Meskipun mereka hidup di dalam masa lamÂpau, lebih dari 1000 tahun silam, seperti para pendiri mazhab, Imam Abu Hanifah, Imam MaÂlik, Imam Syafi', dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Imam Syafi' yang pendapatnya paling berpenÂgaruh di Afrika, termasuk Mesir, dan Asia TengÂgara, lahir di Gazza pada tahun 150H/767M, karya-karyanya luar biasa pengaruhnya di dalam perkembangan hukum, bukan saja di dunia Islam tetapi juga dijadikan rujukan di dalam pembinaan hukum pada awal kebangkitan Eropa. Asas-asas hukum internasionalnya banyak memberikan roh di dalam hukum internasional modern.
Di antara contoh kaedah-kaedah fikih (al-qawa'd al-fiqhiyyah) yang masih relevan dan sanÂgat menakjubkan untuk dialektika pembinaan huÂkum antara lain sebagai berikut: Dar' almafÄsid muqqadam 'alÄ jalb almashÄlih (menghindari bahaya didahulukan daripada melaksanakan (kewajiban) yang baik). Maksudnya jika dalam suatu hal terjadi pertentangan antara ancaman bahaya dan kerusakan (mafsadah) dengan uruÂsakan kebajikan (mashlahah), maka diutamakan menghindarkan mafsadah, karena syari'ah lebih menekankan larangan agar tidak terjadi kebuÂrukan atau kerusakan daripada perintah untuk melaksanakan kebaikan. Kaedah ini sesungÂguhnya kristalisasi dari sejumlah ayat dan hadis yang dipadatkan menjadi sebuah kaedah yang lebih memudahkan kita untuk memproduksi huÂkum. Contoh penerapannya, jika seseorang tidak mampu berdiri dalam salat karena sakit dan jika dipaksakan akan berakibat buruk, maka diutamaÂkan menghindari bahaya itu dengan cara shalat duduk atau berbaring jika tidak mampu duduk. Sejalan dengan kaedah ini ditemukan juga kaeÂdah yang saling mendukung, yaitu: Idza ta'Äradha mafsadatÄni rÅ«'iya a'zhamuhÄ dhararan bi irtikÄb akhaffihimÄ (jika terjadi benturan dua hal yang saÂma-sama buruk maka dihindari yang lebih besar buruknya dan melaksanakan yang paling kecil akibat buruknya).
Contoh lain, mÄ lÄ yatimm alwÄjib illÄ bihÄ« fa huwa alwÄjib (jika suatu kewajiban tidak bisa dicapai dengan sempurna kecuali dengan syarat tertentu, maka syarat itu wajib). Kaedah ini bisa membenarkan kita untuk melakukan penambahan hukum di luar perintah atau larangan sebagaimana tertera di dalam teks ayat dan hadis. Contohnya, perintah shalat dalam Al-Qur'an (aqÂimu al-shalah). Kelihatannya hanya satu perintah, yaitu melaksanakan shalat. Akan tetapi salahsatu persyaraÂtan shalat ialah berwudhu, maka wudhu ikut menjadi wajib atau bertayammum jika tidak ada air. Bahkan implisit diperintahkan juga mengusakan air atau tanah. Contoh lebih kongkrit; "Bersihkan ruangan ini!". Secara otomatis diperintahkan juga untuk mengambil sapu, alat pengepel, air, dll.
Kaedah-kaedah yang telah ditetapkan oleh para ulama fikih terdahulu teramat sulit untuk ditemukan seorang ulama modern mampu merÂumuskan kaedah-kaedah serupa. Mungkin yang bisa dilakukan saat ini ialah konsorsium para ulaÂma dan para saintis untuk merumuskan kaedah-kaedah baru untuk melengkapi kaedah-kaedah yang sudah ada. Allahu a'lam. ***