Sebagai contoh, kepercayaan Bugis pra Islam adalah kepercayaan monoteisme, sebuah faham keagamaan yang percaya kepada hanya satu TuÂhan, yang dikenal dengan istilah Dewata Sewwae. Prof. Mattulada, seorang ahli sejarah dan antropoloÂgi Bugis-Makassar-Mandar, memperkuat asumsi ini dengan merujuk sejumlah bukti dan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Termasuk bukÂti tersebut ialah Sure' (manuskrip) Lagaligo, yang berkali-kali menyatakan sistem religi masyarakat Bugis menyembah Dewata Sewwae (Tuhan YME). Dewata Sewwae dilukiskan sebagai To PalanÂroe (Sang Maha Pencipta), dan Patotoe (Yang Maha Menentukan Nasib). Dalam bahasa Bugis, kata Dewata bisa mempunyai beberapa arti. Jika dibawa "De'watngna" berasal dari kata de (tidak) dan watang (batang, wujud) berarti "tanpa wujud", De'watangna (tak berwujud). Sering dikatakan: "NaiÂyya Dewata Seuwae Tekkeinnang" (Adapun Tuhan YME tidak beribu dan tidak berayaalam Lontara Sangkuru' Patau’ Mulajaji sering juga digunakan istiÂlah Puang SeuwaE To PalanroE", yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta). Dengan demikian konsep "Dewata Seuwae" adalah Tuhan YME dan tidak mempunyai wujud biasa seperti makhluknya.
Contoh lain inti ajaran agama Slam SunÂda Wiwitan (SSW) juga didasari oleh faham monoteisme. Masyarakat Sunda kuno menjalin hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa, yang juga dikenal sebagai Sanghyang Kersa (Yang Maha Kuasa). Doktrin ajaran agama SSW dikemas dalam bentuk Pikukuh Karuhun, peraÂturan yang harus ditaati yang merupakan warisan dan amanah leluhurnya. Dalam Pikukuh Karuhun diajarkan bagaimana berbuat baik secara tulus, tanpa syarat, dan tanpa banyak bertanya dan menggunakan logika, yang dikenal dengan istiÂlah Kudu Benar. Sebaliknya juga harus menjauhi larangan, pantangan, dan hal-hal yang tercela, yang disebutnya dengan Kabuyutan.
Ajaran agama SSW sangat dekat dengan IsÂlam. Itulah sebabnya ada yang menatakan Slam diambil dari Islam, karena dalam upacara penting seperti perkawinan dan khitanan (sunat) selalu diawali dengan pengucapan dua kalimat syahaÂdat, sebagaimana layaknya syahadatnya orang Islam: Asyhadu anlal Ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasululullah. Sebelum syaÂhadat, biasanya diawali dengan: A'udzu billahi miÂnass syaithanir rajim, bismillahir rahmanir rahim. Setelah syahadat ditambahkan lagi dengan: AllaÂhumma shalli 'ala sayyidina Muhammad Menurut kepercayaan SSW Nabi Muhammad. ***