Selain itu, Jenderal Badrodin juga menegaskan, paham komunisme dan PKI itu dilarang oleh undang-undang. Karena itu, upaya untuk menghentikan penyebaran komunisme pun harus dilakukan, termasuk upaya mengkampanyekan penyebaran atribut PKI di seluruh Tanah Air, tidak bisa ditolerir.
"Jadi Kepolisian hanya melakÂsanakan apa yang tertera di aturan dan undang-undang itu," ujar Jenderal Badrodin.
Berikut ini penuturan Jenderal Badrodin kepada
Rakyat Merdeka, tadi malam;
Mengapa Polri melakukan tindakan menangkapi dan melarang atribut PKI di seluÂruh Indonesia?Di Indonesia kan ada insturÂmen hukum yang telah melarang PKI. Itu mutlak harganya. Jadi semua pihak yang memperguÂnakan atribut PKI, palu arit dan yang mengembangkan ajaran PKI ya polisi menangkapnya. Itu kan sesuai dengan larangan yang sudah ada di dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan juga secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999. Kepolisian ya melaksanakan instrumen itu.
Apa saja yang dilakakukan oleh Kepolisian untuk menegakkan aturan itu? Jadi kan, di dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 itu ada tiga hal pokok yang dinyataÂkan yakni membubarkan Partai Komunis Indonesia, menyatakan PKI sebagai partai terlarang dan melarang pengembangan ajaran Komunisme, Leninisme dan Marxisme di Indonesia. Itu tegas. Kemudian, karena TAP MPRS itu tidak menuliskan sanksi, maka di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang PKI itu jelas ada sankÂsinya. Maka Kepolisian menegakkan aturan itu, ya ditangkap dong para penyebar atribut dan ajara komunisme di Indonesia.
Apakah ini juga ada kaitanÂnya dengan upaya negara melalui Komnas HAM yang ingin mengusut kasus tragedi 1965? Ini juga perlu ditelusuri. Jangan sampai hal ini dimanÂfaatkan dan dijadikan upaya menyebar-nyebarkan ajaran komunisme yang dilarang oleh negara. Puncaknya, ya tempo hari pada saat simposium itu. Kita sudah tidak bisa mendiamÂkan. Aturan harus ditegakkan. Seperti di Jawa Timur, ada konÂser musik dengan bebasnya meÂnyanyikan lagu genjer-genjer itu lagu masih dilarang nggak di undang-undang? Makanya kita hentikan.
Jadi euphoria demokrasi dan kelonggaran itu jangan malah dimanfaatkan untuk menyebarÂkan paham yang dilarang negara. Jadi memang, gerakan dan teruÂtama penggunakaan atribut PKI, palu arit dan buku-buk itu pun massif terjadi saat ini.
Tapi seharusnya Polri melakukan pelarangan tidak dengan jalan represif dong... Nah, ini pun harus ditegaskan. Tidak ada upaya melakukan tindakan represif. Kita hanya menjalankan perintah undang-undang. Perlu juga diketahui, banyak anggota masyarakat muÂlai resah dengan atribut-atribut dan penyebaran-penyebaran paham komunisme yang kini kian massif. Ada ulama-ulama, ormas-ormas, purnawirawan-purnawiran yang sudah meÂnyampaikan keresahannya jika itu pun terus dibiarkan. Kita tidak mau, masyarakat atau siapapun melakukan tindakan anarkis atau melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap atribut-atribut komunis itu. Tidak boleh ada main hakim sendiri.
Apa arahan Kapolri dalam penanganan kasus ini? Polisi melakukan perintah unÂdang-undang. Dan saya sampaiÂkan, guidance-nya jelas, harus mengedepankan penyelidikan dan proteksi. Bukan kekerasan. Jika ada atribut-atribut ya ditangÂkap, diserahkan kepada ahli unÂtuk mengetahui apakah itu kategori menyebarkan ajaran yang dilarang negara atau tidak. Ya silakan diselidiki, diproses huÂkum. Jika tidak, ya kan dilepas. Dan anggota masyarakat, ormas atau siapapun dilarang main hakim sendiri. Kita melibatkan ahli dalam melakukan proÂteksi dan penyelidikan atribut dan ajaran-ajaran komunisme itu lho. Kemudian, saya katakan, kita tidak melarang buku-buku komunis di toko-toko buku, di sekolah atau di perpustakaan-perpustakaan. Paling kita ambil sampel bukunya, lalu kita serahÂkan ke Kejaksaan Agung untuk diteliti. Itu guidance yang harus dilakukan di seluruh Indonesia.
Bagaimana dengan keterliÂbatan TNI dalam pelarangan dan penangkapan? Oh, itu saya katakan, angÂgota TNI itu kan menangkap karena tertangkap tangan ada yang mempergunakan atribut PKI. Jadi ya karena tertangkap tangan. Bukan bersengaja cari-cari. Itu kan penegakan undang-undang.
Bagaimana dengan kegiatan yang dilakukan AJI? Yang dimana? Yang di Yogya? Kalau yang di Yogya itu kan ada undangan ke Kapolda untuk menghadiri kegiatan. Itu kan unÂdangan, bukan pemberitahuan. Ya kalau ada pemberitahuan ada kegiatan, tentu namanya pemÂberitahuan. Sebab, ada aturan, jika melakukan kegiatan begitu kan ya pemberitahuan dong ke aparat Kepolisian, bukan unÂdangan. Berapa jumlahnya, di mana diadakan, supaya tahu. Jadi, di mana pun, kalau ada kegiatan, seperti itu, termasuk aksi unjuk rasa, kalau tidak ada pemberitahuan ya dibubarkan dan ditangkap. Intinya itu soal mekanisme. Ya ditegakkan dong mekanisme. ***
BERITA TERKAIT: