RELIGIOUS-HATE SPEECH (24)

Merusak Rumah Ibadah Agama Lain

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 28 Januari 2016, 09:26 WIB
Merusak Rumah Ibadah Agama Lain
nasaruddin umar:net
RUMAH ibadah ialah tem­pat khusus untuk menye­lenggarakan ibadah ritual bagi umat beragama. Dalam masyarakat Indonesia dike­nal masjid, mushalah, lang­gar, surau untuk umat Islam, gereja bagi umat Protestan dan Katolik, pure bagi umat Hindu, vihara bagi umat Budha, dan klenteng untuk umat Khonghucu. Rumah-rumah ibadah tersebut masing-mas­ing memiliki keunikannya. Tujuan dan fungsi secara umum rumah-rumah ibadah tersebut selain sebagai sarana untuk mendekatkan se­orang hamba kepada Tuhannya, juga sebagai sarana untuk mempererat komunikasi sesama penganut agama. Hampir semua rumah-rumah ibadah di Indonesia juga memiliki fungsi sosial. Itulah sebabnya umat beragama selalu mem­butuhkan rumah ibadah di manapun dan kapan pun ia berada.

Kehadiran rumah ibadah bagi suatu komunitas umat beragama merupakan suatu keniscayaan. Jika ada umat beragama tanpa memiliki rumah iba­dah maka berarti mereka masih memiliki hak-hak istimewa yang belum terealisir. Untuk mengatasi persoalan ini biasanya umat beragama tertentu di­atasi dengan mengadakan rumah ibadah semen­tara. Persoalan sosial mulai muncul manakala mer­eka membangun rumah ibadah di tempat yang oleh orang lain dianggap tidak tepat, mungkin karena ter­lalu berdekatan dengan rumah ibadah lainnya atau berada di dalam wilayah mayoritas umat lain, atau mungkin karena persoalan izin dll.

Tentu saja persoalan akan muncul jika ru­mah ibadah yang dianggap sebagai bangunan sacral oleh para penganutnya diganggu, apala­gi masjid yang dalam keyakinan umat Islam dis­ebut sebagai "Rumah Allah". Jika merusak "Ru­mah Allah" ini tentu berpotensi akan membakar semangat jihad bagi penganutnya. Bagi se­bagian umat Islam memilih rumahnya di rusak ketimbang rumah Tuhannnya. Tentu demikian pula halnya bagi agama lain. Jika rumah ibadah diganggu tentu mereka juga memiliki hak un­tuk mempertahankannya. Karena itu, merusak rumah ibadah dengan alas an kebencian atau tujuan negative merupakan salahsatu bentuk nyata dari Religious-Hate Speech (RHS).

Jika rumah ibadah tertentu dirusak oleh kelom­pok agama lain maka tidak ayal lagi akan mun­cul konflik social. Bahkan mungkin konflik itu bias berskala besar karena melibatkan semangat dan jiwa keagamaan. Dalam Islam sering kali keluar fatwa: isy kariman au mut syahidan (hidup mulia atau mati syahid. Jika simbol atau akronim jihad dan syahid ini mulai muncul maka dampaknya bias lebih jauh. Memprovokasi seseorang dengan bahasa agama maka biasanya akan sangat efek­tif mengerahkan massa yang beringas. Kita perlu mengantisipasi jangan sampai ada rumah ibadah yang dirusak, apalagi dibakar, karena biasanya hati penganut agamanya juga ikut terbakar.

Membuat rumah ibadah tandingan dengan maksud untuk memecah belah suatu agama bias difahami sebagai perbuatan RHS. Bagi umat Is­lam kasus pembangunan Masjid Dhirar yang dibangun oleh seorang munafik, Abdullah ibn Ubai ibn Abi Salul, dengan tujuan untuk memecah be­lah umat Islam pada saat itu. Al-Qur'an langsung menginformasikan Nabi dan masjid Dhirar itu ke­mudian dihancurkan oleh Nabi bersama para sa­habatnya. Kasus ini diabadikan di dalam di dalam dua ayat di dalam Al-Qur'an. Di Indonesia, kasus ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghancur­kan Masjid yang dituduh masjid provokator, kare­na urusan pembangunan dan pembongkaran ru­mah ibadah sudah ada aturannya sendiri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA