WAWANCARA

Jenderal Badrodin Haiti: Kita Menghargai Hasil Autopsi Itu, Tapi Kita Juga Punya Mekanisme Sendiri

Rabu, 13 April 2016, 08:35 WIB
Jenderal Badrodin Haiti: Kita Menghargai Hasil Autopsi Itu, Tapi Kita Juga Punya Mekanisme Sendiri
Jenderal Badrodin Haiti:net
rmol news logo Komnas HAM dan Tim Forensik Muhammadiyah meri­lis hasil autopsi jenazah terduga teroris Siyono, yang tewas usai ditangkap Densus 88. Hasilnya, ada empat kejanggalan terkait kematiannya.
 
Pertama, tubuh Siyono tidak pernah diautopsi. Lalu, tidak ada indikasi pendarahan hebat di kepala Siyono. Kemudian, penyebab kematian Siyono karena ada tulang yang patah, sehingga menusuk ke jantung, dan terakhir, tidak ada indikasi perlawanan dari Siyono.

Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti men­gucapkan terima kasih. Namun dia menyebut, Polri juga pu­nya mekanisme sendiri dalam melakukan pengawasan dan pe­meriksaan. "Ada Irwasum yang melakukan pengawasan dan Div Propam yang melakukan pemer­iksaan. Mekanisme ini juga kita lakukan. Apakah itu nanti cocok atau tidak hasil autopsi dengan proses yang dilakukan oleh pro­pam ini," ucapnya saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, kemarin. Berikut wawancaranya:

Komnas HAM dan Tim Forensik merilis hasil autopsi jenazah Siyono, tanggapan Anda?
Saya ucapkan terimakasih, kasus Siyono sudah dilakukan autopsi dan sudah ada hasilnya, tentu kita menghargai itu, kar­ena ini terkait dengan Densus. Namun, Polri juga punya me­kanisme, seperti Irwasum yang melakukan pengawasan dan Div Propam yang melakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Oleh karena itu, mekanisme ini juga kita lakukan. Apakah itu nanti cocok atau tidak hasil autopsi dengan proses yang dilakukan Propam.

Artinya Polri hanya men­ganggap hasil autopsi yang telah dilakukan sebelumnya?
Makanya itu saya katakan, kita menghargai hasil autopsi itu. Tetapi kita juga punya me­kanisme sendiri, apakah nanti klop antara autopsi dengan ha­sil pemeriksaan itu. Nanti kita buktikan hasil pemeriksaannya apa. Kan orang yang kita duga melakukan kan kita periksa.

DPR ingin meminta keterangan Polri terkait hasil autopsi?

Ya nggak apa apa. Kan DPR memang mengawasi pelaksan­aan tugas kita. Nggak perlu ada yang dirisaukan. Silakan saja sepanjang sesuai dengan koridor ketentuan hukum, ya sah-sah saja. Tentu nanti, silakan kalau memang nanti ada pelangga­rannya, tentu bisa disidangkan kalau itu pelanggaran etik atau disiplin. Tapi kalau ada pelang­garan pidana, silakan diproses hukum.

Polri memberikan uang kepada istri Siyono, bisa di­jelaskan?

Ya begini, biasa kalau ada kematian pasti kita ada rasa simpatilah. Sebagai rasa turut berduka cita. Itu sah-sah saja.

Uangnya dari mana?
Yang jelas bukan uang negara. Uang pribadi, dari Kadensus 88 (Brigjen Eddy Hartono). Itu boleh saja.

Terkait kematian Siyono, apakah Tim Densus 88 sudah bekerja sesuai prosedur?
Tim Densus 88 sudah memiliki tugas pokok dan fungsinya yang jelas, yaitu menanggulangi ter­orisme baik pencegahan maupun pemberantasan. Kita juga tidak mau negara kita menjadi negara yang gagal karena kekerasan-kekerasan yang dilakukan aksi teror. Karena itu, pemberantasan terorisme itu harus terus kita lakukan. Kemudian kalau di dalam pelaksanaan upaya-upaya pemberantasan terorisme ada hal yang dianggap janggal, dicurigai ada kekeliruan, saya siap untuk bisa dikoreksi.

Tim Densus 88 sering dinilai berlebihan dalam menjalank­an tugas?
Saya pikir tidak (berlebi­han). Anggota-anggota Densus 88 juga tidak mau kehilangan nyawanya kan, tidak mau am­bil risiko. Karena para terduga teroris yang ditangkap Densus merupakan orang-orang yang sudah menjadi target, dan sudah pernah melakukan aksi teror. Itu kan dia sudah siap dengan kematian, daripada tertangkap, dia melawan. Mati dia, harapan­nya bisa masuk surga. Kalau risiko-risiko semacam itu kan tentu tidak bisa diatasi dengan hal-hal yang biasa.

Jadi Polri tidak akan mengevaluasi Densus 88?
Tentu dievaluasi. Tentu setiap periode tertentu kita lakukan evaluasi, apakah Densus sudah melakukan kerjanya dengan baik atau tidak. Itu pasti kita lakukan.

Contohnya?
Seperti kemarin setelah ada bom Thamrin, kita evaluasi kerja mereka. Jika dalam penanganan Densus itu dinilai ada pelang­garan, maka Divisi Propam akan memeriksa untuk melihat apakah itu pelanggaran kode etik, disiplin, atau pelanggaran pidana.

Tapi, bukankah menghil­angkan nyawa harus diproses secara hukum?

Kita lihat, kan ada di dalam KUHP itu overmacht, pembelaan diri. Misalnya kita mau melaku­kan penangkapan, lalu kita di­lawan, ditembak, terus pasti kan ditembak duluan. Apakah seperti itu juga pidana? Pidana betul, tapi itu kan termasuk dalam overmacht. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA