Namanya merujuk pada komoditas utama yang dibawa para pedagangan China kala itu, sutra, melintasi batas benua. Sutra menjadi komoditas penting yang dapat ditukarkan dengan barang-barang lain yang tersedia di setiap kota dan negeri yang dilalui.
Selain kaum pedagang, Jalur Sutra juga digunakan para pendeta Budha dalam mengembangkan ajaran Sidharta Gautama, juga para peziarah.
Jalur Sutra ikut berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sejumlah kawasan di dunia pada masa itu, mulai dari China, India, Persia, Eropa dan Afrika Barat pada wilayah yang dikenal sebagai Tanduk Afrika, meliputi Djibouti, Eritrea, Ethiopia dan Somalia.
Juni 2014 lalu UNESCO menetapkan koridor Changan dan Tianshan yang terbentang dari China, Kazakhstan dan Kyrgyzstan sebagai Situs Peninggalan Dunia.
Adapun di Gyeongju, Korea Selatan, sejak 21 Agustus lalu hingga 18 Oktober, sedang digelar Eksebisi Jalur Sutra. Pameran ini diikuti belasan negara yang berada di sepanjang Jalur Sutra.
Dalam pameran ini Korea Selatan hendak memperkenalkan kepada dunia peranan Kerajaan Silla yang berada di Gyeongju, Korea Selatan kini, sebagai salah satu kota paling timur di Semenanjung Korea yang dilintasi Jalur Sutra.
Silla adalah kerajaan tua di Semenanjung Korea yang berdiri pada abad pertama SM hingga abad ke-10 M. Sejarah mencatat Silla sebagai kerajaan yang pertama kali menyatukan Semenanjung Korea dengan menaklukkan Goguryeo (37 SM hingga 668 M) dan Baekje (18 BC hingga 660 M) pada abad ke-7 M.
Lee Doo-hwan, Wakil Direktur Eksekutif Gyeongju World Culture Expo, tempat pameran digelar, mengatakan bahwa dari eskavasi yang dilakukan di banyak titik di bekas pusat Kerajaan Silla ditemukan berbagai benda yang memperlihatkan hubungan kerajaan itu dengan benua lain termasuk Eropa.
Misalnya, di makam-makam raja ditemukan benda-benda dari kaca.
"Pada masa itu teknologi pembuatan kaca baru ada di Eropa," ujarnya ketika berdialog dengan delegasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang mengunjungi Gyeongju.
"Juga ditemukan jejak peradaban maritim di Silla," ujarnya lagi.
Sejarawan Korea Selatan percaya bahwa pelabuhan-pelabuhan Silla di masa lalu menjadi titik penting yang menghubungkan Jepang dengan daratan Asia.
Pihak penyelenggara juga memamerkan replika Gua Seokguram di kawasan Kuil Seokbulsa. Para pengunjung diberi kesempatan menggunakan piranti simulasi untuk mempelajari isi gua yang dijadikan tempat pemujaan Budha.
Gua Seokguram dibangun Perdana Menteri Silla, Kim Dae-seong, yang hidup antara 700 hingga 774 M. Ia menjadi Perdana Menteri pada tahun 751 atau sepuluh tahun setelah Raja Gyeongdeok naik tahta.
Banyak ornamen di dalam gua ini yang memiliki kesamaan dengan ornamen dari berbagai negeri lain di sepanjang Jalur Sutra. Begitu juga dengan material yang digunakan untuk membangunnya. Walhasil Gua Seokguram pun menjadi bukti bahwa Silla dan Korea Selatan terkoneksi dengan Jalur Sutra.
Saat bertemu dengan delegasi PWI, Lee mengatakan bahwa sejak dibuka baru sekitar 300 ribu orang yang mengunjungi pameran. Kebanyakan dari pengunjung adalah warganegara Korea Selatan.
"Jumlah ini masih kurang menggembirakan. Tetapi bisa dimaklumi karena beberapa hari terakhir cuaca tidak begitu bagus, hujan kerap turun, angin kencang dan juga ada topan," ujar Lee.
"Kami juga ingin memperlihatkan pada dunia bahwa kisah Korea tidak melulu tentang perang dan penindasan, atau perpecahan. Kami ingin menyampaikan pada dunia bahwa Korea memiliki peranan penting pada perkembangan perdaban di masa lalu, khususnya di Jalur Sutra" demikian Lee.
[dem]
BERITA TERKAIT: