WAWANCARA

Muhnur Satyahaprabu: Ini Langkah Awal Untuk Ajukan Gugatan Hukum Kepada Presiden

Kamis, 07 April 2016, 09:00 WIB
Muhnur Satyahaprabu: Ini Langkah Awal Untuk Ajukan Gugatan Hukum Kepada Presiden
Muhnur Satyahaprabu:net
rmol news logo Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ini bersama aliansi aktivis lingkungan hidup lainnya, mensomasi Presiden Joko Widodo terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). "Langkah itu sebenarnya langkah awal untuk men­gajukan gugatan hukum ke Presiden lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata Muhnur kepada Rakyat Merde­ka di Jakarta, kemarin. Berikut petikan wawancaranya;

Walhi sudah menerima dokumen terkait Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) proyek KCJB?
Sudah, dan kalau dari kami sebenarnya sudah melayangkan banding administrasi, melayang­kan somasi terbuka kepada Presiden.

Untuk apa?
Langkah itu sebenarnya lang­kah awal untuk mengajukan gugatan hukum ke Presiden.

Kenapa harus digugat?
Substansi permasalahannya tidak berubah seperti protes dan statement yang beberapa kali kami keluarkan.

Apa saja?
Kebijakan ini tidak ada perencanaan. Kebijakan ini akan men­gurangi luar lahan pertanian berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lahan Pangan Berkelanjutan. Proyek ini juga dibuat di wilayah yang rawan bencana dan seterusnya. Intinya sebenarnya nggak berubah, termasuk protes pembuatan Amdal yang begitu cepat, seh­ingga prosedur dan substansinya bertentangan dengan undang-undang.

Kapan gugatan akan di­layangkan?

Mungkin, dan doakan saja dalam dua minggu ini kita sudah mengajukan gugatan untuk kita layangkan ke PTUN.

Mengapa Walhi berpan­dangan, proyek ini tidak ada manfaatnya?
Ya, memang dalam dokumen tidak ada urgensinya proyek ini.

Seharusnya bagaimana?
Kalau itu memang berman­faat, seharusnya proyek ini masuk dalam perencanaan dong. Karena memang perencanaanya nggak ada, terus risikonya ting­gi, kemudian pembuatan doku­men lingkungan terlalu cepat, ya memang proyek ini proyek akal-akalan.

Maksudnya?

Kalau memang ini berdasar­kan satu keputusan masyarakat Jawa Barat dan Jakarta, seharusnya ini masuk dalam; per­tama, tata ruang yang sudah terfasilitasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN), atau RPJMP sudah ada tercantum, tapi ini tidak ada dalam semua dokumen perencanaan. Yang ada adalah perencanaan perkeretapaian itu justru ada di Pantura, mulai dari Merak sampai Banyuwangi. Bukan kereta api cepat. Jakarta-Bandung tidak masuk dalam perencanaan, sehingga tidak bermanfaat untuk masyarakat Bandung dan Jakarta.

Proses Amdal seharusnya berapa lama?

Proses itu yang jelas, dari datanya ini ya, Amdal itu proses scientific, bisa diambil dari mana saja, termasuk BMKG (Badan Metreologi Klimatologi dan Geofisika). Tapi bahwa Amdal itu tidak boleh salah karena dia proses scientific. Dia juga harus menyertakan partisipasi masyarakat.

Artinya memang tidak ada partisipasi masyarakat?
Ya memang tidak ada aspirasi masyarakat itu. Kerangka acuan itu bisa selesai dalam dua min­ggu, itu nggak mungkin

Anda bilang tadi proyek akal-akalan, maksudnya?
Ya itu tadi, karena tidak ada perencanaan. Kedua, dokumen lingkungan dibuat dengan sebe­gitu cepat. Ketiga, proyek ini nggak ada urgensinya. Keempat, melanggar tata ruang. Kelima, akan menghancurkan daerah resapan, termasuk di daerah Walini yang menjadi sumber air Jatiluhur dan sumber air bagi per­tanian di Karawang. Nah itu yang nggak dipertimbangkan. Padahal itu seharusnya menjadi hal yang sangat pentinng, kan itu yang menjadi pertanyaan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA