Pada mulanya konsep nasionalisme IndoÂnesia lebih identik dengan kultur keislaman, namun setelah
National Indische Party (pengÂganti Indische Partij) dalam kongres nasional se Hindia tahun 1922 yang memperkenalkan konsep nasionalisme Hindia. Perkembangan berikutnya faktor kultur Jawa ikut lebih dikenalÂkan, terutama setelah peristiwa "Jawi Hisworo", yang menghasilkan konsep nasionalisme Jawa (committee voor het Java ansche nationalism). Karena kultur Jawa juga banyak identic dengan kultur Islam maka kedua konsep nilai ini tidak berhadap-hadapan satu sama lain.
Islam dan nasionalisme di masa awal bangÂsa Indonesia tidak banyak dipermasalahkan. Bahkan HOSTjokrooaminoto selaku pemimpin Sarekat Islam pada tahu 1925 menyatakan: "IsÂlam sepertujuh bahagian rambutpun tak menÂghalang dan merintangi kejadian dan kemajuan nasionalisme yang sejati, tetapi memajukan dia". Perkembangan menjadi lain setelah Soekarno terlalu kencang menyuarakan konsep nasionalÂisme Indonesia yang lebih menekankan kepada rasa cinta tanah air. Agus Salim banyak memÂperingatkan dan mengeritik konsep nasionalÂisme Soekarno, lalu diikuti oleh kelompok Islam lainnya yang merasa lebih berkeringat tetapi tiba-tiba disalib oleh pendatang baru yang meÂnawarkan konsep nasionalisme yang lebih terÂtutup. Islam sebagai agama universal sudah mulai diperhadapkan dengan nilai-nilai lokal. Dari sinilah kelak muncul nasionalis sekuler dan nasionalis islami oleh berbagai penulis dan peneliti. Namun pada akhirnya terjadi kristalisaÂsi antara nilai-nilai local dan nilai-nilai universal, termasuk nilai-nilai Islam di dalamnya.
Indonesia sebagai bangsa dan negara besar, dan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yang terdiri atas ribuan pulau berikut konÂdisi obyektif suku bangsa, agama dan bahasanya berbeda satu sama lain, sudah barangtentu terÂbayang betapa rumit mengaturnya, terutama jika yang dikembangkan ialah faham nasionalisme sempit, seperti yang pernah menjadi obyek kritik para ilmuan pada masa-masa awal kemerdekaan Negara kita. Apalagi dengan keberadaan geografis Indonesia yang menduduki posisi silang di tengah percaturan gelombang peradaban dan globalisasi. Ujian dan tantangan Nasionalisme Indonesia akan semakin berat. Sebagai umat dan sebagai warga bangsa seharusnya kita selalu terpanggil untuk ikut merawat Nasionalisme Indonesia agar tetap konsisÂten seperti sejak awal diperkenalkan oleh the foundÂing father kita. ***