"Jangan sekali-kali lengah. Karena tingkat radikalisme para pengikut gerakan itu sudah tertanam dalam isi kepala, hati, dan sikap dia. Kalau belum dilakukan deradikalisasi (merubah sikap), jangan harap mereka akan sadar," ujar Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof. Hamdi Muluk (Jumat, 3/7).
Menurut Prof. Hamdi, saat ini kesempatan mereka melakukan aksi sangat sulit. Itu tidak lepas dari semakin intensifnya langkah-langkah pencegahan radikalisme dan terorisme yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta upaya penindakan yang dilakukan Densus 88 Polri.
"Saat ini, dari kacamata saya, para pengikut paham radikalisme dan terorisme itu tidak bisa bebas bergerak karena sejauh ini aparat berhasil melakukan pembekuan dan memantau gerakan mereka secara intensif," ungkap Hamdi.
Intinya, lanjut Hamdi, pekerjaan kontra radikalisme dan terorisme ini tidak akan pernah selesai. Itu karena ideologi atau ayat-ayat yang menjustifikasi mereka menjadi radikal itu memang ada. Seperti paham-paham radikalisme yang dibuat Salafy Jihadi dan Abdullah Azzam.
"Selagi buku-buku karangan mereka untuk menyebarkan ajaran itu masih ada, maka paham radikalisme dan terorisme akan tetap mengancam kedamaian di muka bumi ini,†tukas Hamdi.
Terbukti, lanjut Hamdi, gerakan-gerakan radikalisme itu bermunculan. Setelah era Jemaah Islamiyah (JI), Al Qaeda, kini muncul gerakan yang lebih radikal yaitu Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). "Itu adalah bukti radikalisme dan terorisme akan terus berkembang dalam perjalanan peradaban di dunia ini," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: