WAWANCARA

Abdul Kadir Karding: Kami Berdarah-darah Di Pilpres, Tenaga, Pikiran, Uang, Kita Keluarkan Untuk Jokowi

Jumat, 08 April 2016, 12:59 WIB
Abdul Kadir Karding: Kami Berdarah-darah Di Pilpres, Tenaga, Pikiran, Uang, Kita Keluarkan Untuk Jokowi
Abdul Kadir Karding:net
rmol news logo Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 'disengat' isu reshuffle kabinet. Kursi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang ditem­pati Marwan Jafar, kader PKB, jadi rebutan. PDIP disebut-sebut menginginkan kursi tersebut dan sudah menyiapkan kadernya, Budiman Sudjatmiko untuk menggantikan posisi Menteri Marwan. Situasi itu membuat hubungan antarpartai koalisi pendukung Jokowi-JK panas. Sejatinya bagaimana sikap PKB menanggapi isu kocok ulang kursi menteri ini. Berikut pernyataan Sekjen PKB Abdul Kadir Karding;

Menteri-menteri PKB dise­but-sebut bakal jadi sasaran reshuffle jilid II?

Reshuffle itu kan hak prerogatif presiden, tentu kita harus me­lihat itu sebagai satu wewenang presiden. Namun sebagai partai pendukung kita berharap Presiden tidak ditekan, tidak di­intervensi, tidak didesak-desak dalam hal reshuffle ini dengan cara mengorganisasi demo, ke­mudian membangun opini, dan seterusnya. Karena kalau model-model seperti itu (dijalankan), maka kita khawatir kinerja menteri-menteri yang ada saat ini terganggu lantaran adanya dinamika opini itu. Saya selaku Sekjen PKB meyakini betul Presiden akan arif memutus­kan (soal reshuffle) ini. Apalagi kita selama ini tidak pernah ber­masalah dengan beliau. Apa saja perintah beliau kita ikuti sesuai komitmen berkoalisi. Apa yang menjadi kebijakannya juga kita support, komunikasi kami juga bagus (dengan Presiden).

Kalau kondisinya seperti itu, nanti jika ternyata benar ada menteri asal PKB terpen­tal bagaimana?
Saya nggak mau berandai-an­dai karena itu belum terjadi dan saya berharap itu tidak terjadi.

Sikap PKB sendiri bagaima­na menanggapi merapatnya partai non-koalisi yang begitu bergabung langsung dapat jatah kursi menteri?

Tidak ada masalah, itu dina­mika politik saja. Tetapi itu kan banyak (menteri) yang bukan dari parpol, itu aja yang diambil yang bukan dari partai politik. Karena parpol itu berdarah-darah mendukung Pak Jokowi. Waktu itu kita kan 'perang'. Tenaga pikiran, uang, massa, kita keluarkan untuk menjadikan Pak Jokowi. Jadi silakan saja (kalau menteri asal partai direshuffle) itu tentunya makan hatinya banyak. Tapi itu semua kembali berpulang pada hak (prerogatif) Presiden. Tapi kami semua ber­harap Pak Presiden arif mema­hami perasaan dan posisi kita se­bagai partai pendukung, apalagi PKB kan partai berbasis Islam yang mendukung Pak Jokowi. Jadi kalau mau ambil (posisi menteri) yang bukan jatah kita lah yang partai politik.

Memang menurut Anda pos kementerian non partai mana yang layak di-reshuffle?

Saya nggak bisa memberikan penilaian soal itu karena nggak ada gunannya kan. Kalau toh memberikan penilaian saya har­us (memberikan melalui) insti­tusi kita. Jadi kita harus berikan masukan secara tertutup kepada Pak Jokowi. Tetapi balik lagi itu kan wilayahnya Pak Jokowi. Kita ini kan mesti menjaga attitude, tidak boleh menjatuhkan kawan, teman atau siapapun. Oleh karena itu sebaliknya kita juga jangan diganggu, karena kami juga tidak pernah mengganggu siapapun. Kami tidak pernah mengganggu orang manapun dan kami sangat loyal dan mempunyai hubungan yang baik dengan Presiden dan Wapres.

Menteri Marwan Jafar disebut-sebut menjadi target reshuffle, bagaimana Anda menanggapinya?

Kalau itu sih bisa saya bantah. Isu yang menyerang Menteri Marwan itu ada karena dior­ganisir. Pertama, terkait demo-demo yang dilakukan fasilita­tor PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) di beberapa daerah itu kan sebe­narnya ada partai yang mengger­akkan, terutama di Jawa Barat. Jadi (demo) itu digerakkan sedemikian rupa.

Partai apa itu yang meng­gerakan...

Adalah partainya, saya nggak bisa menyebutkanlah, karena itu menyangkut attitude dalam berpolitik. Malah ada indikasi partainya ada di dalam koalisi. Karena teman-teman kita itu yang memantau gerakan mereka di bawah.

Selain dugaan adanya demo fasilitator PNPM yang digerakkan apa lagi?

Yang kedua, fasilitator PNPM ini kan gelisah minta diper­panjang, itu sebenarnya sudah diperpanjang sejak awal, sejak masih di bawah Kementerian Dalam Negeri.

Yang ketiga, soal perekrutan pendamping desa yang disebut-sebut kebanyakan berasal dari PKB, itu nggak benar. Saya jelaskan sebenarnya kewenangan merekrut pendamping desa itu ada di tangan pemprov, bukan di Kementerian Desa. Logikanya gimanya ceritanya (kok disebut-sebut para pendamping desa itu kebanyakan berasal dari PKB) lha wong PKB itu gubernurnya nggak ada.

Apa buktinya untuk me­nyangkal tudingan itu?
Contoh temen-temen pen­damping desa yang di luar Jawa, di Sulawesi misalnya, itu ban­yak bahkan hampir seluruhnya fasilitator PNPM. Kemudian di tempatnya Pak Ganjar, di Jawa Tengah, nggak ada satu pun (kad­er PKB). Jadi nggak bener isu itu. Karena kewenangan pengakatan itu bukan di Kementerian Desa. Kementerian Desa itu hanya membuat parameter perekrutan­nya saja, sedang yang merekrut sepenuhnya adalah satker (satuan kerja) provinsi. Hal inilah yang saya bilang sebenarnya telah terjadi pengorganisasian (demo), dan upaya-upaya untuk membangun opini. Kenapa itu terjadi? Karena Kementerian Desa ini sangat strategis, lalu mau diambil.

Sejak kapan PKB mengen­dus manuver itu?
Kita sudah mengendus sejak tuduhan-tuduhan itu muncul. Misalnya memaksa-maksa me­motong anggaran pendamping desa. Dan kader kita itu sudah tahu pelakunya. Cuma kan ini dunia politik, yang dibutuh­kan adalah etika dan attitude berkawanlah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA