RELIGIOUS-HATE SPEECH (40)

Melecehkan Mazahab Orang Lain

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 16 Februari 2016, 08:46 WIB
Melecehkan Mazahab Orang Lain
nasaruddin umar:net
MEDIA sosial yang semakin luas seringkali digunakan orang untuk melecehkan ma­zhab atau aliran orang lain. Mungkin maksudnya tidak untuk melecehkan tetapi bagi orang yang dijadikan contoh tentu sangat terganggu den­gan pernyataan yang ber­nada pelecehan tersebut. Menurut perkiraan BNPT, sekitar 80% Website keagamaan (Islam) didominasi oleh kelompok garis keras, kelompok salafi, atau biasa disebut kelompok hitam-putih. Account-account inilah yang sering menyuarakan "pemurnian" ajaran dengan begitu gampang menuding amalan kea­gamaan kelompok lain sebagai bid'ah bahkan tidak segan-segan mengkafirkan orang lain yang berbeda dengan pemahamannya.

Cara mereka menghadapi sasaran-sasaran dakwahnya yang dianggap menyimpang ialah dengan mencari-cari kelemahan tokoh atau pimpinan yang disasar. Contohnya mungkin mer­eka tidak setuju dengan kebijakan pimpinan or­mas tertentu lalu pimpinannya dituding sebagai kelompok fro-syi'ah, fro-JIL, fro-Barat, antek Ya­hudi, dan tudingan lain yang bisa membuat tokoh tersebut hilang kepercayaan di dalam masyarakat. Tentu saja cara-cara seperti ini adalah cara-cara yang tidak gentlemen. Melemparkan isu negatif kepada seorang tokoh yang tidak disenangi da­pat dikategorikan sebagai perbuatan fitnah atau bagian dari Religious-Hate Speec (RHS).

Masalah perbedaan mazhab sesungguhnya bukan persoalan pokok (ushul) tetapi hanya persoalan cabang (furu'). Mendramatisir perso­alah furu'iyyah menjadi seakan-akan persoalan ushuliyyah merupakan bagian dari fitnah. Tentu juga sebaliknya sama jika mendramatisir per­soalan yang sesungguhnya ushuliyyah tetapi dianggap persoalan furu'iyyah. Selama umat masih sering menggunakan rekayasa seperti ini di dalam melaksanakan dakwah maka sela­ma itu pula sulit mewujudkan umat ideal (khai­ra ummah) sebagaimana diidealkan dalam ayat: Kuntum khaira ummah, ukhrijat linnasi ta'muruna bil ma'rufi wa tanhauna 'anil munkar wa tu'minuna billah… (Kalian (umat Islam) ada­lah umat terbaik yang dilahirkan untuk manu­sia, (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…/Q.S. Ali 'Imran/3110).

Indonesia memiliki pengalaman panjang den­gan dakwah Islam. Semakin keras cara-cara dakwah semakin tidak tertarik orang memperha­tikan dakwah itu. Semakin bijaksana sebuah dak­wah semaikin tertarik orang untuk mengikutinya. Pengalaman Walisongo di dalam berdakwah, meskipun kebanyakan dari mereka berasal dari turunan Arab tetapi tidak memperkenalkan Islam dengan budaya Arab. Mereka memperkenalkan Islam melalui budaya lokal, seperti mereka ber­dakwah melalui music gamelang, wayang, dan kearifan lokal lainnya. Akhirnya umat di masa itu tidak merasa ada distorsi dengan dengan kebu­dayaan lokalnya dengan ajaran Islam yang baru dianutnya. Bahkan muncul motto: Adat bersendi Syar' dan Syara' bersendi Kitabullah.

Berdakwah dengan cara-cara menjelek-jelekkan orang lain, apalagi dengan mengkafir­kannya adalah cara-cara dakwah yang tidak familiar dengan budaya masyarakat Indonesia. Cara-cara dakwah seperti ini lazimnya di Neg­ara-negara Timur Tengah dan sebagian Afrika. Dakwah dengan cara-cara kekerasan dan pow­er struggle bisanya tidak permanen. Contohnya di dalam masyarakat Spanyol yang dulu meng­gunakan cara-cara struggle pada akhirnya tidak permanen. Banyak di sana masjid berubah menjadi gereja. Sebaliknya di Indonesia Islam sudah satu millennium tetapi tidak mengalami penurunan. Bahkan perkembangan kuantitatif dan kualitatif sedang terjadi di kawasan ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA