Analisis sistem budaya juga menggambarÂkan masa ini sebagai masa akulturasi yang amat penting, di mana budaya dan sistem reÂligi luar bisa beradabtasi dalam konteks budaya kepulauan Nusantara. Di dalamnya ada penÂgaruh Hindu, Arab (Islam), Cina, Portugis, dan Inggeris. Sistem budaya, sistem religi, sistem ekonomi, dan sistem teknologi sudah banyak ditemukan di pusat-pusat kerajaan Nusantara sejak dahulu kala. Dengan demikian, wilayah Nusantara ini sudah terbiasa dengan pluralitas agama dan kepercayaan. Meskipun system reÂliginya berbeda tetapi masyarakat tetap bersatu karena diikat oleh ikatan-ikatan nilai-nilai local yang spesifik sebagai warga pulau.
Aliran-aliran keagamaan dan pemikiran yang pernah berkembang di bumi Nusantara ini tamÂpaknya berjenjang dan agak sistematis, terutaÂma aliran pemikiran keislaman. Aliran As'ariyah paling pertama eksis di wilayah Nusantara karÂena merupakan kelanjutan ajaran lebih fatalistic (Jabariyah) yang memiliki persamaan banyak dengan agama Hindu dan aliran kepercayaan local yang sudah eksis. Belakangan, anak-anak bangsa dari Timur Tengah dan dunia Barat kembali mengurus negerinya membawa alam pikiran baru yang sedikit lebih rasional (baca: moderat), terutama yang berasal dari UniverÂsitas Al-Azhar Kairo Mesir, ditambah dengan generasi Islam yang belajar di Eropa dan di Amerika dimana mereka banyak berinteraksi dengan pelajar-pelajar dari berbagai Negara muslim, termasuk Turki yang dikenar sebagai Negara sekuler sejak awal.
Perkembangan lebih lanjut setelah IAIN dan STAIN serta Perguruan Tinggi Islam Swasta lainnya merebak lahir di daerah-daerah, di Propinsi dan di Kabupaten, dengan menerapÂkan kurikulus nasional. Aliran teolologi yang dikembangkan di Indonesia, terutama setelah Prof Dr. Harun Nasution, Prof. Dr. H.M. RaÂsyidi, dan beberapa tokoh pembaharu lainÂnya yang datang kemudian seperti Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. H.M Quraisy SyiÂhab, Prof Dr. Mukti Ali, Prof. K.H. Ali yafi, GusÂdur, dll. MMereka mengembangkan aliran peÂmikiran dalam Islam yang tidak monitos tetapi betul-betul membumi di dalam masyrakat NuÂsantara. Akhirnya teologi Maturidi Bukhara yang setingkat lebih moderat dari Asy’ari berkembang dengan pesat. ***