MENGENAL ISLAM NUSANTARA (13)

Adat Bersendi Syara'

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 17 Agustus 2015, 09:39 WIB
Adat Bersendi Syara'
nasaruddin umar/net
ADAT berasal dari bahasa Arab dari akar kata 'ada-ya'udu berarti kembali, men­gulangi; kemudian mem­bentuk kata ‘adat berarti kebiasaan positif yang ber­laku di dalam suatu wilayah. Kata ‘adat mirip dengan atau sering disamakan den­gan kata 'urf (dari akar kata 'arafa-ya'rifu berarti mengetahui, mengenal) yang berarti tradisi yang popular di dalam suatu masyarakat. Bedanya, kalau 'adat lebih for­mal dan mengarah kepada norma (norm), se­dangkan 'urf lebih substantive dan mengarah kepada nilai (values). Adat istiadat atau biasa disebut dengan hukum adat, sudah merupak­an lembaga atau institusi formal yang memili­ki sanksi dan reward bagi para pelanggar atau yang setia dengannya.

Kata syara' berasal dari bahasa Arab dari akar kata syara'a-yasyra’u-syar’an berarti jalan, jalan menuju mata air. Syara' selalu dihubungkan den­gan kata syari'ah yang berisi ajaran Islam. Ajaran Syari'ah itu sendiri secara komperhensif berisi unsur akidah, hukum, dan akhlak. Ajaran akidah berisi tentang tata cara keimanan dan keprcayaan kepada Allah Swt, malaikat, kitab suci, nabi dan rasul, eskatologis (hari akhirat, hari pembalasan), dan qadha serta qadar, yang lebih dikenal den­gan rukun iman. Hukum berisi norma-norma so­sial kemasyarakatan dan tata cara berhubungan dengan Allah Swt, sebagaimana diatur di dalam Rukun Islam. Sedangkan akhlak berisi ajaran eti­ka dan estetika antara sesame umat manusia dan sesama makhluk.

Adat bersendi syara' berarti adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat berdiri tegak di atas landasan syar’ atau nilai-nilai dasar Syari'ah Islam. Perlu ditegaskan kata "nilai-nilai dasar Syari'ah" yang bersifat absolut tetapi sekaligus bersifat universal, karena ada juga nilai-nilai "non-dasar Syari'ah" yang bersifat aksessoris (tahsini­yyah) dan temporer (waqi’iyyah). Contoh ajaran dasar Syari’ah ialah menjunjung tinggi lima perin­sip pokok Syari'ah (dharuriyyat al-khamsah), yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Untuk memwujudkan hal tersebut maka manusia dituntut untuk menegakkan keadilan, mencegah kemudharatn, menjunjung tinggi kes­etaraan dan persamaan. Sedangkan yang bersi­fat non-dasar seperti seruan untuk memenuhi ke­mudahan pelaksanaan perinsip-perinsip ajaran, seperti ajaran menciptakan aturan kontemporer yang bisa mendukung ajaran dasar. Contohnya, wajib membayar zakat agar orang kaya dan orang miskin tidak berkonfrontasi. Untuk itu, didi­rikanlah ABZNAS untuk membantu melancarkan pelaksanaan pembayaran dan penyaluran zakat. Perintah zakat ajaran dasar syari'ah, tetapi pendi­rian BAZNAS ajaran non-dasar syari'ah. Meskip­un disebut ajaran non-dasar tetapi kedudukannya juga penting, jadi idealnya ditegakkan kedua-duanya.

Adat bersendii Syara' dapat diterima se­cara universal di dalam masyarakat Indone­sia, karena sendi atau tempat pijakan syari'ah (Syara') adalah ajaran dasar, bukan ajaran non-dasarnya. Adat bersendi Syara’ sebuah fa­ham yang diterima secara universal di dalam masyarakat Indonesia karena substansi ajaran dan doktrinnya sesungguhnya tidak berbeda atau tidak jauh berbeda dengan ajaran moral agama-agama atau kepercayaan masyarakat local dalam wilayah Nusantara. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA