MENGENAL ISLAM NUSANTARA (5)

Paralel Dengan Nasionalisme Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Minggu, 09 Agustus 2015, 09:55 WIB
Paralel Dengan Nasionalisme Indonesia
NASARUDDIN UMAR/NET
SALAH satu ciri Islam Nusantara ialah parallel den­gan Nasionalisme Indonesia. Konsep dasar Nasionalisme Indonesia tercermin di dalam Pembukaan UUD 1945. Jika dicermati maka ada lima un­sur utama yang mendasari terbentuknya nasionalisme Indonesia di dalam Pembu­kaan UUD 1945, yaitu: Bertujuan untuk mewujud­kan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, mewujudkan dan mempertahankan persatuan nasional, mewujudkan dan memelihara keaslian dan keistimewaan, mewujudkan dan memelihara pembedaan dan ciri khas di antara bangsa-bang­sa yang ada, dan berperan serta mewujudkan ke­tertiban dan kesejahteraan dunia.

Pada mulanya konsep nasionalisme Indo­nesia lebih identik dengan kultur keislaman, namun setelah National Indische Party (peng­ganti Indische Partij) dalam kongres nasional se Hindia tahun 1922 yang memperkenalkan konsep nasionalisme Hindia. Perkembangan berikutnya faktor kultur Jawa ikut lebih dikenal­kan, terutama setelah peristiwa "Jawi Hisworo", yang menghasilkan konsep nasionalisme Jawa (committee voor het Java ansche nationalism). Karena kultur Jawa juga banyak identic dengan kultur Islam maka kedua konsep nilai ini tidak berhadap-hadapan satu sama lain.

Islam dan nasionalisme di masa awal bang­sa Indonesia tidak banyak dipermasalahkan. Bahkan HOSTjokrooaminoto selaku pemimpin Sarekat Islam pada tahu 1925 menyatakan: "Is­lam sepertujuh bahagian rambutpun tak men­ghalang dan merintangi kejadian dan kemajuan nasionalisme yang sejati, tetapi memajukan dia". Perkembangan menjadi lain setelah Soekarno terlalu kencang menyuarakan konsep nasional­isme Indonesia yang lebih menekankan kepada rasa cinta tanah air. Agus Salim banyak mem­peringatkan dan mengeritik konsep nasional­isme Soekarno, lalu diikuti oleh kelompok Islam lainnya yang merasa lebih berkeringat tetapi tiba-tiba disalib oleh pendatang baru yang me­nawarkan konsep nasionalisme yang lebih ter­tutup. Islam sebagai agama universal sudah mulai diperhadapkan dengan nilai-nilai lokal. Dari sinilah kelak muncul nasionalis sekuler dan nasionalis islami oleh berbagai penulis dan peneliti. Namun pada akhirnya terjadi kristalisa­si antara nilai-nilai local dan nilai-nilai universal, termasuk nilai-nilai Islam di dalamnya.

Indonesia sebagai bangsa dan negara besar, dan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yang terdiri atas ribuan pulau berikut kon­disi obyektif suku bangsa, agama dan bahasanya berbeda satu sama lain, sudah barangtentu ter­bayang betapa rumit mengaturnya, terutama jika yang dikembangkan ialah faham nasionalisme sempit, seperti yang pernah menjadi obyek kritik para ilmuan pada masa-masa awal kemerdekaan Negara kita. Apalagi dengan keberadaan geografis Indonesia yang menduduki posisi silang di tengah percaturan gelombang peradaban dan globalisasi. Ujian dan tantangan Nasionalisme Indonesia akan semakin berat. Sebagai umat dan sebagai warga bangsa seharusnya kita selalu terpanggil untuk ikut merawat Nasionalisme Indonesia agar tetap konsis­ten seperti sejak awal diperkenalkan oleh the found­ing father kita. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA