Mengenal Fikih Kebhinnekaan (26)

Berkesataraan Gender

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 21 September 2015, 09:42 WIB
Berkesataraan Gender
nasaruddin umar/net
SALAH satu corak Fikih Kebhinnekaan ialah mempromosikan kesetaraan gender. Yang dimaksud kesetaraan gender di sini bukan persamaan gender (genderequality) tetapi kesetaraan gender (gender equity). Yang pertama lebih mengedepankan persamaan hak dan kewajiban tanpa memandang adan­ya nilai perbedaan di antara keduanya. Yang kedua masih lebih bersifat ketimuran yang memberikan unsur-unsur keunikan perempuan. Yang terakhir ini mempromosikan kesetaraan dimana laki-laki dan perempuan tampil memer­ankan diri dengan keunikan masing-masing di dalam berbagai bidang kehidupan tanpa kesan diskriminasi satu sama lain, baik di sektor privat maupun di sektor publik. Kesetaraan gender mengakui adanya perbedaan (distinctiveness) tetapi tidak menolerir terjadinya pembedaan (discrimination) antara laki-laki dan perempuan. Yang pertama lebih banyak didukung oleh kel­ompok feminis progressif sedangkan yang ked­ua didukung oleh kelompok soft feminist.

Sekali lagi, kesetaraan gender yang dimak­sud di dalam tulisan ini ialah gender equity. Ba­gaimanapun juga laki-laki dan perempuan pasti berbeda, baik secara biologis maupun dampak dari perbedaan secara biologis tersebut. Tidak bijaksana jika menyamakan tugas antara perempuan yang sedang menjalani fungsi reproduktifnya, seperti hamil, melahirkan, menyusui, dan menjalani menstruasi disamakan tugas dan tanggung jawab sosialnya dengan laki. Perem­puan yang sedang demikian tidak bisa lantas dijadikan alasan menilainya tidak produktif, karena sesungguhnya ia sedang menjalankan fungsi khusus yang luar biasa. Dikatakan luar biasa karena kaum laki-laki tidak pernah bisa menjalani funsi adikodrati tersebut. Justru kea­dilan gender ketika kita memberikan dispensasi kepada kaum perempuan yang sedang men­jalani fungsi adikodrati tersebut. Inilah keadilan gender dalam arti gender equity.

Masyarakat yang menghargai apalagi men­junjung tinggi kesetaraan gender akan mela­hirkan suasana damai di dalam masyarakat. Baik di dalam lingkup masyarakat terkecil sep­erti keluarga mapun dalam lingkup masyarakat luas. Ketimpangan social pasti muncul manakala ketidakadilan gender terjadi di dalam masyarakat. Karena itu, keadilan gender bagian yang tak terpisahkan dari upaya mewujudkan keadilan social. Selain hal itu menjadi perin­tah agama juga menjadi amanah Pancasila dan konstitusi untuk memperjuangkan "Keadi­lan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Laki-laki dan perempuan sama-sama bertanggung jawab untuk mewujudkan amanah dua sumber nilai luhur ini di dalam masyarakat.

Dalam Al-Qur'an ditegaskan: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemung­karan dan permusuhan." (Q.S. al-Nahl/16:90). Perintah berlaku adil di sini termasuk keadilan dan kesetaraan gender, karena di dalam beber­apa ayat menekankan tidak bolehnya mendis­kreditkan salahsatu jenis kelamin di dalam ke­hidupan social kemasyarakatan. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan, sama-sama sebagai khalifah, sama-sama anak cucu Adam, sama-sama berpotensi meraih perestasi dunia-akhirat. Perbedaan yang ber­sifat biologis, termasuk komposisi kimia dan segala dampaknya, tidak bisa dijadikan alasan untuk mendiskreditkan apa lagi merumahkan perempuan, seprti yang pernah di alami kaum perempuan di masa primitive. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA