­gatan dini dan informasi?

Bisa banyak hal. Dalam per­spektif siklus bencana, selalu ada pre-saat terjadi dan past-disaster. Pre-disaster ini pun, paling tidak bisa ada tiga hal yang perlu dilihat.

Apa saja itu?
Pertama, sistem Peringatan Dini. Kedua, pemahaman masyarakat penerima (down­stream). Ketiga, kondisi kritis lingkungan terjadinya bencana. Lalu, mengapa bencana menim­bulkan korban, sering dikaitkan dengan empat hal: (1) tidak adanya sistem peringatan di­ni, (2) masyarakat tidak tahu fenomena terjadinya bencana, (3) daya dukung alam yang se­makin rentan, dan (4) masyarakat tidak berdaya. Jadi tidak sekedar peringatan dini disampaikan, tetapi juga perlu dilihat daya dukung alamnya serta bagaimana masyarakat menyikapinya.

Apa ada miskomunikasi atau ada sistem yang tidak berjalan?
Tidak terjadi mis-komunikasi. Tetapi ambang kritis daya du­kung alamnya memang menjadi­kan respon terhadap peringatan dini menjadi tidak terkejar.

Bagaimana sih sebenarnya efektifitas early warning system yang diterapkan BMKG?

Sistem peringatan dini efek­tif jika masyarakat, baik pada tingkat pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai penerima memahami bagaimana meresponnya.

Apa yang harus dilakukan ke depan, agar kejadian se­rupa tidak terulang?

Peningkatan disaster literacy. Indonesia merupakan super-market bencana. Oleh karenan­ya, tingkat literasi kebenca­naan yang tinggi memberikan kontribusi positif bagi disaster resilience society (masyarakat berketahanan terhadap ben­cana).

Catatan penting Anda kepada masyarakat dan pihak terkait menyikapi iklim saat ini?
Mari kita tingkatkan literasi masyarakat Indonesia terhadap iklim dan dampak perubahan­nya.

Untuk ke depan, apa BMKG sudah memetakan daerah-daer­ah rawan bencana dan menjadi prioritas perhatian BMKG?

Pemetaan daerah rawan ben­cana, sejatinya bukan kewenangan BMKG. Tetapi itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penerapan paradigma baru pen­gurangan risiko bencana, yaitu membangun sistem prakiraan berbasis dampak, peringatan dini berbasis risiko (impact based forecasting, risk based warning). Jadi upaya penanggulangannya perlu dilakukan secara kompre­hensif dan terintegrasi dengan program-program dan lembaga yang lain.

Kalau tahapan kajian dan analisis iklim oleh BMKG terkait potensi bencana seperti apa saat ini?

Ada kajian iklim jangka pendek (1-6 bulan), menengah (6 bulan-5 tahun) dan panjang (5-100 tahun). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA