WAWANCARA

Khofifah Indar Parawansa: Saya Pakai Data, Banyak Negara Yang Memberlakukan Tambahan Hukuman Kebiri

Selasa, 17 Mei 2016, 09:00 WIB
Khofifah Indar Parawansa: Saya Pakai Data, Banyak Negara Yang Memberlakukan Tambahan Hukuman Kebiri
Khofifah Indar Parawansa:net
rmol news logo Kasus kejahatan seksual, khususnya terhadap anak semakin mengerikan. Sehingga dorongan untuk pem­beratan hukuman seperti kebiri bagi pelaku, menguat. Namun, di tengah finalilasi draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memuat huku­man tersebut, opsi kebiri ditentang oleh penggiat HAM. Selain tidak manusiawi, hukuman kebiri juga dinilai tidak efektif dalam menurunkan kejahatan seksual.

Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa, salah satu yang paling getol menyuara­kan hukuman kebiri, mengaku tidak surut. Menurutnya, saat ini Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat kejahatan seksu­al. "Data darimana bilang tidak efektif. Coba berikan data ke saya. Kita adu data," tantangnya kepada Rakyat Merdeka. Berikut wawancara selengkapnya:

Jadi menurut Anda huku­man kebiri efektif?
Di Nottingham, orang berjejer minta dikebiri. Jadi efektif tidak efektif, kita belum melakukan. Maka, harus cari dulu negara yang sudah melakukan. Saya termasuk yang coba membandingkan kenapa beberapa nega­ra, di Amerika Serikat lebih dulu melakukan itu.

Lalu Inggris melakukan itu, be­berapa state di Australia melaku­kan itu. Jerman, Denmark, Swedia, Korsel sangat banyak negara yang sudah memberikan tam­bahan hukuman dengan kebiri kimiawi. Jadi tidak menghenti­kan kemungkinan nanti berketu­runan, karena kebiri kimiawi itu ada masa, berapa tahunnya nanti hakim yang memutuskan.

Tapi pegiat HAM, termasuk sejumlah anggota DPR tetap menolak?
Ini kan sudah diputuskan oleh Presiden.

Apa tidak ada opsi lain untuk pemberatan hukuman selain kebiri?

Tambahan hukumannya juga bisa dalam bentuk chip, bisa juga mempublikasikan identitas, ini juga dilakukan di salah satu negara di Amerika. Saya melihat, foto predator dipasang di SPBU, misalnya. Itu tambahan huku­man. Bisa juga finger print.

Sejauh ini apa saja item penting dalam draf Perppu tersebut?
Jadi di dalam Perppu itu, ada empat item. Pertama adalah pemberatan hukuman, huku­man pokoknya 20 tahun. Bisa ditambah seumur hidup atau hukuman mati, jikalau ada hal-hal yang melingkari dari proses kejahatan seksual. Misalnya ada penganiayaan sampai ke­pada pembunuhan. Yang kedua, adalah tambahan hukuman. Jadi kebiri itu adalah salah satu opsi tambahan hukuman. Jikalau itu dilakukan kepada pelaku pedofil, berarti korbannya anak-anak dan korbannya sudah berkali-kali.

Cuma itu saja?
Kemudian, di dalam Perppu itu opsi nya juga adalah mendekat­kan layanan kepada masyarakat, layanan perlindungan anak, tem­pat pengaduan kalau ada kasus terhadap anak, kemudian ke empat, memberikan psikososial terapi. Karena biasanya korban pelaku sodomi itu bisa 20, juga bisa lebih dari seratus. Itu sudah ada adiksi. Jadi ada psikososial terapi yang juga harus diberikan kepada pelaku. Juga kepada kor­ban dan keluarga korban.

Hingga saat ini, sudah se­jauh mana progres finalisasi Perppu ini?
Jadi kalau Perppu-nya ada di Kementerian Hukum dan HAM. Legal drafting-nya ada di sana. Biasanya akan ada harmonisasi masing-masing menteri di dalam legal drafting yang sudah di finalisasi itu.

Oh ya, menurut analisis Anda, apa yang menjadi fak­tor utama maraknya kejaha­tan seksual belakangan ini?
Saya tidak melakukan analisa. Tetapi saya punya data. Dari data yang saya akses, dari tahun 2000 sejak Menteri Pemberdayaan Perempuan zaman Gus Dur. Ketika anak-anak mengakses konten video porno maka 67 persen sampai 75 persen itu po­tential addict. Kalau dia sudah addict maka akan sering nonton dan yang semula dianggap itu tabu menjadi biasa-biasa saja. Dari angka itu kira-kira 39 sam­pai 49 persen potensial acting out. Potensial ikut menirukan, gitu. Jadi tinggi sekali sebetul­nya pengaruh antara akses konten video porno dengan adiksi menonton dan kemungkinan untuk acting out. Ini datanya.

Selain data?
Saya juga tanya kepada pelaku kasus YY di Rejanglebong. Nak apa benar kamu suka nonton video porno, dijawab iya. Lalu saya tanya, nontonnya pakai apa? Handphone. Sendiri atau rame-rame? Jawabnya; Rame-rame. Saya tanya lagi, apa betul kamu habis minum tuak, dia jawab, iya.

Dia mabuk?
Dia jawab tidak. Tapi pusing-pusing. Lalu saya tanya, apa ka­mu ikut melakukan. Dia jawab, iya. Saya ingin menyampaikan urutan benang merahnya itu. Kenapa kamu melakukan nak? Karena diajak sama yang de­wasa. Nah dari sisi ini, terhadap kasus YY, siginifikansi pengaruh video porno dan miras itu nam­pak. Karena saya tanya sendiri. Yang terjadi di Surabaya juga seperti itu.

Terkait video porno ini, apa langkah konkret yang dilaku­kan pemerintah?

Langkah pemerintah, Menkominfo, pada saat ratas (rapat terbatas), hari Rabu yang lalu menyampaikan sudah sekitar 750 ribu konten porno sudah di-delete. Jadi mungkin kita sudah harus lebih lagi seperti di Singapura, itu banyak konten porno mau di-dowload itu sudah not found. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA