Tidak Ada Cara Lain, Jokowi Harus Batalkan Proyek Kereta Cepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Rabu, 27 Januari 2016, 20:40 WIB
Tidak Ada Cara Lain, Jokowi Harus Batalkan Proyek Kereta Cepat
Ari Junaedi/net
rmol news logo . Polemik rencana pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung terus bermunculan. Pamerhati lingkungan menyebut Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) proyek yang didanai Tiongkok itu dikerjakan "asal-asalan".

Sementara itu pengamat kebijakan publik menilai rencana pembangunan itu melabrak berbagai aturan tata ruang wilayah. Sedangkan data dari luar mengganggap biaya pembangunan kereta cepat itu sangat fantastis mahalnya.

Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi melihat dari awal proses perencanaan pembanguna kereta cepat koridor Jakarta-Bandung menuai masalah. Mulai dari proses penunjukkan Tiongkok yang mengalahkan penawaran Jepang yang lebih mempuni dengan "shinkazen-nya", ketidakkompakan anggota kabinet Jokowi soal rencana ini serta proses keluarnya Amdal.

Artinya, lanjut Ari, ada proses komunikasi yang tidak terbuka dan tidak transparan mengenai pembangunan kereta cepat Jakarta- Bandung ini. Jadi wajar publik menilainya sebagai akal-akalan sebagian pihak yang terlalu memaksakan kehendaknya untuk menggegolkan proyek ini.

Selain itu, lanjut Ari, ‎harus juga dipahami bahwa urgensi pembangunan kereta cepat ini juga tidak terlalu ada urgensinya dengan ketimpangan transportasi laut di Maluku misalnya. Jadi kalau mau dikaitkan dengan jargon Jokowi mengenai tol laut dan pengembangan sabuk maritim, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sangat menciderai rasa keadilan yang paling hakiki.

"Yang diuntungkan hanya komprador Tiongkok dan pengembang perumahan yang menyasar perkebunan Walini serta oknum-oknum di pemerintahan Jokowi, " ujar Ari Junaedi beberapa saat lalu (Rabu, 27/1).

Menurut pengajar Humas Politik dan Komunikasi Politik di UI ini, tidak ada cara lain bagi Jokowi untuk membatalkan proyek mubazir ini ketimbang membawa derita di kemudian hari. Apalagi ketidakhadiran Menteri Perhubungan Ignatius Jonan dalam acara ground breaking pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung beberapa hari lalu menjadi penanda adanya mis komunikasi dan ketidakkompakkan di tubuh kabinet.

"Belum lagi pernyataan Kepala Staf Angkatan Udara yang menolak Halim Perdanakusumah dijadikan sebagai halte pemberhentian kereta cepat," jelas Ari Junaedi. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA