Perempuan Yang Diungkap Al-Qur’an (6)

Siti Hawa: Bukan Pelengkap Hasrat Adam

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 22 Februari 2016, 08:12 WIB
Siti Hawa: Bukan Pelengkap Hasrat Adam
nasaruddin umar:net
SITI Hawa di dalam Al-Qur'an tidak pernah digambarkan se­bagai pelengkap hasrat Adam. Cerita tentang Hawa sebagai pelengkap hasrat keinginan Adam hanya ditemukan di da­lam mitos-mitos Israiliyat. Da­lam mitos tersebut Sitti Hawa diciptakan untuk melengkapi hasrat Adam. Semula Tuhan hanya menciptakan laki-laki (Adam), tetapi ternyata Adam tidak bisa menikmati fasilitas syurga. Ia masih merasakan ada satu kebutuhan tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang dibutuhkan itu. Ia seperti mera­sa kekurangan tetapi ia sendiri tidak faham apa yang kurang pada dirinya. Itulah sebabnya Adam disebut Adam, dalam bahasa Hebrew berasal dari akar kata alef (yang satu) dan dom (sunyi, diam, bisu). Ia disebut Adam karena menjadi makhluk kesepian dan lonely di syurga. Anggapan seperti ini dihubungkan dengan Bibel, Kitab Genesis/2:18-19 yang menjelaskan bahwa tidak baik seorang laki-la­ki sendirian dan karenanya Eva diciptakan sebagai pelayan yang tepat untuk Adam (a helper suitable for him). Sebaliknya perempuan yang dalam baha­sa Yahudi disebut haishah secara literal berarti "pe­layan" (ezer/helper) Adam.

Mitos Sitti Hawa sebagai pelengkap hasrat ke­inginan Adam mengesankan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Dalam literature Yahudi, se­bagaimana digambarkan dalam Kitab Midras, di­jelaskan perbedaan asal-usul laki-laki (Adam ) dan perempuan (Sitti Hawwa). Laki-laki diciptakan da­lam perspektif intelektual (hokmah) dan perempuan diciptakan dalam perspektif instink (binah). Jika diperhatikan secara cermat beberapa pernyataan dalam Bible, misalnya dalam Kitab Kejadian yang terdiri atas 50 bab dan 1532 pasal, jelas menarasi­kan posisi dan kedudukan perempuan sangat tim­pang dibanding kedudukan laki-laki. Kitab-kitab suci pada umumnya dari satu sisih mengakui dan me­muji perempuan tetapi pada sisih lain memberikan statmen yang kurang menguntungkan bagi kaum perempuan. Apalagi jika di baca dalam perspektif konteks masyarakat modern.

Mitos-mitos misoginis kelihatannya masih su­lit digeser di dalam masyarakat karena sebagian bersumber dari pernyataan kitab suci yang difa­hami secara tekstual di dalam masyarakat. Pema­haman secara kontekstual pasal-pasal kitab suci yang cenderung memojokkan perempuan perlu di­tafsirkan ulang sesuai dengan konteks masyarakat modern yang menjunjung tiggi prinsip-prinsip keser­taraan, kesamaan, dan keadilan. Sepanjang hal ini belum dilakukan amat sulit membersihkan mitos-mi­tos negative terhadap perempuan.

Persoalan ini menjadi sangat fundamental kar­ena tersurat di dalam Kitab Suci yang harus di­yakini oleh pemeluknya. Beberapa mitos yang dapat dinilai destruktif tetap lestari hingga seka­rang karena dianggap sebagai bagian dari doktrin agama. Problem teologis seperti ini menjadi ham­batan terberat kaum feminis. Carmody mengung­kapkan bahwa, sejumlah mitos tidak dapat ditolak karena sudah menjadi bagian dari kepercayaan berbagai agama, misalnya tidak bisa menolak mi­tos di sekitar Mary (Maryam) tanpa melepaskan kepercayaan, karena dalam kepercayaan Kris­ten, cerita tentang Jesus dan Mary dianggap se­bagai non-mythological aspects.

Di dalam al-Qur'an, tidak dijumpai suatu ayat secara eksplisit menyebutkan cerita tentang asal-usul dan motif penciptaan perempuan sebagai pelengkap laki-laki. Hanya ada sejumlah kisah is­railiyat sering muncul sebagai penafsir terhadap ayat-ayat tertentu. Namun menurut Muhammad Rashid dalam Tafsir Al-Manar, Ridla mengesank­an bahwa tradisi pemahaman yang mempersepsi­kan Hawa dari tulang rusuk kiri Adam. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA