Kondisiyang sama juga berÂlaku pada tujuh anak pelaku kasus pemerkosaan di Bengkulu. Semula, setelah diputus pidana, ketujuh anak tersebut ditempatÂkan di Lapas Kelas II A Bengkulu. Namun, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa cepat merespons persoalan tersebut. Dia langsung meminta izin keÂpada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar mereka dipindahkan ke LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) di Bandung.
Tapi bagaimana dengan nasib anak-anak yang lainnya? Berikut penuturan Menteri Sosial ketika dikonfirmasi
Rakyat Merdeka kemarin;
Apa yang menjadi dasar pijakan Anda?Undang-Undang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) menyebut, kalau ancaman huÂkumannya di bawah tujuh taÂhun, maka dia dibawa ke ABH (Anak yang Berhadapan dengan Hukum), kalau ancaman hukuÂmannya di atas tujuh tahun maka di bawa ke LPKA. LPKA itu Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
Siapa sebenarnya yang berÂtanggung jawab terhadap LPKA dan panti ABH?LPKA itu di bawah koordiÂnasi Kementerian Hukum dan HAM. ABH di bawah koordinasi Kemsos (Kementerian Sosial).
Kenapa masih ada anak-anak yang ditahan di Lapas dewasa?Ketika Panti ABH tidak cukup (kapasitas), dan ketika LPKA itu juga tidak cukup, maka lebih separuh anak-anak ini di lapas (tahanan dewasa)
Ada berapa banyak saat ini?Ada 59 persen anak-anak yang mendapat ancaman hukuman lebih dari tujuh tahun. Mestinya mereka di LPKA, tapi sekarang di lapas. Kemudian, ada 58 persen yang mestinya mereka ada di ABH, sekarang mereka di lapas.
Kapan anak-anak ini bisa semuanya bisa dipindahkan dari Lapas?Kemsos punya target, Desember 2018, tidak ada lagi anak-anak yang di Lapas. Yang ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun ya di bawa ke ABH. Yang di atas tujuh tahun harusÂnya di LPKA.
Apa dalam jangka waktu itu bisa tercapai?Makanya, saya sedang melakukan hitung-hitungan, LPKA sekarang ini yang memungkinkan untuk bisa mendapatkan tambahan, dari anak-anak yang di lapas itu berapa banyak.
Bagaimana koordinasi denÂgan Dirjen Lapas sejauh ini?Sekarang, Direktorat Jenderal Lapas juga sudah berkoordinasi dengan Kemsos.
Karena Kemsos punya Konselor. Yang di LPKA butuh konselor. Selain itu Kemsos juga punya kepentingan untuk pengasuhan anak.
Betapapun usia anak-anak mereka tetap butuh pengasuhan, mereka butuh pembinaan. Dan itu akan memiliki ruang yang cukup kondusif jika di LPKA atau ABH.
Oh ya, Anda kabarnya juga tengah menggalakkan proÂgram Desaku Menanti. Bisa dijelaskan sedikit?Desaku Menanti itu nomenÂklatur untuk perumahan, peÂmukiman untuk gelandangan pengemis. Jadi strategis dan jangka panjang, tidak hit and run. Ada lho mereka di youtube lagu nya.
Kalau boleh tahu, bagaimaÂna itu lagunya?Pokoknya kurang lebih; Aku bukan pengemis lagi... Ada laÂgunya... He-he...
Mekanisme programnya seperti apa?Jadi pemerintah daerah meÂnyiapkan lahan, Kemsos meÂnyiapkan rumah untuk mereka. Jadi ada rumah untuk mereka, ada
vocational training. Dan itu sudah berjalan di Pasuruan, berÂjalan juga di Gunung Kidul, juga di Malang. Persiapan sekarang di Padang. Sepertinya sudah dapat tanah walikotanya.
Jadi kalau mereka ada tempat, maka bisa saya sebut di Huntap, hunian tetap. Ada rumah untuk mereka, ada vocational, ada proses sosialisasi dan reinteÂgrasi.
Gelandang pengemis dari luar daerah tersebut apa juga akan diakomodir lahan dan rumahnya?Daerah tidak akan menyiapÂkan lahan, kalau tidak wargÂanya. Yang orang luar kotanya dibalikin. Jadi mereka menyisir, melakukan verifikasi, mereka siapkan karantina, kemudian mereka mendapatkan
vocational training, setelah itu mereka dapat modal. Pada saat yang sama pemerintah kota mendapÂatkan lahan, kementerian sosial membangunkan rumahnya. Jadi rumah belum selesai, mereka sudah bisa produksi. ***