MENGENAL ISLAM NUSANTARA (10)

Lintas Aliran

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 14 Agustus 2015, 12:24 WIB
Lintas Aliran
nasaruddin umar/net
SEBELUM Islam datang, agama mayoritas dianut di wilayah Nusantara ini ialah agama Hindu dan aliran kepercayaan lokal. Ptole­maus, sang penemu ban­yak negeri, menggambar­kan adanya kepulauan yang disebut Khersonesos (Yu­nani: Pulau emas) dan se­jarah Cina yang disebutnya dengan Ye-po-ti yang di antaranya diperkenalkan dengan Jaba­diou/Jawa. Di zaman ini sudah dikenal wilayah Jawadwipa, Swarnadwipa, Bugis, dan lain-lain. Masyarakat yang menghuni kepulauan ini su­dah mengenal sistem religi dan mempercayai adanya kekuatan gaib dan sistem penyem­bahan terhadap kekuatan gaib tersebut. Ini membuktikan bahwa kemudahan masyarakat bangsa Indonesia memeluk agama yang baru dikenalnya karena mereka sudah memiliki pen­galaman batin, yang antara satu sama lain agama-agama yang datang ke negeri ini memi­liki unsur persamaan.

Analisis sistem budaya juga menggambar­kan masa ini sebagai masa akulturasi yang amat penting, di mana budaya dan sistem re­ligi luar bisa beradabtasi dalam konteks budaya kepulauan Nusantara. Di dalamnya ada pen­garuh Hindu, Arab (Islam), Cina, Portugis, dan Inggeris. Sistem budaya, sistem religi, sistem ekonomi, dan sistem teknologi sudah banyak ditemukan di pusat-pusat kerajaan Nusantara sejak dahulu kala. Dengan demikian, wilayah Nusantara ini sudah terbiasa dengan pluralitas agama dan kepercayaan. Meskipun system re­liginya berbeda tetapi masyarakat tetap bersatu karena diikat oleh ikatan-ikatan nilai-nilai local yang spesifik sebagai warga pulau.

Aliran-aliran keagamaan dan pemikiran yang pernah berkembang di bumi Nusantara ini tam­paknya berjenjang dan agak sistematis, teruta­ma aliran pemikiran keislaman. Aliran As'ariyah paling pertama eksis di wilayah Nusantara kar­ena merupakan kelanjutan ajaran lebih fatalistic (Jabariyah) yang memiliki persamaan banyak dengan agama Hindu dan aliran kepercayaan local yang sudah eksis. Belakangan, anak-anak bangsa dari Timur Tengah dan dunia Barat kembali mengurus negerinya membawa alam pikiran baru yang sedikit lebih rasional (baca: moderat), terutama yang berasal dari Univer­sitas Al-Azhar Kairo Mesir, ditambah dengan generasi Islam yang belajar di Eropa dan di Amerika dimana mereka banyak berinteraksi dengan pelajar-pelajar dari berbagai Negara muslim, termasuk Turki yang dikenar sebagai Negara sekuler sejak awal.

Perkembangan lebih lanjut setelah IAIN dan STAIN serta Perguruan Tinggi Islam Swasta lainnya merebak lahir di daerah-daerah, di Propinsi dan di Kabupaten, dengan menerap­kan kurikulus nasional. Aliran teolologi yang dikembangkan di Indonesia, terutama setelah Prof Dr. Harun Nasution, Prof. Dr. H.M. Ra­syidi, dan beberapa tokoh pembaharu lain­nya yang datang kemudian seperti Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. H.M Quraisy Syi­hab, Prof Dr. Mukti Ali, Prof. K.H. Ali yafi, Gus­dur, dll. MMereka mengembangkan aliran pe­mikiran dalam Islam yang tidak monitos tetapi betul-betul membumi di dalam masyrakat Nu­santara. Akhirnya teologi Maturidi Bukhara yang setingkat lebih moderat dari Asy’ari berkembang dengan pesat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA