Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berpuasa Ramadhan Dengan Hati

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Kamis, 09 Juni 2016, 06:44 WIB
<i>Berpuasa Ramadhan Dengan Hati</i>
SEORANG teman, namanya Abdul Azis, mengaku heran dengan perasaannya saat berpuasa Ramadhan. Ia telah menuntaskan puasa di hari pertama Ramadhan, namun yang ia rasakan hanya lapar, haus termasuk merasa berhasil melawan hasrat nafsu terhadap lawan jenis.

Tak lebih dari itu. Sehingga pada saat berbuka puasa ia hanya merasakan kenikmatan makanan dan minuman. Padahal ia ingin merasakan lebih dari sekedar itu. Ia pun meyakini bahwa puasa Ramadhan itu tak sekedar menahan diri dari makan dan minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.

Kegundahan Abdul Azis tentang puasa Ramadhan sebenarnya dirasakan banyak orang. Hal ini adalah bentuk pengalaman spiritualitas seseorang yang pasti berbeda-beda. KH Yasin Asymuni Kediri dalam kitabnya ‘Risalatus Shiyam’ menjelaskan bahwa puasa Ramadhan itu memang punya beberapa standar kualitas yang sangat berkaitan dengan keseriusan pelakunya.

Kebanyakan orang memang terjebak pada standar kualitas sebagaimana yang dirasakan oleh Abdul Azis. Namun suasana batin tersebut bukanlah sesuatu yang buruk. Selanjutnya perlu melangkah ke tahapan peningkatan kualitas puasa Ramadhan.

Seseorang yang berpuasa Ramadhan di samping telah mampu menahan diri dari makanan, minuman dan hal-hal yang membatalkan puasa juga harus berupaya menahan anggota tubuhnya dari perbuatan yang tercela (kafful jawarih ‘anil atsam). Fokus mengendalikan mata, lisan, telinga, anggota tubuh lainnya termasuk perut, dan tidak berlebihan saat berbuka puasa. Misalnya, jika dirinya terbiasa menyantap makanan dari mana saja, maka saat puasa ia harus berupaya lebih selektif memeriksa kehalalan makanannya. Jika setiap hari ia terbiasa berdusta, bergosip, dan lainnya maka saat puasa ia harus menjaga lisannya untuk selalu berkata-kata yang baik. Kualitas rasa puasa Ramadhan masih bisa ditingkatkan lagi dengan cara mendorong diri tidak hanya puasa secara fisik namun juga mengikutkan hati (shawmul qalb). Pada tahap ini seseorang yang berpuasa juga melatih hatinya menghindar dari kepentingan yang merendahkan diri, berotak materialistik. Intinya mengarahkan hatinya secara total kepada Allah (kaffuhu ‘amma siwallah bilkulliyyah).     

Proses pengalaman spiritualitas ini dapat menghindarkan seseorang dari perasaan hanya berpuasa fisik atau puasa yang hanya menghasilkan rasa lapar dan haus. Terlebih pada level puasa yang mengikutkan hati ini seseorang akan merasakan kualitas puasa dimana ia merasa berdosa (yahshulul fithr) saat ia memikirkan Dzat selain Allah Swt.

Level puasa yang hanya berkonsentrasi secara total kepada Allah dan tidak memperdulikan makhluk-Nya. Seseorang yang mampu merasakan puasa fisik dan hati maka ia telah merasakan puasa Ramadhan sebagaimana yang dirasakan para Nabi dan Rasulullah saw. Ia terbebas dari peringatan Rasulullah saw., "banyak orang berpuasa dimana ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan haus."

Selamat berpuasa.

Penulis adalah Ketua PBNU, Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA