Nuahdhatul Ulama sejak awal memompakan seÂmangat multi mazhab, sebagaimana disimbolkan dalam lambang NU, ada ikatan tali yang longgar mengikat bola dunia dan diterangi dengan 9 binÂtang. Satu di antaranya paling besar sebagai simÂbol Allah Swt dengan kitab suci Al-Qur'an sebagai petunjuk-Nya. Bintang lainnya ada Nabi MuhamÂmad Saw dengan kekuatan hadis sebagai warisanÂnya. Bintang lainnya ada yang menyimbolkan Abu Bakar, Umar, Itsman, Ali ditambah dengan empat imam mazhab, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam MaÂlik, Imam Syafi', Imam Ahmad ibn Hanbal.
Pada saat bersamaan, kehadiran Perguruan Tinggi Islam yang dimotori Kementerian Agama ternyata memunyai arah yang sama dengan tradisi pemikiran Islam NUyang berusaha untuk "melokaÂlkan" (Baca: menusantarakan ajaran Islam). Peran Kementerian Agama dalam lintasan sejarah bangÂsa Indonesia sangat besar. Sampai sekarang, kanÂtor Kemenag masih merupakan satuan kerja (SatÂker) terbesar, memiliki lebih dari 300 satker yang menggurita sampai ke tingkat struktur pemerintahÂan paling bawah, Kantor Urusan Agama di tingkat Kecamatan dan aparat yang berada di dibawah kordinasinya sampai ketingkat desa dan kelurahan. Jumlah karyawan Kemenag sekitar 300.000 orang, yang antara lain terdiri atas Guru Agama Islam berÂjumlah 268.244. Di antara jumlah tersebut terdapat Guru Agama Islam PNSsebanyak 120.184 orang dan non PNSberjumlah 148.060 orang. Khusus Penyuluh Agama Islam di bawah Ditjen Bimas IsÂlam berjumlah 97.003 orang yang tersebar sampai ke pelosok desa di seluruh Indonesia. Sebanyak 4.254 di antaranya adalah Penyuluh Agama Islam PNSdan 92.749 yang non-Non PNS. Kemenag adalah mesin organisasi yang paling efektif melakuÂkan seminasi "Islam Inklusif" di Tanah Air.
Selain NUdan PTAIS, kejadiran MuhammadiÂyah, sebagai ormas Islam kedua terbesar di IndoÂnesia, di tanbah dengan sejumlah oramas islam lainnya, juga memiliki peranan penting di dalam melenturkan kubu-kubu mazhab fikih di Indonesia. Perbedaan mazhab tidak lagi dirasakan sebagai sebuah problem teologis tetapi hanya terasa seÂbagai problem sosial. Problem kunut-tidak kunut, ziarah kubur-tidak ziarah kubur, tahlil-tidak tahlil, dan perbedaan mazhab fikih lainnya semakin hari semakin tidak lagi mengganggu hubungan dalam kehidupan beragama. Bahkan antara aliran juga sebenarnya sudah mulai terasa longgar. SauÂdara-saudara kita yang beraliran Syi'ah bisa eksis di Indonesia.
Selain ormas-ormas islam dan KementeÂrian Agama sebagai wakil Negara dalam uruÂsan agama, kehadiran Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang strukturnya menggurita sampai di tingkat Kabupaten, juga memberikan perang yang amat besar di dalam melenturkan kelomÂpok aliran dan mazhab keagamaan dalam IsÂlam diwilayah Nusantara. ***